Suara.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar modus afiliator investasi ilegal dalam melakukan pencucian uang. Setidaknya ada 3 modus modus afiliator investasi ilegal.
Salah satu dari 3 modus itu adalah penggunaan aset kripto sebagai sarana pembayaran biaya kepada afiliator untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal.
Ketiga modus itu adalah penggunaan voucher yang diterbitkan oleh perusahaan exchanger, transfer dana ke perusahaan penjual robot trading, hingga penyamaran dana yang berasal investasi ilegal melalui sponsorship.
"Berdasarkan hasil analisis PPATK, beberapa modus itu di antaranya penggunaan voucher yang diterbitkan oleh perusahaan exchanger, transfer dana ke perusahaan penjual robot trading, hingga penyamaran dana yang berasal investasi ilegal melalui sponsorship," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Modus transfer ke penjual robot trading bertujuan untuk mengelabui bahwa seolah-olah dana tersebut untuk membeli robot trading.
Selain itu, PPATK juga menduga bahwa para pelaku investasi ilegal menggunakan aset kripto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator, menghimpun dana dari investor dengan menggunakan modus seolah-olah investor turut serta dalam penyertaan modal usaha, serta menggunakan perusahaan penyelenggara transfer dana (payment gateway).
Dugaan tersebut, kata dia, berdasarkan pantauan dan analisis PPATK secara terus-menerus pada transaksi keuangan yang terindikasi terlibat dengan investasi ilegal.
"PPATK terus memantau dan menganalisis transaksi keuangan yang terindikasi berafiliasi dengan investasi ilegal. Berdasarkan hasil analisis PPATK, terdapat beragam modus yang digunakan oleh pelaku investasi ilegal dalam upaya pencucian uang yang diduga berasal dari hasil investasi bodong," ujarnya.
Pelaku menggunakan rekening atas nama orang lain (nominee) untuk menampung dana yang berasal dari investasi ilegal dengan nominal hingga triliunan rupiah.
Baca Juga: Jangan Tergiur, Ini Beragam Modus Pelaku Investasi Bodong
Selanjutnya, pelaku investasi ilegal memberikan iming-iming berupa barang mewah untuk menarik minat calon investor menggunakan perusahaan yang statusnya legal secara hukum (misuse of legal entity), dan menggunakan nominee atas nama saudara pelaku pada wallet exchanger guna menyamarkan pembelian aset kripto di perusahaan exchanger.
Oleh sebab itu, Ivan Yustiavandana mengimbau masyarakat untuk tidak lagi mudah tergiur dengan berbagai bentuk investasi bodong yang sempat marak.
"Tidak ada investasi yang secara instan bisa menghasilkan keuntungan yang berlimpah. Semua tentu harus melalui mekanisme yang jelas dan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keberhasilan pengelolaan investasinya," ucap Ivan menegaskan.
Ivan memproyeksikan data ini akan terus berkembang mengingat banyaknya transaksi dan dugaan modus oleh pelaku investasi bodong.
Kekinian, PPATK melakukan kembali penghentian sementara transaksi terkait dengan kasus investasi ilegal dengan total saldo sebesar Rp588 miliar pada 345 rekening yang tersebar di 87 penyedia jasa keuangan.
Selain itu, PPATK juga aktif melakukan koordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain terkait dengan aliran dana ke luar negeri dalam jumlah signifikan dari paper company di Indonesia ke perusahaan pemilik platform investasi ilegal di St. Vincent and The Grenadines (negara di Kepulauan Karibia) dengan transaksi sebesar total 7,91 juta Euro (tepatnya 7.916.557 Euro) atau setara dengan Rp123 miliar pada periode 8 September 2020 sampai dengan 28 Desember 2021. (Antara)
Berita Terkait
-
KPK Lanjutkan Operasi 'Memiskinkan' Nurhadi, Hasil Panen Rp1,6 Miliar Disita
-
OJK Minta Mahasiswa Waspada Investasi Ilegal, Banyak Tawarkan Keuntungan Besar
-
OJK Terus Berantas Pergadaian Ilegal, Was-was Jadi Sarang Pencucian Uang
-
Mahfud MD Tantang Menkeu Purbaya Usut Kasus Dugaan Pencucian Uang Rp189 Triliun dalam Impor Emas
-
Jerat Adik Jusuf Kalla Jadi Tersangka, Polri Usut Dugaan Pencucian Uang Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Dosen Merapat! Kemenag-LPDP Guyur Dana Riset Rp 2 Miliar, Ini Caranya
-
Lewat Bank Sampah, Warga Kini Terbiasa Daur Ulang Sampah di Sungai Cisadane
-
Tragis! Lexus Ringsek Tertimpa Pohon Tumbang di Pondok Indah, Pengemudi Tewas
-
Atap Arena Padel di Meruya Roboh Saat Final Kompetisi, Yura Yunita Pulang Lebih Awal
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Nyaris Jadi Korban! Nenek 66 Tahun Ceritakan Kengerian Saat Atap Arena Padel Ambruk di Depan Mata
-
PLN Hadirkan Terang di Klaten, Wujudkan Harapan Baru Warga di HLN ke-80
-
Geger KTT ASEAN: Prabowo Dipanggil Jokowi, TV Pemerintah Malaysia Langsung Minta Maaf
-
88 Tas Mewah Sandra Dewi Cuma Akal-akalan Harvey Moeis, Bukan Endorsement?