Suara.com - Sebagai kepala divisi mamalia pada Museum Australia Selatan, David Stemmer terkadang harus berkutat dengan darah dan jeroan bangkai mamalia terbesar di bumi, yaitu ikan paus.
Namun, dengan senang hati ia melakukannya demi mengubah sesuatu yang buruk rupa menjadi elok di mata dunia.
"Harus punya nyali untuk mengamankan paus besar karena banyak darah di mana-mana," ujar David.
"Kita harus terus bernapas sampai baunya sudah tak lagi tercium," katanya.
Bangkai yang diamankan David ini akan ditempatkan dalam Museum Australia Selatan, yang menyimpan koleksi cetacea terbesar di Australia hingga menarik perhatian peneliti seluruh dunia.
Di sana terdapat setidaknya 38 spesies paus dan lumba-lumba yang disimpan untuk tujuan penelitian. Dari total 1.400 koleksi, 900 di antaranya ada spesimen lumba-lumba.
David mengatakan koleksi tersebut menjadi bahan penelitian dinamika populasi untuk membantu melestarikan mamalia laut dengan mengidentifikasi dan mengurangi campur tangan manusia.
Namun, studi tentang cetacea ukuran besar masih dihadapkan hambatan logistik. Paus seperti ini juga jarang muncul ke permukaan.
"Secara umum, paus besar jauh lebih sulit untuk diteliti karena ukurannya," kata David.
Baca Juga: Kesepian, Ikan Paus Pembunuh Ini Stres karena Terlalu Lama Sendirian
"Kita tidak bisa menyimpan 20 paus biru di museum karena ruangannya tidak cukup sehingga makin sulit juga mempelajarinya."
Untuk bisa meneliti dengan komprehensif, David mengatakan ia perlu lebih banyak peneliti yang bisa memberikan input.
Bagaimana ilmuwan meneliti hewan ukuran besar?
Ilmuwan menggunakan molekul terkecil individu untuk mempelajari hewan ukuran besar.
"Banyak penelitian memakai molekul untuk meneliti genetika," ujar David.
"[Contohnya], untuk paus balin, kita bisa mengambil sampel balin untuk isotop.
"Mereka punya semacam rambut, keratin, yang tumbuh sehingga kita bisa mengambil sampelnya dari kulit paus tersebut dan mengekstrasi jejak isotop dari seluruh fase kehidupannya karena area berbeda punya jejak isotop berbeda juga."
Ia mengatakan penyimpanan dan pembekuan paus ini dibantu oleh pelaku industri perikanan, seperti misalnya peneliti dari Amerika Serikat.
Pembatasan di tengah pandemi namun turut menghambat proses ini.
"Sebelum COVID, kami selalu menerima kunjungan dari orang yang mempelajari koleksi ini karena masalah dengan cetacea adalah ukurannya yang besar membuatnya sulit dikirim ke seluruh dunia," ujar David.
Tim David terpaksa harus menunggu peneliti paus balin dari AS tersebut untuk bisa berangkat dan membantu membedah paus kanan kerdil langka dari Port Lincoln.
"Kami mengambil paus ini secara utuh dan meletakkannya di freezer," katanya.
"
"Kami menyimpannya di freezer sampai peneliti AS bisa datang untuk membedah paus bersama. Menyenangkan ini."
"
Ia mengatakan mereka harus menyewa pembajak sangat besar untuk memindahkan paus dari pantai "sehingga bisa disimpan". Bangkai ini juga jadi makanan hiu.
Bila tidak memungkinkan, tim David biasanya hanya mengambil sampel dari paus yang hendak diteliti.
Proses transformasi bangkai
Spesimen dalam ukuran kecil ditempatkan dalam penampung maserasi yang direndam air panas untuk membusukkan daging agar terlepas dari tulang. Proses ini memakan waktu berbulan-bulan.
"Kami juga punya tangki beton dengan ukuran kolam renang yang dapat menampung 35.000 liter," kata David.
"Di sini kami meletakkan paus besar namun tangkinya tidak dipanaskan, sehingga kami bergantung pada musim panas supaya mamalia ini membusuk dengan sendirinya."
David suka memberikan "hidup baru" bagi paus.
"Rasanya seperti memberikan kesempatan kedua bagi makhluk agung ini dengan saya pergi ke pantai, mengambil bangkainya, dan mengubahnya menjadi kerangka cantik untuk disimpan [di museum]," ujarnya.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris
Berita Terkait
-
Aroma yang Bercerita: Seni Meracik Parfum Ala Perfumer Indonesia
-
Mengapa Regulasi, Ahli Gizi, dan Hak Anak Penting Untuk Memperkuat MBG?
-
Rivan Nurmulki Resmi Gabung Klub Thailand Diamond Food VC, Reuni dengan Eks Rekan Liga Jepang
-
Resmi! Ini Pelatih Timnas Indonesia
-
OPEC Tahan Produksi, Harga Minyak Dunia Langsung Melesat 1 Persen
Terpopuler
- 8 Sepatu Skechers Diskon hingga 50% di Sports Station, Mulai Rp300 Ribuan!
- Cek Fakta: Jokowi Resmikan Bandara IMIP Morowali?
- Ramalan Shio Besok 29 November 2025, Siapa yang Paling Hoki di Akhir Pekan?
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Foot Locker
- 3 Rekomendasi Sepatu Lari Hoka Terbaik Diskon 70 Persen di Foot Locker
Pilihan
-
Jejak Sunyi Menjaga Tradisi: Napas Panjang Para Perajin Blangkon di Godean Sleman
-
Sambut Ide Pramono, LRT Jakarta Bahas Wacana Penyambungan Rel ke PIK
-
Penjarahan Beras di Gudang Bulog Sumut, Ini Alasan Mengejutkan dari Pengamat
-
Kids Dash BSB Night Run 2025 Jadi Ruang Ramah untuk Semua Anak: Kisah Zeeshan Bikin Terharu
-
Profil John Herdman, Pesaing Van Bronckhorst, Calon Pelatih Timnas Indonesia
Terkini
-
Detik-detik Menegangkan Kebakaran RS Pengayoman Cipinang: Alarm 'Meraung', 28 Pasien Dievakuasi
-
Hikmah Surat Ad-Dhuha di Sel Gelap, Titik Balik Eks Dirut ASDP yang Merasa Ditinggal Tuhan
-
KPK Bantah Tuduhan Penggelapan Aset Rp 600 Miliar: Balik Sorot Dugaan Pemalsuan Dokumen Sitaan
-
Cegah Penjarahan Meluas, Polda Sumut Kerahkan Brimob di Minimarket hingga Gudang Bulog!
-
BMKG Lakukan Modifikasi Cuaca di Tiga Provinsi Sumatera untuk Amankan Penyaluran Bantuan Banjir
-
Bahlil Perintahkan Kader Golkar Turun Langsung ke Lokasi Bencana Aceh, Sumut, dan Sumbar
-
Kapolri Kerahkan Kekuatan Penuh: Buka Jalur Terisolasi di Aceh, Sumut, Sumbar
-
Detik-detik Gudang Logistik RS Pengayoman Cipinang Terbakar, 28 Pasien Dievakuasi
-
PBB Sebut Jakarta Kota Terpadat Dunia, Rano Karno Curiga Ada Jebakan Aglomerasi?
-
Kirim Bantuan Skala Besar untuk Korban Bencana Sumatra, Pemprov DKI Pakai KRI dan Helikopter