Suara.com - Tak kunjung mendapat keadilan atas kerusuhan 27 Juli atau Kudatuli 1996, massa yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menggeruduk kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu (20/7/2022). Mereka menilai rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM pada 12 Oktober 1996, tiga bulan setelah peristiwa itu terjadi, tak mampu memberikan rasa keadilan bagi para korban.
Ribka Tjiptaning perwakilan massa yang juga anggota DPR RI mengatakan, 26 tahun setelah Komnas HAM mengeluarkan rekomendasinya, dalang di balik peristiwa itu tak kunjung terungkap.
Karenanya mereka mendatangi Komnas HAM. Ribka sendiri melakukan audiensi dengan Komisioner Komnas HAM.
"Ketika rekomendasi itu keluar tapi itu hanya ecek-eceknya lah. Dalang sendiri belum ada satu pun yang tertangkap. Iya termasuk poin itu utama yang di-obrolin," kata Ribka kepada wartawan di Komnas HAM, Rabu (20/7/2022).
Politikus PDIP itu mengatakan, setelah melakukan audiensi, Komnas HAM berjanji bakal berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo.
"Kami sudah sampaikan keluhan dan tuntutan kami. Sudah 26 tahun kasus 27 Juli yang belum juga tuntas. Komnas HAM cukup menghargai kita, sudah menerima kami," jelasnya.
Berdasarkan pantauan Suara.com, massa aksi yang menuntut penuntasan kasus Kudatuli itu mencapai puluhan orang.
Mereka berada di Komnas HAM pada pukul 14.30 WIB. Berunjuk rasa mereka membawa spanduk besar bertuliskan, '26 Tahun Menolak Lupa, Tragedi Berdarah 27 Juli 1996.'
Dalam rilisnya mereka mencatat dua poin penting rekomendasi dari Komnas HAM pada 12 Oktober 1996, di antaranya:
Baca Juga: Datangi Komnas HAM, Korban Tragedi Kudatuli Sebut Nama SBY
- Pengambilalihan yang disertai tindak kekerasan terhadap Gedung Skretariat DPP. PDI di Jln. Diponegoro No. 58, Jakarta Pusat, berlangsung pada kurang lebih jam 06.15 hingga 09.15 pagi hari, yang dilakukan oleh DPP PDI Kongres Medan dan kelompok pendukungnya bersama-sama dengan Aparat Keamanan sebagai tindakan melibatkan pemerintah dan aparatur keamanan yang berpihak secara berlebihan.
- Kerusuhan sosial berupa perusakan, pembakaran dan penghancuran barang-barang milik umum dan pribadi secara serentak di beberapa wilayah sekitar jalan-jalan Diponegoro, Salemba, Proklamasi, Kramat Raya dan Senen, berlangsung kurang lebih jam 11.00 pagi hingga melewati jam 23.00 malam hari itu, oleh Komnas HAM dipandang sebagai efek penggunaan kekerasan dari peristiwa pengambilalihan gedung Sekretariat DPP PDI.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
Kejagung Pastikan Silfester MatuniaTerpidana Kasus Fitnah Jusuf Kalla Jadi Target Operasi
-
Pasar Barito Digusur, Pedagang Dipindahkan ke Lenteng Agung: Begini Janji Manis Pemprov DKI
-
Sidang Praperadilan Delpedro Marhaen: Hakim Tunda Putusan Hingga Pukul 2 Siang
-
Heboh WN Israel Punya KTP Cianjur, Dedi Mulyadi Cecar Sang Bupati
-
Komjak Ultimatum Kajari Jaksel: Eksekusi Silfester Matutina Sekarang, Jangan Tunda Lagi!
-
IPB Bahas Masa Depan Kawasan Puncak: Antara Lestari dan Laju Ekonomi
-
Rumah Digeledah, ASN Kemenaker RJ Dipanggil KPK: Ada Apa dengan Kasus RPTKA?
-
Rayakan HLN ke-80, PLN Wujudkan Akses Listrik Gratis bagi Warga Pra Sejahtera di Bali
-
Tok! Gugatan Praperadilan Khariq Anhar Ditolak PN Jaksel, Ini Alasan Hakim Sulistyo
-
Biar Talas dan Sagu Tak Dianggap Makanan Kelas Bawah, Mendagri Minta Daerah Gandeng Ahli Kuliner