Suara.com - Polisi Indonesia membantah sejumlah tuduhan terkait kematian seorang aktivis transgender asal Universitas Harvard yang meninggal setelah ditangkap saat sedang berbulan madu di Bali.
Menurut penuturan keluarganya dalam sebuah pernyataan di Instagram hari Minggu (21/08) lalu, Rodrigo Ventocilla yang berusia 32 tahun dari Peru ditahan oleh polisi bea cukai ketika dia tiba bersama suami barunya yang juga orang Peru.
Dalam pernyataan tersebut, pihak keluarga juga menuduh otoritas Bali melakukan "kekerasan polisi ... diskriminasi rasial dan transfobia."
"Supaya mereka bebas, polisi menuntut sejumlah uang yang angkanya terus naik setiap jamnya, mulai dari $13.000 ke $100.000," tambah pihak keluarga.
Seorang juru bicara kepolisian Bali mengatakan kepada Reuters bahwa Rodrigo tengah diperiksa atas dugaan pelanggaran kepemilikan narkoba setelah adanya produk dugaan berasal dari ganja ditemukan di bagasinya.
Sebelumnya, organisasi berjaringan internasional, the Network of LGBTI Litigants of the Americas, mengatakan Rodrigo diresepkan ganja medis untuk kesehatan mentalnya.
Ganja medis masih illegal di bawah hukum Indonesia.
Dua hari setelah dia ditangkap, Rodrigo dilarikan ke rumah sakit setelah muntah-muntah dan kondisinya memburuk.
Ia meninggal dunia pada 11 Agustus karena "kegagalan fungsi organ tubuh", kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto.
Baca Juga: Viral Mahasiswa Ngaku Dirinya Non Biner, Apa Bedanya dengan Transgender dan Interseks?
Stefanus mengatakan Rodrigo jatuh sakit setelah menelan obat yang bukan bagian dari barang yang disita polisi.
Keluarga Rodrigo Ventocilla mengatakan mereka tidak tahu penyebab kematiannya, tetapi mengatakan bahwa Rodrigo tidak diberi akses ke pembelaan hukum dan informasi.
Selain membantah adanya kasus kekerasan pada kantor berita Reuters, kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto juga membantah sejumlah tuduhan terhadap polisi terkait kasus kematian Rodrigo.
"
“Tidak benar terkait hal itu dan tidak ada polisi meminta uang,” ujarnya.
"
“Waktu proses awal penyidikan, [Rodrigo] sudah didampingi oleh pengacara yang ditunjuk oleh Polri, karena setiap tersangka harus didampingi oleh pengacara, yaitu saudara Edward dan kawan-kawan,” tambah Kombes Stefanus Setianto.
“Pasangannya, yaitu Sebastian, diizinkan untuk mendampingi atau menemani tersangka dalam menjalani proses awal penyidikan.”
Mahasiswa dan fakultas di Harvard Kennedy School, tempat Rodrigo Ventocilla belajar, menggaungkan seruan keluarga untuk penyelidikan lebih dalam, seperti yang dilaporkan surat kabar Harvard Crimson.
Menurut Harvard Crimson, Rodrigo Ventocilla adalah salah satu pendiri organisasi hak-hak trans Peru Diversidades Trans Masculinas dan sedang mengejar gelar master dalam administrasi publik.
Kementerian Luar Negeri Peru mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Rabu bahwa pihaknya telah meminta pihak berwenang Indonesia untuk secara ketat mengikuti "hak asasi kedua warga negaranya" tetapi menambahkan bahwa penahanan asli "tidak sesuai dengan tindakan diskriminasi rasial atau transfobia.”
Keluarga Rodrigo meminta kementerian luar negeri Peru untuk melakukan penyelidikan yang lebih menyeluruh.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri RI menyatakan belum ada komunikasi dengan perwakilan Peru mengenai kematian Rodrigo Ventocilla dan menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian.
"Saya membaca di media massa, hal ini dikaitkan dengan dugaan penyelundupan narkotika, dengan demikian ada proses yang ditangani pihak kepolisian. Mengenai hal apa yang menyebabkan meninggalnya WNA tersebut, akan lebih baik ditanyakan pada pihak kepolisan," kata Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah saat jumpa pers virtual, Kamis (25/08) kemarin.
Berita Terkait
-
Donald Trump 'Usir' Mahasiswa China yang Kuliah di Amerika Serikat?
-
Isa Zega Tolak Salat Berjamaah Gara-Gara Imam Perempuan di Lapas, Identitas Sebenarnya Mulai Terungkap
-
Syarat Berat! Begini Cara Pasukan Transgender AS Agar Tak Dipecat
-
AS Resmi Lakukan Pemisahan Anggota Militer Transgender, Larang Rekrutmen Baru
-
Larangan Transgender di Militer AS: Kontroversi Trump Berlanjut
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
Terkini
-
Wahyudin Moridu Ternyata Mabuk saat Ucap 'Mau Rampok Uang Negara', BK DPRD Gorontalo: Langgar Etik!
-
Indonesia di Ambang Amarah: Belajar dari Ledakan di Nepal, Rocky Gerung dan Bivitri Beri Peringatan!
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!