Suara.com - Nama Surya Darmadi sempat menghebohkan masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, sosok pengusahan itu dilaporkan telah melakukan korupsi terbesar di Indonesia sampai membuat rugi negara Rp 78 triliun.
Aksi Surya Darmadi yang merugikan perekonomian negara itu dipicu karena bisnis perkebunan kelapa sawit yang dilakukan perusahaannya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau selama 18 tahun, tepatnya sejak tahun 2004 hingga 2022.
Namun, baru-baru ini jumlah kerugian negara karena kasus Surya Darmadi berubah menjadi Rp 104 triliun. Tak hanya itu, Kejaksaan Agung juga beberapa kali mengungkap nominal berbeda terkait jumlah kerugian negara di kasus Surya Darmadi.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, hal itu pun membuat sejumlah pihak mulai mempertanyakan akurasi dan dasar perhitungan. Salah satu keheranan datang dari Pengamat Tindak Pidana Pencucian Uang, Yenti Garnasih.
Yenti menyarankan Kejaksaan Agung sebaiknya tidak tergesa-gesa menyebut nominal kerugian negara. Pasalnya, kerugian negara itu terbagi dua, yakni kerugian keuangan negara dan perekonomian negara karena korupsi itu.
Yenti pun menyayangkan klausul ‘potensi kerugian negara’ dihilangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, menurutnya yang terpenting di awal adalah menghitung potensi kerugian negara, bukan perhitungannya.
“Jadi ada kondisi kerusakan lahan atau potensi-potensi yang dihitung kerusakan tanah karena ditanami sawit itu harus ada dana reboisasi," ujar mantan Panitia Seleksi Pimpinan KPK itu kepada wartawan, Kamis (6/10/2022).
"Saya berpikir, sayang sekali pada waktu potensi kerugian negara dihilangkan oleh MK. Harusnya potensi, ngitung itu nanti yang penting ada potensi kerugian negara sudah cukup,” lanjutnya.
Dalam laporan terakhir, Surya disebut merugikan negara sebesar Rp 86,5 triliun. Jumlah ini berbeda ketika Surya Darmadi pertama ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rp 78 triliun.
Baca Juga: BIG KASUS! Dinilai Tak Transparan, SPI Rp 10 Juta Sampai Rp 150 Juta Per Mahasiswa
Selanjutnya selama perkembangannya, Kejaksaan Agung juga sempat mengumumkan bahwa jumlah kerugian negara yang timbul di kasus Surya Darmadi sebesar Rp 104 triliun.
Yenti pun menyebut proses sidang sebaiknya juga membuka siapa saja yang terlibat. Tak terkecuali jika memang ada penyerobotan lahan dan hak guna hutannya tidak beralih sama sekali, maka ada pembiaran.
“Kemudian, penghitungan-penghitungan saya dengarkan dari ahlinya ternyata ada, kita harus melek hukum juga bahwa kalau ada seperti ini, lingkungan dirusak, pemulihan hak atas hutan itu kondisi tanahnya harus kembali semula. Itu dihitung, reboisasinya berapa?" terang Yenti.
"Setelah diuntungkan, berapa keuntungan yang ada itu harus disita dan itu digunakan apa aliran TPPU. Katanya ada 18 ahli yang akan dihadirkan di sidang, bukan hanya ahli korupsi dan TPPU. Tapi ada ahli dari BPKP, ahli kehutanan, dan ahli lingkungan,” sambungnya.
Jika ada oknum yang melakukan perbuatan melawan hukum, lanjut Yenti, kemudian ada orang diuntungkan baik dirinya atau orang lain, itu pasti menimbulkan kerugian negara.
“Karena ditulis harus ada kerugian negara, jadi harus dihitung dan perhitungan itu memperlama (proses hukum). Jadi menurut saya, hitung-hitungannya seperti itu kita kawal saja. Awalnya berapa? Sekarang berapa?" tanya Yenti.
Berita Terkait
-
BIG KASUS! Dinilai Tak Transparan, SPI Rp 10 Juta Sampai Rp 150 Juta Per Mahasiswa
-
Polisi Tangkap Oknum Guru Maling Dana Bos di Sleman, Negara Alami Kerugian Lebih Dari Rp200 Juta
-
Pengakuan Oknum Guru di Sleman yang Maling Dana BOS, Tahunya Itu Hak Mereka
-
Persekongkolan Jahat Dua Guru di Sleman yang Tega Maling Dana BOS, Dana Disunat Perlahan hingga Pakai Kuitansi Fiktif
-
Kasus Korupsi Impor Garam, Mantan Menteri Susi Pudjiastuti Diperiksa Kejagung
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Dana Transfer dari Pusat Dipangkas Rp15 Triliun, Pramono Sebut Anggaran KJP-KJMU Tetap Aman
-
Prediksi Cuaca Hari Ini 7 Oktober 2025: Waspada Hujan Lokal di Sejumlah Kota
-
Melengos Tak Disalami, Heboh SBY Cueki Kapolri Listyo Sigit di HUT TNI, Publik Curigai Gegara Ini!
-
Dipotong Rp15 Triliun, Jakarta Alami Pemangkasan Dana Transfer dari Pusat Paling Besar
-
KPK Pulangkan Alphard yang Disita dari Eks Wamaneker Noel, Kok Bisa?
-
Prabowo Singgung Kerugian Tambang Ilegal Rp300 Triliun, Gestur Bahlil Colek Rosan Jadi Sorotan!
-
Perkara Diklakson, Anggota Ormas Gebuki Warga di Kramat Jati: Dijenggut, Diseret hingga Bonyok!
-
Menkeu Purbaya Temui Pramono di Balai Kota, Apa yang Dibahas?
-
Keuntungan PAM JAYA jika Berubah Status Perseroda, Salah Satunya Ini!
-
Kemenpar Gelar SEABEF 2025, Forum Perdana Bahas Industri Event Asia Tenggara dan Tantangannya