Suara.com - Iran akhirnya membubarkan unit polisi moral di negara itu setelah didemo selama hampir tiga bulan menyusul tewasnya Mahsa Amini usai ditangkap karena dianggap melanggar aturan memakai hijab.
Dalam sebuah acara pada Minggu (4/12), Jaksa Agung Mohammad Jafar Montazeri mengumumkan bahwa polisi moral Iran, yang bertugas menegakkan aturan berpakaian Islami di negara itu, dibubarkan.
Akan tetapi, saluran televisi pemerintah Al-Alam menyebut media asing menggambarkan komentar Montazeri seolah "Republik Islam mundur dari masalah jilbab dan kesopanan dan dipengaruhi kerusuhan baru-baru ini".
Al-Alam menyebut, "Tidak ada pejabat Republik Islam Iran yang mengatakan bahwa polisi moral telah ditutup."
Iran telah menghadapi aksi protes berbulan-bulan atas kematian seorang perempuan muda, Mahsa Amini, setelah ditahan oleh polisi moral karena diduga melanggar aturan ketat berhijab.
Montazeri sedang menghadiri sebuah konferensi agama ketika dia ditanya apakah polisi moral dibubarkan.
“Polisi moral tidak ada hubungannya dengan peradilan dan telah ditutup dari tempat mereka dibentuk,” kata Montazeri.
Polisi moral berada di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri Iran, bukan oleh lembaga peradilan.
Pada Sabtu (03/12), Montazeri juga mengatakan kepada parlemen Iran bahwa undang-undang yang mewajibkan perempuan mengenakan jilbab akan ditinjau.
Namun, kalaupun polisi moral ditutup, bukan berarti undang-undang yang telah berlaku selama puluhan tahun itu akan diubah.
Aksi protes yang dipimpin oleh para perempuan Iran sejak kematian Amini pada 16 September lalu, telah dilabeli sebagai aksi “kerusuhan” oleh pihak berwenang.
Amini meninggal dunia tiga hari setelah dia ditangkap oleh polisi moral di Teheran.
Kematiannya memicu aksi-aksi protes yang diwarnai oleh kekerasan, lalu diikuti oleh isu-isu lainnya seperti ketidakpuasan atas kemiskinan, pengangguran, ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan korupsi.
‘Revolusi lah yang kami miliki’
Jika pembubaran polisi moral itu dikonfirmasi pemerintah Iran, keputusan tersebut diduga dilakukan untuk meredam amarah publik.
Tetapi, tidak ada jaminan bahwa pembubaran polisi moral cukup untuk menghentikan aksi protes yang diwarnai aksi bakar hijab oleh para pengunjuk rasa.
“Hanya karena pemerintah memutuskan membubarkan polisi moral, bukan berarti protes berakhir,” kata seorang perempuan Iran kepada program Newshour BBC World Service.
“Bahkan pemerintah mengatakan hijab adalah pilihan pribadi pun tidak cukup. Orang-orang tahu bahwa Iran tidak memiliki masa depan di tangan pemerintah yang berkuasa saat ini.”
“Kami akan melihat lebih banyak orang dari berbagai faksi masyarakat Iran, baik moderat maupun tradisional, bersuara mendukung perempuan untuk mendapatkan lebih banyak hak mereka kembali,” kata perempuan itu.
Sedangkan perempuan lainnya mengatakan, “Kami, para pengunjuk rasa, tidak peduli lagi dengan jilbab. Kami telah bepergian tanpa itu selama 70 tahun terakhir.”
“Sebuah revolusi adalah apa yang kami miliki. Hijab hanyalah titik awalnya dan kami tidak menginginkan apapun selain kematian diktator dan perubahan rezim.”
Iran mendirikan berbagai bentuk “polisi moral” sejak Revolusi Islam 1979, tetapi polisi moral yang dikenal secara resmi sebagai Gasht-e Irsyad menjadi badan utama yang bertugas menegakkan kode etik Islam Iran.
Mereka mulai berpatroli pada 2006 untuk menegakkan aturan berpakaian, yang juga mewajibkan perempuan memakai pakaian panjang dan melarang celana pendek, jins robek, atau menggunakan pakaian lain yang dianggap tidak sopan.
Berita Terkait
-
Warga Iran Rayakan Kemenangan Amerika Serikat atas Negaranya di Piala Dunia 2022, Apa Alasannya?
-
Keluarga Timnas Iran yang Berlaga di Piala Dunia 2022 Terima Ancaman Rezim
-
Enggan Dibungkam, Suporter Iran Tunjukkan Dukungan atas Kasus Mahsa Amini di Piala Dunia 2022
-
Pengunjuk Rasa Asal Iran Dikonfrontasi saat Laga Lawan Wales
-
Pemain Iran Nyanyikan Lagu Kebangsaan Mereka
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
Terkini
-
PVRI: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Tanda Kembalinya Bayang-Bayang Orde Baru?
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Dosen Merapat! Kemenag-LPDP Guyur Dana Riset Rp 2 Miliar, Ini Caranya
-
Lewat Bank Sampah, Warga Kini Terbiasa Daur Ulang Sampah di Sungai Cisadane
-
Tragis! Lexus Ringsek Tertimpa Pohon Tumbang di Pondok Indah, Pengemudi Tewas
-
Atap Arena Padel di Meruya Roboh Saat Final Kompetisi, Yura Yunita Pulang Lebih Awal
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Nyaris Jadi Korban! Nenek 66 Tahun Ceritakan Kengerian Saat Atap Arena Padel Ambruk di Depan Mata
-
PLN Hadirkan Terang di Klaten, Wujudkan Harapan Baru Warga di HLN ke-80
-
Geger KTT ASEAN: Prabowo Dipanggil Jokowi, TV Pemerintah Malaysia Langsung Minta Maaf