Suara.com - Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan (Tanduk) bersama para keluarga korban gagal ginjal akut progesif Atipikal (GGAPA) mendatangi gedung Ombudsman pada Jumat (23/12/2022). Kedatangan mereka untuk beraudiensi dengan pimpinan Ombudsman RI dalam kasus dugaan maladministrasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas peredaran obat sirup beracun.
Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menyampaikan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan secara intensif terkait kasus ini. Terhadap audiensi hari ini, Najih menyebut bahwa bahan-bahan tambahan yang disampaikan oleh Tim Tanduk diharapkan bisa menebalkan materi dalam kasus gagal ginjal akut.
Najih menyampaikan, proses yang kini berjalan di Ombudsman RI masih di tahap monitoring atas tindakan korektif Kemenkes dan BPOM. Ombudsman pun berharap, agar tindakan korektif itu agar direspons pemerintah lebih aktif.
"Pada tahap ini, kami masih di tahap monitoring terhadap tindakan korektif yang kami berikan kepada dua terkait Kementerian Kesehatan, BPOM dan yang lain. Serta pada intinya bahwa kami mengharapkan kepada tindakan korektif kepada pemerintah agar merespon lebih aktif kepada isu ini," kata Najih di kantor Ombudsman RI.
Dalam audiensi tersebut, Tanduk juga meminta agar kasus gagal ginjal akut yang menyasar anak kecil ini ditingkatkan statusnya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Ombudsman RI pun akan menyampaikan desakan tersebut kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
"Ini kami usahakan dan juga sampaikan kepada pihak terkait agar penyelenggaaran pelayanan publik di bidang kesehatan yang dirasakan oleh masyarakat bahwa ini responnya kurang cepat dan kurang tanggap," jelas dia.
Anggota Tanduk Muhammad Ridho menambahkan, para keluarga korban hingga saat ini masih dinaungi oleh ketidakpastian. Dia pun berharap ada proses yang cepat dari pemerintah untuk segera menetapkan status KLB dalam kasus ini.
"Kami harap rekomendasi tersebut itu keluar sehingga ada proses cepat dari pemerintah adanya KLB tersebut," beber Ridho.
Anggota Tanduk lainnya, Julius Ibrani mengatkan, hingga kini korban masih terus bertambah. Namun, penanganan yang maksimal hingga pemulihan bagi para korban tak kunjung ada.
Atas hal itu, Julius berpendapat bahwa status KLB menjadi sangat relevan. Sebab, jika status KLB tak kunjung ditetapkan, artinya pemerintah menghindar dari tanggung jawab dan proses penanganan akan terus menurun.
"Artinya, status yang luar biasa yang harus ditegaskan melalui KLB. Karena jika tidak, maka apa yang dilakukan pemerintah justru selain menghindari dari pertangggung jawaban, penanganan akan semakin menurun," ucap Julius.
Sebelumnya, Ombudsman RI menyebut Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito diduga melakukan penyimpangan prosedur soal pengawasan obat sirop yang berkaitan dengan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.
Hal itu disampaikan, Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng berdasarkan rangkaian investigasi yang dilakukan lembaganya.
"Bahwa dalam penanggulangan kasus GGAPA pada anak dan pengawasan obat sirop telah terjadi dugaan penyimpangan prosedur dan tindakan tidak kompeten yang dilakukan baik oleh Menkes dan Kepala BPOM," kata Robert dalam konferensi pers daring pada Kamis (15/12/2022).
Ombudsman menyatakan Menkes melakukan maladministrasi dengan tidak menetapkannya kasus GGAPA pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Selain itu, Ombudsman juga berpendapat, telah terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Menkes dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit (pendataan dan pencatatan) dan surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak.
Sementara BPOM, disebut melakukan maladministrasi berupa tidak kompetennya mereka dalam memastikan Farmakovigilans.
"Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat," jelasnya.
Ombudsman turut menyoroti kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum BPOM, dalam merespons secara cepat peringatan WHO bahaya cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang terkandung pada obat sirop.
"Hal ini mengakibatkan bertambahnya korban jiwa disebabkan GGAPA pada anak," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
Terkini
-
Komplotan Begal 7 Kali Beraksi di Jakarta Nyamar Debt Collector, Korbannya 'Dibuang' ke Flyover!
-
Aksi Culas Bos Pangkalan Elpiji Terbongkar, Oplos Tabung Gas hingga Raup Rp70 Juta Saban Bulan
-
Singgung Sorotan Negatif Program MBG di Media Sosial, DPR Desak Pemulihan Kepercayaan Publik
-
Dapur MBG Penyebab Keracunan di SDN Gedong Tak Bersertifikat, Komnas PA Tuntut Tanggung Jawab Hukum
-
Anggota DPR Desak 'Rebranding' Program Makan Bergizi: 'Gratis'-nya Dihapus, Konotasinya Negatif
-
22 Siswa SDN 01 Gedong Diduga Keracunan MBG, Pramono Anung Enggan Berkomentar
-
Tinjau Langsung Ponpes Al Khoziny yang Ambruk, Begini Pesan Menag Nasaruddin Umar
-
Marak Kasus Keracunan, Komnas PA Tolak Guru Jadi Bahan Uji Coba Sampel MBG
-
Gelar Aksi di Monas, Ibu-Ibu Kritik MBG: 8.649 Anak Keracunan Bukan Sekadar Angka Statistik!
-
Respons Krisis MBG, Menkes 'Potong Birokrasi', Gandeng Mendagri untuk Fast-Track Sertifikat Higienis