Suara.com - Nama Airlangga Hartarto yang digadang-gadang menjadi bakal calon presiden (capres) Golkar hingga saat ini masih belum bisa menyaingin nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
Merespons hal tersebut, Politisi Partai Golkar Maman Abdurrahman menyatakan tidak masalah dengan hal tersebut. Bahkan, jika banyak kader Golkar yang mendukung Ganjar Pranowo menjadi bakal capres. Menurutnya yang penting hari ini adalah dukungan partai terhadap sejumlah nama capres yang muncul.
"Jadi, sekarang mau bilang Ganjar Pranowo surveinya 100 persen, Anies 1.000 persen, Prabowo 500 persen, kalau enggak ada dukungan partai, bagaimana?" katanya seperti dikutip Warta Ekonomi-jaringan Suara.com.
Ia mengemukakan hal tersebut menanggapi survei yang dilakukan Charta Politica pada Jumat (23/12/2022). Dari survei yang dilakukan Charta Politika, Ganjar Pranowo dipilih sekitar 42,8 persen responden untuk menjadi presiden selanjutnya.
Menurut hasil survei Charta Politika Indonesia, pemilih PDIP, Golkar, dan PPP dominan mendukung Ganjar Pranowo sebagai presiden. Tercatat sejumlah 68,3 persen pemilih PDIP mendukung Ganjar menjadi presiden. Kemudian, 37,3 persen pemilih Partai Golkar dan 27,8 persen pemilih PPP.
Maman mengemukakan, jika hasil survei tersebut sangat bergantung pada banyak faktor.
"Pemetaan survei tentunya banyak banget faktor-faktor," katanya.
Ia juga menilai hasil survei merupakan persepsi publik dan hanya menjadi salah satu referensi saja. Namun, dia bersikukuh pegangan Partai Golkar dalam mengusung calon presiden, yaitu dukungan partai.
"Selesai. Enggak kurang enggak lebih," ujarnya.
Baca Juga: Charta Politika yang Sebut Era Jokowi Lebih Baik dari SBY Dituding Beri Survei Keliru
Tak hanya itu, Maman menyatakan elektabilitas hasil lembaga survei merupakan syarat non-formal untuk memutuskan calon presiden.
"Jadi bagi kami, hasil survei terhadap ketua umum merupakan suatu proses dan dinamika berpolitik di Indonesia," tuturnya.
Meski demikian, Maman menilai hasil tersebut juga harus dihargai dan dihormati.
"Akan tetapi, belum tentu dan tidak bisa dijadikan sebagai rujukan saja dalam mengambil keputusan. Jadi, saya pikir sesederhana itu saja," kata dia.
Dia mengatakan aspek formal, yakni persyaratan presidential threshold 20 persen, lebih penting untuk dipikirkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Pengamat Pendidikan Sebut Keputusan Gubernur Banten Nonaktifkan Kepsek SMAN 1 Cimarga 'Blunder'
- Biodata dan Pendidikan Gubernur Banten: Nonaktifkan Kepsek SMA 1 Cimarga usai Pukul Siswa Perokok
- 6 Shio Paling Beruntung Kamis 16 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
Pilihan
-
Prabowo Mau Beli Jet Tempur China Senilai Rp148 Triliun, Purbaya Langsung ACC!
-
Menkeu Purbaya Mulai Tarik Pungutan Ekspor Biji Kakao 7,5 Persen
-
4 Rekomendasi HP 2 Jutaan Layar AMOLED yang Tetap Jelas di Bawah Terik Matahari
-
Patrick Kluivert Bongkar Cerita Makan Malam Terakhir Bersama Sebelum Dipecat
-
Dear PSSI! Ini 3 Pelatih Keturunan Indonesia yang Bisa Gantikan Patrick Kluivert
Terkini
-
PKS Siap Perkuat Bela Negara, Tawarkan Kerja Sama Pelatihan Komcad dengan Kemenhan
-
Mensesneg Ungkap Garuda hingga Pertamina Berpotensi Dipimpin WNA
-
SNDC Indonesia Belum Diserahkan Jelang COP30, Apa yang Sebenarnya Dipertimbangkan Pemerintah?
-
Di Sidang Praperadilan, Kuasa Hukum Persoalkan Delpedro Tak Pernah Diperiksa sebagai Calon Tersangka
-
Kejutan di Kemhan: Ucapan Ultah Prabowo dari Sjafrie dan Petinggi PKS! Ada Apa?
-
Deforestasi Dunia Naik Lagi: Kenapa Indonesia Ikut Kembali Jadi Sorotan?
-
Penasihat Hukum Pertanyakan Penetapan Tersangka Delpedro: Dalam Sehari Bisa Dapat Dua Alat Bukti?
-
Ojol Ditusuk di Radio Dalam saat Angkut Penumpang Gelap, Motifnya Masih Misterius!
-
BGN Sajikan Nasi Goreng Telur Spesial HUT ke-74 Presiden Prabowo kepada Siswa
-
Mensesneg: Kalau Butuh Skill dari WNA untuk Pimpin BUMN, Kenapa Tidak?