Suara.com - Lima organisasi non-pemerintah ternama ditangguhkan beroperasi di Afghanistan setelah perempuan dilarang bekerja untuk mereka oleh Taliban.
LSM Care International, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), dan Save the Children mengatakan mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaan mereka "tanpa staf perempuan kami".
Adapun Komite Penyelamat Internasional (IRC) juga menyudahi pelayanan mereka, sedangkan Islamic Relief berkata harus menghentikan sebagian besar aktivitasnya.
Seperti diketahui, setelah Afghanistan kembali dikuasai Taliban hak-hak perempuan terus menerus ditekan.
Aturan terbaru mengenai LSM terbit hanya beberapa hari setelah Taliban melarang perempuan masuk universitas.
Juru bicara Kementerian Ekonomi Taliban, Abdel Rahman Habib, menuding perempuan yang bekerja untuk lembaga bantuan asing melanggar aturan berpakaian dengan tidak mengenakan jilbab.
Taliban kemudian mengancam untuk membatalkan izin organisasi non-pemerintah manapun yang tidak mematuhi aturan tersebut.
Sejumlah organisasi bantuan telah bersuara menuntut agar perempuan dibolehkan untuk terus bekerja dengan mereka.
Pimpinan LSM Care Internasional, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), dan Save the Children mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa organisasi "tidak akan bisa menjangkau jutaan warga Afghanistan yang membutuhkan sejak Agustus 2021" jika bukan karena staf perempuan mereka.
"Sementara menunggu kejelasan mengenai pengumuman ini, kami menangguhkan program-program kami. Kami juga meminta warga, baik laki-laki maupun perempuan, secara setara dapat terlibat dalam terus memberi bantuan di Afghanistan," demikian pernyataan bersama tersebut.
Secara terpisah, Komite Penyelamat Internasional (IRC)—yang mempekerjakan 3.000 perempuan di seluruh Afghanistan—berkata kemampuan lembaga ini menyalurkan pelayanan bergantung pada "staf perempuan di semua tingkat organisasi kami" dan jika perempuan tidak bisa dipekerjakan, mereka tidak bisa memberikan bantuan "kepada yang membutuhkan".
Islamic Relief juga menuturkan pihaknya telah mengambil "keputusan sulit untuk menghentikan sementara kegiatan non-penyelamatan nyawa di Afghanistan" termasuk proyek yang mendukung keluarga miskin untuk mencari nafkah, serta pendidikan dan beberapa program perawatan kesehatan.
Namun demikian, pekerjaan terkait dengan perawatan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa, akan terus dilanjutkan.
"Islamic Relief menyerukan kepada otoritas Afghanistan untuk segera mencabut larangan perempuan bekerja di LSM," kata organisasi ini.
"Larangan tersebut akan berdampak parah bagi situasi kemanusiaan dari jutaan perempuan, pria, dan anak-anak yang rentan di seluruh negeri. Kami kecewa bahwa keputusan ini muncul hanya beberapa hari setelah meningkatnya pembatasan akses anak perempuan Afghanistan ke pendidikan."
Koordinator Kemanusiaan PBB, Ramiz Alakbarov, mengatakan PBB berupaya mencabut larangan itu dan bahwa keputusan Taliban tersebut merupakan "garis merah untuk seluruh organisasi kemanusiaan".
Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan di Afghanistan jika otoritas Taliban tidak mencabut kebijakan mereka yang melarang perempuan bekerja untuk LSM, ucap pejabat PBB kepada BBC.
Tapi Ramiz Alakbarov mengatakan pihaknya masih belum jelas soal larangan yang dimaksud Taliban.
Dia berkata, Menteri Kesehatan Taliban menyatakan kepada PBB bahwa badan tersebut harus melanjutkan program yang berhubungan dengan kesehatan. Sementara perempuan bisa "melapor untuk bekerja dan melaksanakan layanan mereka".
Kementerian lain Taliban juga telah menghubungi PBB secara langsung untuk mengatakan pekerjaan di bidang manajemen bencana dan kedaruratan harus dilanjutkan, sambung Ramiz Alakbarov.
Jan Egeland dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) menyebutkan hampir 500 dari 1.400 pekerja di organisasinya adalah perempuan, dan staf perempuan bekerja "sesuai dengan nilai-nilai setempat, aturan berpakaian, dan pemisahan ruang kerja".
Dia juga berharap keputusan Taliban itu bisa "dibatalkan dalam beberapa hari ke depan" sembari memperingatkan bahwa jutaan orang akan menderita jika pekerjaan LSM dihalangi.
Sejumlah organisasi non-pemerintah ini juga menyampaikan keprihatinan mereka soal dampak dari larangan terhadap pekerjaan "di tengah krisis ekonomi yang sangat besar".
Pekerja LSM perempuan Afghanistan yang merupakan pencari nafkah utama di rumah mereka sebelumnya mengatakan kepada BBC soal ketakutan dan ketidakberdayaan mereka usai larangan itu terbit.
Seseorang bertanya: "Jika saya tidak bisa bekerja, siapa yang akan menghidupi keluarga saya?"
Pencari nafkah lain menyebutkan berita itu "mengejutkan" dan berkeras bahwa dia telah mematuhi aturan berpakaian yang ditetapkan oleh Taliban.
Larangan tersebut juga memicu kecaman internasional, dengan peringatan dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, bahwa hal itu akan "mengganggu bantuan dan menyelamatkan nyawa jutaan orang".
Sejak merebut kembali kendali Afghanistan tahun lalu, Taliban terus menerus membatasi hak perempuan - meskipun menjanjikan kalau aturannya bakal lebih lunak daripada rezim sebelumnya di tahun 1990-an.
Selain melarang pekerja LSM perempuan dan mahasiswi ke universitas, sekolah menengah untuk anak perempuan telah ditutup di sebagian besar provinsi.
Perempuan juga dilarang memasuki taman dan pusat kebugaran, dan sejumlah tempat umum lainnya.
Berita Terkait
-
Gegara Aturan Taliban soal Perempuan, 4 LSM Hentikan Bantuan Kemanusiaan
-
Alasan Afghanistan Larang Penduduk Perempuan Kuliah di Universitas
-
Taliban Larang Perempuan Kuliah, Arab Saudi-Qatar Protes: Tinjau Ulang Sesuai Ajaran Islam!
-
Taliban Resmi Tutup Universitas bagi Perempuan di Afghanistan
-
Taliban Larang Perempuan Afghanistan Belajar di Universitas
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Ajudan Ungkap Pertemuan 4 Mata Jokowi dan Prabowo di Kertanegara, Setelah Itu Pamit
-
SK Menkum Sahkan Mardiono Ketum, Muncul Seruan Rekonsiliasi: Jangan Ada Tarik-Menarik Kepentingan!
-
Jokowi Sambangi Prabowo di Kertanegara Siang Tadi Lakukan Pertemuan Hampir 2 Jam, Bahas Apa?
-
Catatan Hitam KontraS di HUT TNI: Profesionalisme Tergerus, Pelibatan di Urusan Sipil Kian Meluas!
-
SDA Jamin Jakarta Tak Berpotensi Banjir Rob pada Bulan Ini, Apa Alasannya?
-
Beri Kontribusi Besar, DPRD DKI Usul Tempat Pengolahan Sampah Mandiri di Kawasan Ini
-
Novum jadi Pamungkas, Kubu Adam Damiri Beberkan Sederet Fakta Mencengangkan!
-
Soal Udang Kena Radiasi Disebut Masih Layak Dimakan, DPR 'Sentil' Zulhas: Siapa yang Bodoh?
-
Perkosa Wanita di Ruang Tamu, Ketua Pemuda di Aceh Ditahan dan Terancam Hukuman Cambuk!
-
Akui Agus Suparmanto Ketum, DPW PPP Jabar Tolak Mentah-mentah SK Mardiono: Tak Sesuai Muktamar