Suara.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel berpesan agar Polri transparan dalam mengusut kasus tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF) yang diduga akibat kelalaian seniornya saat memperlihatkan senjata api rakitan ilegal.
Reza meminta Polri untuk terbuka menjelaskan kelalaian seperti apa yang menyebabkan tewasnya Bripda Ignatius.
“Kelalaiannya seperti apa? Perlu dibuka. Pertanyaan ini muncul karena di organisasi kepolisian kerap dikenal 'Blue Curtain Code', Kode Tirai Biru,” katanya.
Kode Tirai Biru ini, kata Reza, adalah kecenderungan untuk menutup-nutupi kesalahan korps.
Menurut dia, temuan tentang adanya ‘kode senyap’ (Kode Tirai Biru) tersebut kontras dengan pernyataan polisi yang akan selalu transparan dan objektif dalam pengungkapan kasus. Karena, baru setahun yang lalu masyarakat Indonesia dibuat heboh dengan tragedi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh atasannya sendiri, yakni mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Peristiwa itu, kata dia, memperlihatkan potret kekejaman senior terhadap junior yang sempat ditutup-tutupi peristiwa dan faktanya. Hingga akhirnya pihak keluarga Brigadir Josua dan warganet bersuara, barulah transparansi dan objektivitas dilakukan serius, hingga Kode Tirai Biru tersibak.
Kriminolog itu mendorong Polri membentuk tim investigasi yang melibatkan pihak eksternal guna menjawab prasangka pihak keluarga yang menduga Bripda IDF dibunuh secara terencana, ditambah rasa skeptisime masif warganet.
Namun, ia tidak merekomendasikan Polri untuk melibatkan Kompolnas sebagai pihak eksternal dalam tim investigasi tersebut karena catatan sejarah dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua, Komisi Kepolisian Nasional mengiyakan “investigasi” Polres Jakarta Selatan bahwa tewasnya Brigadir Josua karena baku tembak.
Pelibatan unsur eksternal di luar Kompolnas dalam investasi adalah harga mahal yang harus dibayar Polri untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
Baca Juga: Apa Itu Pati Nyawa? Hukuman Adat Dayak yang Diminta Keluarga Bripda Ignatius buat Pelaku
“Ya, apa boleh buat. Ini contoh harga mahal yang terpaksa harus Polri bayar akibat krisis kepercayaan publik," katanya.
Terkait kelalaian yang disampaikan Polri, Reza menyebut pihak keluarga bisa saja melayangkan gugatan kepada Polri. Hal ini ini sudah lazim dilakukan masyarakat di negara-negara Barat.
“Di Barat, sudah sering warga menggugat polisi atas police misconduct. Kelalaian pun bisa menjadi materi gugatan. Demi menghindari proses hukum, polisi biasanya pilih memberikan kompensasi langsung ke keluarga korban,” katanya.
Tetapi, lanjut Reza, untuk mengetahui siapa pihak yang harus digugat apakah personel yang melakukan kelalaian atau institusi, maka untuk itu Polri perlu memperjelas bentuk kelalaian yang menyebabkan Bripda IDF tewas tertembak.
“Siapa yang digugat? Oknum yang melakukan kelalaian atau institusi kepolisian? Tergantung bentuk kelalaiannya. Karena itulah saya tadi berpesan: jelaskan bagaimana bentuk kelalaiannya,” kata Reza.
Sebelumnya, Bripda IDF tewas tertembak akibat kelalaian rekan kerjanya yang memperlihatkan senjata api rakitan ilegal pada Minggu (23/7) di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dua anggota Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri ditetapkan sebagai tersangka, yakni Bripda IMS dan Bripka IG. Keduanya dinyatakan melanggar kode etik kategori pelanggaran berat serta tindak pidana Pasal 338.
Bripda IMS dikenakan Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951. Sedangkan untuk tersangka Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Keduanya terancam pidana hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun. (Sumber: Antara)
Berita Terkait
-
'Ngopi' Bareng Eks Panglima dan Kapolri, Ganjar Pranowo Klaim Didukung Purnawirawan TNI-Polri
-
Apa Itu Pati Nyawa? Hukuman Adat Dayak yang Diminta Keluarga Bripda Ignatius buat Pelaku
-
Sederet Kejanggalan dalam Kasus Kematian Bripda Ignatius, Apa Saja?
-
Anggota Densus Ditembak Mati Seniornya, Keluarga Ungkap Bripda Ignatius Kerap Dicekoki Miras hingga Ketakutan
-
Curiga Penembakan Bripka Ignatius Direncanakan Seniornya, Keluarga: Masak Anggota Densus Lalai? Mereka Terlatih!
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?