Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai dirinya yang mendapat data mengenai survei dan arah partai politik lewat komunitas intelijen, seperti BIN, BAIS dan Intelijen Polri.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Jokowi merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
"Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi, presiden beserta perangkat intelijen menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan intelijen," tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam siaran pers yang diterbitkan YLBHI, dikutip Selasa (19/9/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada presiden, namun demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara yang bersinggungan dengan masalah keamanan nasional dan bukan terkait dengan masyarakat politik, dalam hal ini partai politik serta juga masyarakat sipil.
"Sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam demokrasi sehingga tidak pantas dan tidak boleh presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik presiden," tulus Koalisi Masyarakat Sipil.
Adapun Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Intelijen berbunyi, intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.
"Kami memandang, pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya. Hal ini tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan hal ini merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik prresiden dan bukan untuk tujuan politik negara. Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan, lembaga intelijen dibentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden.
Baca Juga: Jokowi Tertawa Dengar Isu Prabowo dan Wamen: Masa Nyekik...
"Pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadinya," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan sulit untuk memahami apa alasan intelijen dikerahkan untuk mencari informasi terkait data, arah perkembangan partai politik. Sebab, dalam negara demokrasi, keberadaan partai politik bukan merupakan ancaman keamanan nasional.
"Hal ini jelas jelas merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen. Peristiwa ini mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap hukum dan undang undang ( UU Intelijen, UU HAM, UU partai politik dll)," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
"Kami menilai ini merupakan bentuk skandal politik dan menjadi masalah serius dalam demokrasi sehingga wajib untuk diusut tuntas. Oleh karena itu sudah sepatutnya DPR memanggil presiden serta lembaga intelijen terkait untuk menjelaskan masalah ini kepada publik secara terang benderang," tandasnya.
Diketahui siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, Setara Institute.
Pernyataan Jokowi
Berita Terkait
-
Koalisi Masyarakat Sipil: Tak Boleh Presiden Sadap Partai Lewat Intelijen, Hati-hati Jadi Skandal
-
Soal Isu Prabowo Tampar dan Cekik Wamen, Jokowi: Tahun Politik Banyak Berita Seperti Itu!
-
Mahfud Sebut Jokowi Terima Baik Rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum, Tinggal Disusun Jadi UU hingga Perppu
-
Jokowi Tertawa Dengar Isu Prabowo dan Wamen: Masa Nyekik...
-
Pengamat Sebut Pernyataan Presiden Jokowi Soal Informasi Intelijen Masih Wajar
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Jejak Korupsi Riza Chalid Sampai ke Bankir, Kejagung Periksa 7 Saksi Maraton
-
'Tidak Dikunci, tapi Juga Tidak Dipermudah,' Dilema MPR Sikapi Wacana Amandemen UUD 1945
-
Lisa Mariana Sumringah Tak Ditahan Polisi Usai Diperiksa Sebagai Tersangka: Aku Bisa Beraktivitas!
-
Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya
-
'Apa Hebatnya Soeharto?' Sentilan Keras Politisi PDIP Soal Pemberian Gelar Pahlawan
-
Efek Jera Tak Mempan, DKI Jakarta Pilih 'Malu-maluin' Pembakar Sampah di Medsos
-
Menas Erwin Diduga 'Sunat' Uang Suap, Dipakai untuk Beli Rumah Pembalap Faryd Sungkar
-
RDF Plant Rorotan, Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
-
KPK Cecar Eks Dirjen Perkebunan Kementan Soal Pengadaan Asam Semut
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui