Perjuangan Arnold Mononutu untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bebas dari agresi dan intimidasi Belanda begitu kuat dan nyata. Dia kemudian diangkat dan ditunjuk memegang beberapa jabatan strategis NKRI.
Pada bulan Desember 1949–1950, pria bernama lengkap Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu menjadi Menteri Penerangan Kabinet RIS.
Pada tahun 1951-1952 menjadi Menteri Penerangan Kabinet Sukiman-Suwirjo, dilanjutkan tahun 1952-1953 sebagai Menteri Penerangan pada Kabinet Wilopo.
Salah satu perjuangan Arnold yang tidak banyak diketahui orang adalah nama ibukota Republik Indonesia. Nama Batavia dipakai sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang.
Pada masa kepemimpinan Jepang, nama kota diubah menjadi Jakarta. Perubahan nama itu dilakukan sebagai bagian dari de-Nederlandisasi.
Nama Jakarta pun kian popular, walaupun belum ditetapkan secara resmi. Pengukuhan nama Jakarta baru dilakukan pada 30 Desember 1949 oleh Arnold Mononutu sebagai Menteri Penerangan saat itu.
Pengukuhan nama Jakarta dilakukan Arnold Mononutu itu sesudah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
Lalu pada tahun 1960, Presiden Soekarno menunjuk Arnold Mononutu jadi Rektor ke-3 Universitas Hasanuddin dengan gelar Profesor atau Guru Besar.
Dalam lima tahun jabatannya sebagai rektor, jumlah mahasiswa bertumbuh dari 4.000 menjadi 8.000 mahasiswa.
Baca Juga: Ikut Peringati Sumpah Pemuda, Manchester United: Yang Muda yang Membara!
Pada awal jabatannya, universitas ini hanya memiliki tiga fakultas yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, dan Fakultas Kedokteran.
Selama masa jabatannya, enam fakultas baru didirikan yakni Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, Fakultas Pertanian, Fakultas Peternakan, Fakultas Sastra, Fakultas Sosial Politik, dan Fakultas Teknik.
Dengan demikian, dalam kepemimpinannya pada universitas terkemuka di Indonesia Timur itu, semakin banyak anak bangsa yang dididik menjadi generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kini, 93 tahun setelah sumpah pemuda, semangat Om No dan Sumpah Pemuda itu masih dibutuhkan Indonesia. Masih banyak masalah yang dihadapi generasi muda kita seperti pengangguran dan kemiskinan.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Singgung Sorotan Negatif Program MBG di Media Sosial, DPR Desak Pemulihan Kepercayaan Publik
-
Dapur MBG Penyebab Keracunan di SDN Gedong Tak Bersertifikat, Komnas PA Tuntut Tanggung Jawab Hukum
-
Anggota DPR Desak 'Rebranding' Program Makan Bergizi: 'Gratis'-nya Dihapus, Konotasinya Negatif
-
22 Siswa SDN 01 Gedong Diduga Keracunan MBG, Pramono Anung Enggan Berkomentar
-
Tinjau Langsung Ponpes Al Khoziny yang Ambruk, Begini Pesan Menag Nasaruddin Umar
-
Marak Kasus Keracunan, Komnas PA Tolak Guru Jadi Bahan Uji Coba Sampel MBG
-
Gelar Aksi di Monas, Ibu-Ibu Kritik MBG: 8.649 Anak Keracunan Bukan Sekadar Angka Statistik!
-
Respons Krisis MBG, Menkes 'Potong Birokrasi', Gandeng Mendagri untuk Fast-Track Sertifikat Higienis
-
Takjub Adab Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir, Amien Rais Terenyuh: Buat Saya Artinya Dalam
-
Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis: Jangan Tunggu Ada yang Meninggal!