Suara.com - Jaringan Gusdurian menolak revisi UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI atau RUU TNI. RUU tersebut menuai protes dan kecaman dari masyarakat prodemokrasi.
Meski menimbulkan gejolak, pembahasan RUU TNI disebut sudah rampung dan akan dibawa ke tingkat II atau paripurna untuk disahkan
menjadi undang-undang pada Kamis (19/3/2025).
Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan ada banyak persoalan dalam agenda tersebut, mulai tidak adanya urgensi, rapat diadakan di hotel mewah hingga penjagaan oleh Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Koopssus TNI), yang merupakan salah satu unit pasukan elite yang dibentuk untuk menangani aksi terorisme.
"Salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid," ujar Alissa Wahid dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/3/2025).
Putri Gus Dur ini menerangkan penghapusan Dwifungsi ABRI kemudian dirumuskan menjadi UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian integral reformasi TNI.
Ia menyebut di masa orde baru, Dwifungsi ABRI diterjemahkan dalam tindakan masuknya tantara dalam segala sendi kehidupan. Dwifungsi ABRI menjadi alat untuk mencampuri urusan semua pihak tanpa terbendung lagi.
"Orang sipil seolah-olah tidak mempunyai hak sama sekali untuk menentukan segala sesuatu tanpa izin ABRI, seperti pemilihan lurah dan sebagainya. Masuknya ABRI untuk mengurusi semua bidang mematahkan inisiatif di bawah. Masyarakat merasa tidak ada gunanya lagi mencari alternatif karena akan dikalahkan alternatif dari militer. Hal ini merupakan praktik yang buruk dalam kehidupan berdemokrasi," kata dia.
Menurutnya dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik. Hal ini dikarenakan demokrasi mengutamakan supremasi sipil, yakni pemerintahan dijalankan oleh warga sipil yang dipilih secara demokratis.
"Dwifungsi militer akan mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, sehingga melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata," jelasnya.
Baca Juga: Aksi Mahasiswa Trisakti Tolak RUU TNI, Menkum Dicegat Diminta Dengarkan Aspirasi
Untuk itu, Jaringan Gusdurian menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan. Keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara. Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.
Kedua, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.
Ketiga, mengajak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi. Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi.
Keempat, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.
Kelima, mengajak seluruh penggerak Gusdurian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan
demokrasi.
Berita Terkait
-
RUU TNI, Akademisi Soroti Bahaya Operasi Nonperang Tanpa Persetujuan DPR
-
Drama di DPR! Menkumham Dicegat Mahasiswa saat Demo RUU TNI
-
YLBHI Persoalkan Keterlibatan Militer dalam Objek Vital Nasional, Termasuk PSN
-
Drama di Gerbang DPR; Menkum Diadang Mahasiswa Trisakti, Janji Sampaikan Aspirasi Penolakan RUU TNI
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
-
KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!
-
Mees Hilgers 'Banting Pintu', Bos FC Twente: Selesai Sudah!
-
Wawancara Kerja Lancar? Kuasai 6 Jurus Ini, Dijamin Bikin Pewawancara Terpukau
Terkini
-
BBW Jakarta 2025: Lautan Buku Baru, Pesta Literasi Tanpa Batas
-
Program MBG Dikritik Keras Pakar: Ribuan Keracunan Cuma Angka Statistik
-
Konvensyen DMDI ke-23 di Jakarta, Sultan Najamudin Tekankan Persatuan dan Kebesaran Rumpun Melayu
-
Polemik Ijazah Jokowi Masih Bergulir, Pakar Hukum Ungkap Fakta Soal Intervensi Politik
-
Geger Ijazah Gibran! Pakar Ini Pertanyakan Dasar Tudingan dan Singgung Sistem Penyetaraan Dikti
-
Dana Pemda Rp 234 T Mengendap di Bank, Anggota DPR Soroti Kinerja Pemda dan Pengawasan Kemendagri
-
Diteror Lewat WhatsApp, Gus Yazid Lapor Polisi Hingga Minta Perlindungan ke Presiden Prabowo
-
Survei Gibran 'Jomplang', Rocky Gerung Curiga Ada 'Operasi Besar' Menuju 2029
-
Menteri Imigrasi di FLOII Expo 2025: Saatnya Tanaman Hias Indonesia Tembus Dunia!
-
KPK Lanjutkan Operasi 'Memiskinkan' Nurhadi, Hasil Panen Rp1,6 Miliar Disita