Suara.com - Adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan Pemilu nasional dengan daerah atau lokal menjadi sorotan.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menilai salah satu implikasi adanya putusan itu adalah masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah.
Menurutnya, dengan adanya putusan itu akan ada konsekuensi yuridis yakni perpanjangan masa jabatan baik DPRD maupun Kepala Daerah.
"Implikasi konstitusional serta teknis atas putusan MK ini yang harus dicermati oleh pembentuk UU adalah bangunan desain rekayasa konstitusional (constitutional engineering) berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD termasuk masa jabatan kepala daerah sesuai kaidah "formulation of the norm" transisional," kata Fahri kepada Suara.com, Sabtu (28/6/2025).
Fahri mengatakan pengaturan rezim atau pelembagaan pranata transisi/peralihan ihwal jabatan kepala daerah berdasarkan hasil pemilihan serentak pada tanggal 27 November 2024, serta anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota berdasarkan pemilihan umum pada tanggal 14 Februari 2024, artinya dengan konstruksi waktu serta periode yang telah ditentukan, maka ada konsekwensi yuridis dengan diperlukannya tindakan perpanjangan masa jabatan untuk anggota DPRD hasil Pemilu 2024.
"Yang harusnya mengakhiri masa jabatan pada tahun 2029, dapat diperpanjang 2 (dua) tahun menjadi tahun 2031," kata dia.
Ia mengatakan, soal perpanjangan masa jabatan DPRD mungkin akan jadi related untuk dilakukan.
Sementara untuk kepala daerah, kata dia, kemungkinan akan dirumuskan dalam bentuk Pelasana Jabatan atau PJ saja.
"Kelihatannya perumusan kebijakan perpanjangan untuk anggota DPRD merupakam sebuah "legal policy" yang "related" serta "reliable", sedangkan untuk kepala daerah, saya berpendapat pembentuk UU dapat saja menentukan lain dalam rumusan "legal policy" yaitu boleh dengan instrumen Penjabat Kepala daerah (Pj)? atau boleh juga dengan melakukan perpanjangan," katanya.
Baca Juga: Geger Putusan MK: Jadwal Pemilu Dirombak Total, DPR Tuding Hakim 'Lompat Pagar' dan Tak Konsisten
Kendati begitu, ia mengatakan, soal formula mana yang pas untuk dilakukan, nanti tergantung pada pembuat UU yakni DPR RI.
"Sebab penentuan model mana yang tepat secara konstitusional, itu merupakan "open legal policy" yang tentunya menjadi domain serta kewenangan pembentuk UU dalam merumuskan "constitutional engineering"," katanya.
Di sisi lain, Fahri mengatakan, MK sendiri sebelumnya sudah menetapkan 6 varian keserentakan pemilihan umum yang tetap dapat dinilai konstitusional berdasarkan UUD 1945. Namun hal itu belum ditindaklanjuti DPR dalam perubahan UU Pemilu.
Kekinian ada putusan MK terbaru soal pemisahan Pemilu nasional dengan lokal.
"Sehingga sebenarnya persoalan konstitusionalitas keserentakan Pemilu beserta model dan variannya telah menjadi "academic discourse" sejak tahun 2013 sampai 2019, dan pemerintah bersama DPR telah bergerak kearah perubahan UU Pemilu itu sendiri," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah kini harus dilakukan secara terpisah.
Berita Terkait
-
MK Putuskan Pemisahan Pemilu, Imbasnya UU Pemilu Bakal Dirombak Total
-
MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah: Apakah Demokrasi Benar-Benar Membaik?
-
Putusan MK soal Pemilu Dipisah Sudah Final, DPR Mau Ambil Langkah Apa?
-
Putusan MK Pisah Pemilu Disebut 'Masuki Ranah Legislatif', Sinyal Perlawanan dari Senayan?
-
Geger Putusan MK: Jadwal Pemilu Dirombak Total, DPR Tuding Hakim 'Lompat Pagar' dan Tak Konsisten
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Mobil Bekas yang Lebih Murah dari Innova dan Fitur Lebih Mewah
Pilihan
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
Terkini
-
Penjualan Terompet Tahun Baru di Asemka Sepi, Pedagang Keluhkan Larangan Kembang Api
-
Prediksi Cuaca Malam Tahun Baru untuk Semua Wilayah di Indonesia
-
Dua Kunci Syahganda Nainggolan Agar Rakyat Kaya dalam 5 Tahun: Upah dan Redistribusi Tanah
-
Diteror Bom Molotov usai Kritik Pemerintah, Ini 7 Fakta Serangan di Rumah DJ Donny
-
Kenapa Penerima Bansos di Kantor Pos Harus Foto Diri dengan KTP dan KK? Ini Penjelasan Dirut PT Pos
-
Figur Publik Kritis Diteror, Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Soliditas: Warga Jaga Warga!
-
Malam Tahun Baru, KAI Commuter Tambah 26 Perjalanan KRL Jabodetabek hingga Dini Hari
-
TNI Harus Swadaya Tangani Bencana, Ketua Banggar DPR Desak BNPB Lebih Gesit Koordinasi Anggaran
-
Kortas Tipikor Tetapkan 3 Tersangka Korupsi PJUTS ESDM, Negara Rugi Rp19,5 Miliar!
-
BLTS Rp 900 Ribu di Aceh Tamiang Disalurkan Manual, Kantor Pos Masih Rusak Pascabencana