Suara.com - Jika linimasa media sosial dan YouTube, belakangan ini diguncang oleh video-video dramatis dari karnaval desa, mungkin telah menyaksikan sebuah fenomena budaya yang luar biasa yang dikenal sound horeg.
Video-video ini menampilkan tumpukan speaker setinggi rumah, mengeluarkan dentuman bass dahsyat yang mampu merontokkan genteng, menggetarkan jendela, dan membuat air dalam gelas menari liar.
Bagi jutaan orang, ini adalah tontonan yang absurd sekaligus memukau.
Namun, apa sebenarnya sound horeg itu? Ini bukan sekadar sound system biasa.
Ini adalah sebuah subkultur, sebuah karya seni audio ekstrem yang lahir dari inovasi seorang jenius dari Ngawi, Jawa Timur, bernama Edi Purnomo atau Edi Sound.
Asal-Usul 'Horeg': Suara yang Bukan untuk Didengar, tapi Dirasakan
Untuk memahami fenomena ini, harus kembali ke akarnya.
Istilah 'horeg' berasal dari kosakata bahasa Jawa yang secara harfiah berarti 'bergoyang atau bergetar hebat'.
Nama ini dipilih bukan tanpa alasan, karena tujuan utama dari sound system ini bukanlah sekadar menghasilkan suara yang kencang.
Baca Juga: Kisah Edi Sound: Dari Garasi Ngawi Jadi 'Thomas Alva Edison' Dunia Horeg
Perbedaan mendasar antara sound system biasa dengan sound horeg terletak pada fokus frekuensinya.
Jika sound system biasa maka berfokus pada keseimbangan dan kejernihan suara di semua frekuensi (bass, mid, treble) agar vokal dan musik terdengar jelas.
Sementara Sound Horeg ialah terobsesi pada frekuensi bass yang sangat rendah (subwoofer) dengan tujuan menciptakan gelombang suara bertekanan tinggi yang mampu menghasilkan getaran fisik yang masif.
Inilah inovasi yang dipelopori oleh Edi Sound. Ia mengubah paradigma: dari audio yang hanya dinikmati telinga, menjadi sebuah pengalaman fisik yang dirasakan oleh seluruh tubuh.
Inilah yang membuat orang yang berdiri di dekatnya ikut "horeg".
Mengapa Begitu Besar di Jawa Timur? Campuran Tradisi, Gengsi, dan Kompetisi
Berita Terkait
-
Kisah Edi Sound: Dari Garasi Ngawi Jadi 'Thomas Alva Edison' Dunia Horeg
-
Inilah Edi Sound, Bapak Horeg Indonesia yang Karyanya Jadi Kontroversi
-
Berapa Biaya Membuat Sound Horeg? Setara Rumah Mewah, Ini Rincian Harga Kelas Hajatan hingga Sultan
-
Siapa Dalang di Balik Fenomena Sound Horeg? Ini Kisah Edi Sound, Maestro dari Jatim
-
Beda Profil Thomas Alva Edison vs Thomas Alva Edisound: Bak Langit dan Bumi
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan
-
Tinjau Lokasi Banjir Aceh, Menteri Ekraf Terima Keluhan Sanitasi Buruk yang 'Hantui' Pengungsi
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Tanpa Izin Terancam Sanksi Rp10 Ribu: Warisan UU Tahun 60-an
-
Komisi Reformasi Pertimbangkan Usulan Kapolri Dipilih Presiden Tanpa Persetujuan DPR
-
Ironi Hakordia, Silfester Matutina Si Manusia Kebal Hukum?
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton
-
Nestapa Korban Tewas di Kebakaran Kantor Drone, KemenPPPA Soroti Perlindungan Pekerja Hamil