Suara.com - Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menilai permohonan yang diajukan mantan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memiliki pondasi yang kokoh.
Menurutnya, status Hasto yang pernah menjadi terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan membuat posisinya sebagai pemohon tidak terbantahkan.
"Kedudukan hukum sudah bagus sekali, karena ini berangkat dari kasus konkret jelas, dia punya kedudukan hukum. Sehingga tidak perlu saya komentari," kata Guntur di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Pujian juga dilayangkan pada kelengkapan uraian alasan atau posita permohonan, yang dinilai Guntur berangkat dari berbagai aspek, mulai dari konseptual hingga filosofis.
"Lengkap semua ini. Memudahkan ini," puji Guntur.
Meski memuji dasar permohonan, Guntur memberikan catatan krusial yang harus diperbaiki.
Menurutnya, Tim Hukum Hasto belum mengelaborasi secara tajam bagaimana Pasal 21 UU Tipikor bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menjadi dasar pengujian (batu uji).
Hakim meminta agar argumentasi hukum diperdalam untuk menunjukkan pertentangan tersebut secara gamblang.
"Pasal yang anda uji ini, pasal 21 khususnya, keinginan saudara untuk menambahkan, me-insert perbuatan melawan hukum, menambah frasa dalam pasal 21 itu, bahkan memberi tafsir kepada ‘dan’, itu kaitannya dengan problem jaminan perlindungan hukum, kepastian hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ini yang harus dielaborasi supaya kelihatan memang itu bertentangan," katanya.
Baca Juga: Gugat Pasal 21 UU Tipikor, Kubu Hasto Minta Definisi 'Merintangi' Dipersempit
Gugatan tersebut didaftarkan Hasto sehari sebelum sidang vonisnya hingga akhirnya dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan perintangan penyidikan.
Lolos dari jerat pasal tersebut justru dijadikan dasar untuk menggugatnya di MK.
Dalam petitumnya, Hasto meminta MK melakukan dua perubahan fundamental pada Pasal 21 UU Tipikor.
Pertama, memangkas hukuman: Menurunkan ancaman pidana dari maksimal 12 tahun menjadi maksimal 3 tahun penjara, serta mempersempit definisi perbuatan merintangi hanya pada tindakan yang melibatkan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji.
Kedua, mempersempit unsur pidana; meminta frasa 'penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dimaknai secara kumulatif, artinya suatu perbuatan baru bisa dipidana jika terbukti menghalangi ketiga tahap tersebut sekaligus.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
5 Fakta Kartu Liputan Wartawan Dicabut Gara-gara Tanya MBG ke Prabowo
-
Kronologi WNI Ditangkap Polisi Jepang Karena Pencurian Tas Seharga Hampir 1 Miliar
-
Aktivis Jogja 'Diculik' Aparat, YLBHI: Ini Penangkapan Ilegal dan Sewenang-wenang!
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!