Suara.com - Kemenangan gemilang masyarakat Kabupaten Pati yang berhasil membatalkan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% bukan sekadar cerita sukses lokal.
Fenomena ini menjadi sinyal kuat dan percikan api yang berpotensi menyulut gelombang pembangkangan sipil (civil disobedience) ke berbagai daerah lain di Indonesia.
Analisis tajam ini disampaikan Sosiolog sekaligus pengamat sosial, Dr. Okky Madasari.
Dalam sebuah diskusi di podcast Forum Keadilan TV, ia membedah bagaimana gerakan perlawanan di Pati bisa menjadi cetak biru bagi daerah lain yang merasakan ketidakadilan serupa.
Menurut Okky, perlawanan rakyat Pati bukanlah gerakan tanpa akar. Ia menunjuk pada DNA perlawanan yang diwarisi dari gerakan Samin Surosentiko pada abad ke-19, sebuah simbol perlawanan kultural terhadap kekuasaan kolonial tanpa kekerasan.
Semangat inilah yang dinilai gagal dibaca oleh pemerintah daerah setempat.
"Bupati Pati dinilai tidak mengenal daerahnya sendiri yang punya sejarah perlawanan," ujar Dr. Okky dikutip dari YouTube pada Kamis (14/8/2025).
Ia menegaskan bahwa karakter masyarakat yang terinspirasi dari semangat Samin membuat mereka sulit untuk tunduk pada tekanan atau ancaman.
"Masyarakat Pati, dengan semangat Samin, tidak mudah ditekan atau diancam."
Baca Juga: Sekjen Gerindra 'Sentil' Bupati Pati Sudewo: Jangan Tambah Beban Rakyat!
Lantas, mengapa fenomena ini berpotensi besar untuk menular? Dr. Okky Madasari memaparkan tiga faktor kunci yang membuatnya menjadi ancaman nyata bagi kebijakan publik yang dianggap menindas.
Pertama, isu yang diangkat bersifat universal dan relevan bagi banyak orang.
Kenaikan pajak yang drastis di tengah himpitan ekonomi adalah masalah yang juga dihadapi oleh warga di banyak kabupaten dan kota lain. Hal ini menciptakan solidaritas dan perasaan senasib.
"Gerakan di Pati bisa menular ke daerah lain karena kasus kenaikan pajak juga terjadi di banyak daerah di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit," tegas Dr. Okky.
Kedua, keberhasilan di Pati menjadi bukti nyata. Kemenangan mereka membatalkan kenaikan PBB adalah preseden, sebuah contoh konkret bahwa perlawanan kolektif dapat membuahkan hasil.
Ini menjadi bahan bakar motivasi bagi daerah lain untuk tidak lagi diam dan pasrah menerima kebijakan yang memberatkan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Bawaslu Ungkap Upaya Digitalisasi Pengawasan Pemilu di Tengah Keterbatasan Anggaran
-
Mafindo Ungkap Potensi Tantangan Pemilu 2029, dari AI hingga Isu SARA
-
Bilateral di Istana Merdeka, Prabowo dan Raja Abdullah II Kenang Masa Persahabatan di Yordania
-
August Curhat Kena Serangan Personal Imbas Keputusan KPU soal Dokumen Persyaratan yang Dikecualikan
-
Di Hadapan Prabowo, Raja Yordania Kutuk Ledakan di SMAN 72 Jakarta, Sebut Serangan Mengerikan
-
Usai Disanksi DKPP, Anggota KPU Curhat Soal Beredarnya Gambar AI Lagi Naik Private Jet
-
Dua Resep Kunci Masa Depan Media Lokal dari BMS 2025: Inovasi Bisnis dan Relevansi Konten
-
Soal Penentuan UMP Jakarta 2026, Pemprov DKI Tunggu Pedoman Kemnaker
-
20 Warga Masih Hilang, Pemprov Jateng Fokuskan Pencarian Korban Longsor Cilacap
-
Gagasan Green Democracy Ketua DPD RI Jadi Perhatian Delegasi Negara Asing di COP30 Brasil