News / Nasional
Jum'at, 05 September 2025 | 13:05 WIB
Ilustrasi Korupsi (freepik)
Baca 10 detik
  • Gelombang demonstrasi besar menunjukkan ketidakpuasan publik terhadap DPR dan partai politik, terutama karena defisit akuntabilitas serta respons pemerintah yang dinilai hanya reaktif
  • Korupsi politik di DPR bersifat sistemik, dipicu biaya politik yang mahal, regulasi yang longgar, dan tata kelola partai yang buruk, sehingga lembaga legislatif lebih berfungsi sebagai sarana akumulasi kekayaan ketimbang rumah aspirasi rakyat.
  • ICW menekankan perlunya reformasi mendasar melalui pembatasan biaya kampanye, transparansi keuangan partai, serta pengawasan publik yang lebih kuat, agar DPR benar-benar berpihak pada rakyat
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Gelombang demonstrasi besar-besaran yang mengguncang Indonesia pada akhir Agustus 2025 menjadi penanda jelas adanya kegerahan publik terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik. 

Kematian tragis Affan Kurniawan, seorang ojek online yang dilindas rantis dalam aksi pada Kamis (28/8/2025), menjadi simbol dari desakan yang tak bisa lagi diabaikan.

Respons pemerintah dan DPR yang terkesan lambat dan parsial, seperti pencabutan tunjangan anggota DPR, moratorium kunjungan kerja ke luar negeri, serta penonaktifan beberapa anggota kontroversial, justru memperlihatkan jurang lebar antara harapan rakyat dan realitas politik.

Menurut Ermanno Zulia dari Indonesia Corruption Watch (ICW), keputusan-keputusan tersebut hanya bersifat reaktif.

"Ini hanya puncak dari gunung es," tegasnya. 

Akar masalah yang sebenarnya jauh lebih dalam, yakni defisit akuntabilitas DPR dalam pengelolaan keuangan dan aspirasi publik, yang bisa ditarik mundur hingga gelombang reformasi 1998 yang gagal mereformasi partai politik dan DPR.

ICW menyoroti anggaran fantastis untuk anggota DPR. 

Data menunjukkan gaji dan tunjangan per bulan seorang anggota DPR bisa mencapai Rp 239 juta. 

Ini belum termasuk tunjangan lain seperti dana reses dan kunjungan kerja yang nilainya mencapai miliaran rupiah per tahun.

Baca Juga: BEM SI Tagih Janji 19 Juta Lapangan Pekerjaan Wapres Gibran ke DPR RI, Malah Tuai Nyinyiran

Ironisnya, dana sebesar ini dikelola dengan minim transparansi.

Bahkan, ICW telah melayangkan surat resmi kepada Sekretariat Jenderal DPR RI.

"Makanya pada tanggal 21 Agustus kemarin, kami melayangkan surat resmi kepada Sekretariat Jenderal DPR RI untuk mempertanyakan sejumlah komponen yang saat itu menjadi kontroversi," ungkap Yassar Aulia dari ICW. 

Namun, hingga tenggat waktu yang diberikan, dokumen yang diminta belum juga diberikan.

Meskipun diguyur tunjangan melimpah, korupsi tetap menjadi penyakit akut di kalangan politisi. 

Data KPK menunjukkan sektor politik selalu menyumbang angka korupsi yang besar, dengan 532 anggota partai politik pernah ditetapkan sebagai tersangka.

Load More