News / Nasional
Rabu, 24 September 2025 | 19:10 WIB
Ketua Ikatan Karyawan Purna Bakti Askes Gorontalo, Syahrudin Sam Biya, saat audiensi dengan Komisi 9 DPR RI di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu. ANTARA/Anita Permata Dewi
Baca 10 detik
  • Lebih dari 1.600 mantan karyawan PT Askes (kini BPJS Kesehatan) mendatangi Komisi IX DPR RI untuk memperjuangkan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) 
  • Para pensiunan terdesak oleh kebutuhan ekonomi yang mendesak, sementara BPJS Kesehatan menolak pencairan 
  • Terjadi perselisihan interpretasi aturan, di mana para pensiunan berpegang pada POJK dan ketentuan aplikasi BRImo yang memungkinkan pencairan

Suara.com - Suara jeritan para pensiunan menggema di Kompleks Parlemen Senayan. Ratusan mantan karyawan PT Askes, cikal bakal BPJS Kesehatan, terpaksa mengadukan nasib mereka ke Komisi IX DPR RI setelah upaya mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang menjadi hak mereka menemui jalan buntu.

Di usia senja yang seharusnya dinikmati dengan tenang, mereka justru dihadapkan pada kesulitan ekonomi yang semakin parah. Dana pensiun yang tersimpan di Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) BRI tak kunjung bisa dicairkan, tertahan oleh kebijakan manajemen BPJS Kesehatan.

"Kami menyampaikan masalah nasib teman-teman kami untuk proses pencairan dana DPLK BRI yang tertahan oleh kebijakan manajemen BPJS," ujar Syahrudin Sam Biya, Ketua Ikatan Karyawan Purna Bhakti Askes Gorontalo, dengan nada prihatin saat audiensi di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Menurut Syahrudin, ada lebih dari 1.600 mantan karyawan PT Askes di seluruh Indonesia yang nasibnya kini terkatung-katung, menanti kepastian pencairan dana yang sangat mereka butuhkan untuk menyambung hidup.

Alasan mereka mendesak pencairan ini sangat mendasar, perut. Kondisi ekonomi keluarga yang terus memburuk akibat pendapatan yang minim sementara harga kebutuhan pokok terus meroket membuat mereka tak punya pilihan lain.

Ditambah lagi, trauma skandal Jiwasraya di masa lalu membayangi benak mereka, menimbulkan kekhawatiran uang hasil jerih payah mereka selama puluhan tahun akan lenyap.

"Pendapatan minim, kebutuhan pokok sehari-hari terus meningkat yang berdampak pada ekonomi keluarga yang semakin memburuk. Trauma sengkarut Jiwasraya, hilangnya restitusi premi yang terkumpul," keluh Syahrudin sebagaimana dilansir Antara.

Berbagai cara telah ditempuh. Mereka sudah bertemu langsung dengan jajaran petinggi BPJS Kesehatan, termasuk Direktur Utama dan Dewan Pengawas, namun hasilnya nihil. Surat resmi yang dilayangkan pun hanya dibalas dengan jawaban birokratis yang tidak memberikan solusi.

Dalam surat balasan yang dibacakan Syahrudin di hadapan anggota dewan, BPJS Kesehatan berdalih bahwa program DPLK BRI merupakan kelanjutan dari program Anuitas Prima Jiwasraya. Keputusan ini, menurut BPJS, telah melalui kajian berbagai kementerian dan lembaga.

Baca Juga: Kriteria Penerima BSU BPJS Ketenagakerjaan, Benarkah Cair September-Oktober 2025?

BPJS Kesehatan bersikukuh bahwa usulan pencairan dana DPLK BRI harus tetap mengacu pada ketentuan keberlanjutan manfaat pensiun yang telah disepakati sebelumnya, bukan untuk dicairkan sekaligus.

Namun, para pensiunan ini memiliki argumen tandingan yang kuat. Mereka merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan ketentuan yang tertera jelas pada aplikasi perbankan BRImo, yang seharusnya memungkinkan mereka untuk mencairkan dana tersebut.

"Kami memohon apakah betul kami bisa mencairkan sesuai dengan peraturan POJK dan ketentuan yang berlaku di aplikasi BRImo?" tanya Syahrudin, menyuarakan kebingungan dan harapan ribuan rekannya kepada para wakil rakyat.

Load More