News / Internasional
Jum'at, 26 September 2025 | 11:25 WIB
Kolase foto Presiden RI Prabowo Subianto (kiri) dan Presiden Kolombia Gustavo Petro (kanan). [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Presiden Kolombia Gustavo Petro menuding Donald Trump kaki tangan genosida di Gaza.
  • Delegasi Amerika Serikat melakukan aksi *walk out* dari ruang sidang PBB.
  • Petro menyerukan intervensi bersenjata internasional untuk membebaskan Palestina.

Suara.com - Panggung Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB di New York memanas. Gema pidato para kepala negara di arena itu ikut bergaung sampai Indonesia.

Presiden Indonesia Prabowo Subianto disebut-sebut sebagain orang, menarik perhatian dengan gestur menggebrak meja sambil mengutuk tindakan Israel di Gaza.

Namun ternyata, satu suara terdengar paling lantang dan tanpa kompromi, yakni Presiden Kolombia, Gustavo Petro.

Pidato Petro dinilai jauh lebih gahar.

Ia secara terang-terangan menuding mantan Presiden AS Donald Trump sebagai bagian dari kejahatan kemanusiaan.

Pidatonya yang berapi-api tak hanya mengguncang ruang sidang, tetapi juga memicu insiden diplomatik saat delegasi Amerika Serikat memilih keluar sebagai bentuk protes.

AS Dituding Restui Genosida Gaza

Aksi walk out delegasi AS terjadi setelah Petro dengan keras mengkritik kebijakan luar negeri Amerika di bawah kepemimpinan Trump, terutama terkait konflik Israel-Palestina.

Petro tanpa ragu menyebut Israel telah melakukan genosida di Gaza atas 'persetujuan' Amerika Serikat.

Baca Juga: Dampingi Presiden Prabowo di Luar Negeri, Sikap Didit Prabowo Bikin Haru Publik

"Trump tak berbicara soal demokrasi. Dia tidak berbicara tentang krisis iklim. Ia juga tidak berbicara tentang kehidupan. Dia hanya mengancam dan membunuh serta membiarkan puluhan ribu orang terbunuh," tegas Petro dalam pidatonya yang disiarkan di kanal YouTube resminya, dikutip hari Jumat 26/9/2025).

Petro menuding Trump bukan hanya membiarkan serangan terjadi, tetapi secara aktif menjadi kaki tangan kejahatan tersebut.

"Dia (Trump) membiarkan rudal diluncurkan ke anak-anak, remaja, perempuan dan orang tua di Gaza. Dia menjadi kaki tangan Genosida, karena itu memang genosida dan harus diteriakkan berkali-kali," seru Petro.

Ia juga menyalahkan NATO sebagai pihak yang turut andil dalam tragedi kemanusiaan di Gaza.

Menurutnya, tidak ada satu bangsa pun yang berhak merasa lebih unggul dari yang lain.

"Tak ada ras yang unggul, tuan-tuan. Tak ada umat pilihan Tuhan. Bukan AS atau Israel. Hanya fundamentalis sayap kanan yang bodoh berpikir seperti itu. Umat pilihan Tuhan adalah seluruh umat manusia," katanya.

Seruan Intervensi Militer Memerdekakan Palestina

Tidak berhenti pada kecaman, Petro menyerukan langkah ekstrem: intervensi bersenjata internasional untuk mengakhiri apa yang ia sebut sebagai genosida Israel di Gaza.

Ia merasa jalur diplomasi telah gagal total.

"Diplomasi sudah mengakhiri perannya dalam kasus Gaza, tuan-tuan. Dia tak mampu menyelesaikannya. Genosida harus dihentikan dengan apa yang mengikuti diplomasi, dengan suara Majelis PBB," ujar Petro.

"Kita membutuhkan pasukan yang kuat dari negara-negara yang tidak menerima genosida."

Seruan ini menggemakan tawaran Presiden Prabowo Subianto sebelumnya yang siap mengerahkan 20.000 tentara sebagai pasukan perdamaian.

Namun, Petro melangkah lebih jauh dengan mengajak negara-negara Asia, Slavia, dan Amerika Latin untuk menyatukan kekuatan militer.

"Kita harus membebaskan Palestina," teriak Petro berapi-api.

"Kita sudah cukup bicara; saatnya untuk pedang kebebasan atau kematian Bolívar."

Selain isu Gaza, Petro juga mendesak penyelidikan kriminal terhadap Donald Trump atas serangan berdarah terhadap kapal-kapal di Karibia.

Pemerintah AS menuding kapal-kapal itu mengangkut narkoba, namun Petro mengklaim serangan itu menewaskan banyak anak muda miskin tak bersenjata.

"Proses pidana harus dimulai terhadap para pejabat yang berasal dari AS, termasuk pejabat senior yang memberi perintah, Presiden Trump," kata Petro.

Siapa Gustavo Petro? Presiden Kiri Pertama Kolombia

Gustavo Petro, bernama lengkap Gustavo Francisco Petro Urrego, adalah presiden beraliran kiri pertama dalam sejarah Kolombia.

Dikutip dari Britannica, perjalanan politiknya tidak konvensional.

Ia sempat terlibat dengan kelompok gerilya Marxis M-19 di masa mudanya dan pernah dipenjara pada 1985.

Setelahnya, ia dikenal sebagai tokoh yang mempromosikan perdamaian antara M-19 dan pemerintah.

Karier politiknya dimulai sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 1991, berlanjut menjadi senator, hingga akhirnya memenangkan pemilihan presiden pada 2022 dengan perolehan suara lebih dari 50 persen.

Pidatonya di PBB kali ini, yang ia sebut sebagai yang terakhir, menandai puncak dari sikap politiknya yang keras dan tanpa kompromi di panggung dunia.

Load More