News / Nasional
Senin, 27 Oktober 2025 | 15:33 WIB
Salah satu Stasiun Pemantau kualitas Udara (SPKU) di Jakarta. (Dok: Pemprov DKI)

Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus memperkuat tata kelola pemantauan kualitas udara dengan pendekatan berbasis data dan kolaborasi lintas sektor. Saat ini, Jakarta menjadi kota dengan jaringan pemantauan kualitas udara terluas dan paling terintegrasi di Indonesia, dengan 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) aktif yang tersebar di seluruh wilayah ibu kota.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa sistem tersebut merupakan kombinasi antara stasiun referensi dan sensor berbiaya rendah (Low-Cost Sensor/LCS) yang dipasang di berbagai titik strategis.

“Melalui sistem terintegrasi ini, kami bisa memantau kondisi udara secara real-time dan mengambil langkah mitigasi lebih cepat untuk melindungi kesehatan warga,” ujar Asep dalam keterangannya, Senin (27/10/2025).

Jaringan pemantauan ini merupakan hasil kolaborasi antara DLH DKI Jakarta dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, serta mitra dari sektor swasta.

Menurut Asep, kerja sama ini menunjukkan pentingnya sinergi lintas pihak dalam menjaga kualitas udara perkotaan. Seluruh data dari SPKU terhubung ke portal publik udara.jakarta.go.id yang menampilkan kondisi udara terkini berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Melalui portal tersebut, masyarakat dapat melihat data harian kualitas udara, peta sebaran sensor, hingga rekomendasi aktivitas bagi kelompok umum maupun sensitif. “Jakarta membuktikan bahwa tata kelola data yang terbuka dan terintegrasi tidak hanya memperkuat kebijakan berbasis bukti, tetapi juga mendorong partisipasi warga untuk hidup lebih sehat dan berkelanjutan,” tambahnya.

Selain itu, Jakarta juga tengah menyiapkan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini untuk polusi udara, sebagai langkah antisipatif terhadap potensi peningkatan pencemaran.

“Melalui sistem peringatan dini ini, warga bisa mendapatkan informasi kualitas udara hingga tiga hari ke depan, lengkap dengan rekomendasi langkah mitigasi seperti memakai masker atau mengurangi aktivitas di luar ruangan,” jelas Asep.

Upaya penguatan sistem pemantauan turut diperluas melalui forum lintas daerah bersama pemerintah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Forum ini membahas peningkatan kemampuan teknis pemantauan udara agar data antarwilayah saling melengkapi dan memberikan gambaran kondisi udara Jabodetabek secara menyeluruh.

Baca Juga: Dana Transfer Dipangkas Rp 15 Triliun, APBD DKI 2026 Anjlok dan Gubernur Perintahkan Efisiensi Total


Direktur Clean Air Asia Indonesia, Ririn Radiawati Kusuma, menyebut Jakarta berpotensi menjadi pionir nasional dalam sistem pemantauan udara dengan memberikan dukungan teknis maupun hibah alat ke daerah sekitar.

“Dengan berbagi praktik baik seperti ini, kita bisa membangun sistem pemantauan yang saling terhubung. Karena udara bersih adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya satu daerah,” ujar Ririn.

Dukungan serupa datang dari Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Ana Turyati, yang menilai perluasan jaringan pemantauan di Jakarta menjadi contoh penting bagi kota-kota lain di Indonesia.

“Pemantauan kualitas udara yang baik memastikan data yang dihasilkan akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan berguna bagi kebijakan publik,” kata Ana.

Ia menekankan bahwa data yang valid membantu pemerintah mengevaluasi efektivitas kebijakan sekaligus memberikan peringatan dini kepada masyarakat.

Sementara itu, Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLHK, Edward Nixon Pakpahan, menegaskan pentingnya keandalan data pemantauan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Load More