-
JATAM: Warga pro dan kontra tambang di Halmahera sama-sama menjadi korban.
-
Perpecahan warga adalah strategi sistematis dari korporasi dan oknum birokrasi.
-
Kerusakan di satu titik akan berdampak pada seluruh ekosistem Halmahera.
Suara.com - Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, menegaskan bahwa konflik tambang di Halmahera Timur tidak boleh dipandang sebatas perseteruan antara warga pro dan kontra. Menurutnya, kedua kelompok masyarakat tersebut pada dasarnya adalah korban dari sistem ekonomi ekstraktif yang merusak ruang hidup mereka.
“Dalam perspektif kami di JATAM, baik warga yang pro maupun yang kontra, semua adalah bagian dari korban yang sama,” ujar Melky dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).
Melky menjelaskan, masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan seperti PT Position dan PT WKM sangat bergantung pada sumber daya alam. Kehadiran industri tambang justru mengancam alat produksi utama mereka, yaitu tanah, hutan, dan air.
“Mayoritas warga di sana mata pencahariannya sangat bergantung pada tanah, hutan, dan air, bukan pada tambang yang tidak menjanjikan kesejahteraan di masa depan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Melky menuding bahwa perpecahan di tengah masyarakat bukanlah konflik alami, melainkan hasil dari strategi sistematis yang dijalankan oleh korporasi bersama oknum birokrasi lokal dan politisi. Pola 'adu domba' ini, menurutnya, sengaja diciptakan untuk melemahkan perlawanan warga.
“Jejaring operasi yang didesain secara sistematis oleh korporasi, yang bersekongkol dengan birokrasi lokal, inilah yang menyulitkan warga Maba Sangaji dan sekitarnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat untuk memperkuat solidaritas internal, termasuk melalui lembaga adat, agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan perusahaan.
Melky juga mengingatkan bahwa persoalan di Maba Sangaji tidak dapat dilihat secara terpisah. Menurutnya, Halmahera merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling terhubung, sehingga kerusakan di satu titik akan berdampak luas.
“Membaca Halmahera tidak bisa secara parsial. Satu bagian dirusak, ia akan berdampak pada bagian-bagian yang lain,” jelasnya.
Baca Juga: JATAM: Negara Abai Lindungi Warga dari Dampak Beracun Tambang Nikel di Halmahera
“Persoalan Maba Sangaji bukan hanya persoalan mereka sendiri, tapi adalah persoalan seluruh Maluku Utara,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Bangunan Parkir 2 Lantai Runtuh di Koja, Polisi Turun Tangan Selidiki
-
TNI Bubarkan Aksi Bawa Bendera GAM di Aceh, Satu Orang Terciduk Bawa Pistol dan Rencong
-
Bukan Cuma Lokal, Turis Eropa Serbu Kota Tua Jakarta Saat Natal: Ternyata Ini yang Mereka Cari
-
Pratikno: Januari 2026, Siswa Terdampak Bencana Sumatra Dipastikan Kembali Sekolah
-
Pemerintah Cabut Izin Jutaan Hektare Sawit dan Segel 5 Perusahaan Tambang
-
RI Tak Main-main! Bintang Porno Bonnie Blue Diadukan ke Inggris Usai Lecehkan Bendera Merah Putih
-
Pesan Mendagri ke Daerah Kaya: Jangan Simpan Anggaran, Bantu Korban Bencana
-
Prabowo: Pemerintah Tak Libur, Fokus Pulihkan Aceh dan Sumatra
-
Geger Video Bom di Bandara Batam, Kapolda Kepri: Hoaks! Pelaku Sedang Kami Kejar
-
Kejar Target Akhir Tahun, Seskab Teddy dan BP BUMN Percepat Pembangunan 15.000 Rumah Pascabencana