- Ratusan eks pekerja PT Primissima berkumpul di Sleman pada Jumat (21/11/2025) menantikan pemenuhan hak pasca PHK.
- Sekitar 402 karyawan yang di-PHK masih menunggu hak mereka, seperti sisa gaji dan pesangon, sebelum Desember 2025.
- Eks pekerja seperti Tri dan Eni kini hidup sederhana, sementara serikat mengantisipasi langkah hukum jika hak tidak terbayar.
Suara.com - Jumat (21/11/2025) sore, ratusan eks pekerja PT Primissima berkumpul memadati serambi di sudut Puri Mataram, Sleman. Satu per satu wajah yang datang terlihat tegang.
Mereka berkumpul, duduk, beberapa ada yang bergerombol diselingi obrolan kecil. Namun, hal yang paling ditunggu adalah mengenai penjelasan tentang perkembangan terakhir pemenuhan hak yang hingga kini belum juga tuntas.
Di antara bisik-bisik harapan dan kekhawatiran, tersimpan cerita panjang tentang jerih payah yang menggantung. Nestapa yang mengendap soal janji pemenuhan hak yang seolah kian samar.
Menata Hidup Setelah PHK
Salah satu cerita datang dari Tri Waluyo. Pria yang sudah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari PT Primissima tahun lalu.
Kini hidupnya bergeser ke arah yang lebih sederhana. Rutinitas yang dulu diwarnai suara mesin pabrik. Kini digantikan langkah-langkah pelan menuju sawah dan antar-jemput anak.
"Sehari-hari biasanya ternak, antar jemput anak plus ke tani, ke sawah," kata Tri sambil terkekeh saat ditemui usai pertemuan sore itu.
Namun di tengah jawabannya, tersimpan kenangan getir yang masih melekat. Terutama setelah gaji tak lagi dibayarkan penuh.
"Trauma, kalau ke pabrik lagi trauma," ucapnya.
Baca Juga: Transjakarta Belum Bisa PHK Karyawan Terduga Pelaku Pelecehan, Tunggu Bukti Baru
Masa kerjanya sudah mencapai 11 tahun, namun ia masih sama seperti yang lain, menanti hak yang tak kunjung diterimanya. Tri mengingat jumlah sisa gaji yang belum dibayar.
"Kalau saya sekitaran Rp23 juta. Sisa gaji," ungkapnya.
Sementara soal pesangon, ia mengaku tak begitu ingat nominalnya.
"Lupa saya [jumlah uang pesangon], saking okehe dadi lali aku [terlalu banyak sampai lupa saya]," ujarnya memecah tawa.
Kini, sawah menjadi pelarian dan satu-satunya sumber penghasilan utama. Tanah itu memberinya ketenangan, juga ruang untuk merangkai ulang hidup.
"Oh iya [hanya bertani], sama menyehatkan badan. Semoga nanti jadi pengusaha," ucapnya.
Perjalanan Panjang Seorang Ibu Pekerja
Tak jauh dari kisah Tri, alur cerita Eni Puji Lestari tak kalah perih. Setelah 14 tahun bekerja, ia ikut terseret dalam gelombang PHK.
Selama berbulan-bulan, ia menggantungkan hidup pada pekerjaan serabutan. Pernah ia mendaftar dan bekerja sebagai tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Sempat ngojek itu sih. Sempat ngojek, ya, cari kerja itu susah sih," kata Eni.
Baru tiga bulan ini ia memperoleh pekerjaan tetap di sebuah perusahaan garmen. Ia menyambut pekerjaan itu dengan rasa syukur, meski masih dihantui sisa-sisa ketidakpastian dari masa lalu.
Sama seperti Tri, kini Eni masih menunggu pelunasan gaji dan pesangon. Gaji yang ia terima menjelang PHK bahkan hanya sekitar beberapa persen dari nominal seharusnya.
"Setiap bulan itu cuma kayak 5 persen, 20 persen gitu. Jadi enggak, enggak penuh," keluhnya.
Total sisa gaji yang belum dibayarkan mencapai Rp10 juta, dan baru dicicil Rp2 juta. Sementara pesangonnya mencapai sekitar Rp35 juta. Seluruh sisa uang, yang merupakan haknya itu belum tersentuh hingga kini.
Ratusan Pekerja dalam Ketidakpastian
Di tengah situasi yang semakin tak jelas, Serikat Pekerja Eks PT Primissima terus berusaha mengawal nasib para pekerja.
Bagus Samsu, selaku ketua serikat, menyebut ada sekitar 402 karyawan yang di-PHK dan belum menerima haknya hingga kini.
"Kami akan terus menindaklanjuti, memperjuangkan hak-hak teman-teman yang sampai dengan detik ini belum bisa terealisasi," kata Bagus.
Ia menjelaskan bahwa rata-rata hak pekerja yang harus dipenuhi berkisar antara Rp30 juta hingga Rp40 juta. Bergantung masa kerja dan jumlah hutang gaji masing-masing.
Bagus tak memungkiri, tenggat 31 Desember 2025 nanti yang tercantum dalam perjanjian pemenuhan hak kini menghantui benak para eks pekerja. Namun dengan batas waktu yang kian dekat itu, kepastian tak kunjung muncul.
Kesepakatan yang semula menghadirkan harapan itu perlahan berubah menjadi sumber kecemasan.
"Belum [dipenuhi hak-hak eks pekerja] sampai dengan detik ini karena sesuai perjanjian kan kemarin kesepakatan kita di akhir bulan Desember," ujarnya.
"Kalau tidak salah September-November 2024. Jadi ini hampir setahun [kesepakatan dibuat]. [Bunyinya] akan diselesaikan sampai akhir Desember 2025," sambungnya.
Serikat pekerja pun mengakui hingga kini belum ada informasi lebih jauh soal rencana penjualan aset perusahaan yang sempat digadang-gadang bakal menjadi sumber pembayaran hak pekerja.
Menjaga Asa, Meski Samar
Banyak eks karyawan yang kini menjalani hidup dalam penantian yang panjang. Ada yang bekerja serabutan, ada yang kembali bertani, sementara sebagian lainnya telah mendapat pekerjaan baru namun masih terbebani oleh hak yang belum dibayar.
Serikat mencatat bahwa jika digabung dengan karyawan pensiun dan resign yang juga belum menerima haknya, jumlahnya diperkirakan mencapai 600 orang lebih.
Bagus menyebutkan bahwa mereka mulai menyiapkan langkah antisipasi. Termasuk kemungkinan pendampingan hukum dalam proses ke depan.
"Nah ini kami menyikapi jika terjadi hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan kesepakatan. Kami juga harus ada tindakan preventif," ujarnya.
Langkah ini ditempuh agar para pekerja tidak selamanya menunggu dalam gelap.
Eks karyawan masih berharap, tak peduli betapa kaburnya janji yang diberikan. Ketika ditanya apakah mereka masih ingin haknya dipenuhi meski kondisi perusahaan tak menentu, Bagus mengungkap semua masih berharap.
"Iya [semua masih berharap dibayarkan] karena itu menjadikan harapan dengan setahun in," tandasnya.
Masih Memeluk Harapan
Tri dan Eni serta ratusan eks pekerja PT Primissima lain kini menjalani hidup dengan sederhana. Menggantungkan masa depan pada sawah, ternak, dan upaya kecil yang dapat dilakukan.
Selama setahun menunggu, Tri tak menampik bahwa asa sering kali goyah.
Ia masih menyimpan secercah harapan bahwa perusahaan akan memenuhi janjinya membayar hak pekerja maksimal akhir Desember 2025. Namun ketidakpastian membuatnya gamang.
"Optimis dan tidak optimis. Harapannya kan janjinya di 31 Desember terakhir tapi sekarang ada pikiran, 'ah, cair apa enggak? gitu," kata Tri.
Keduanya, bersama ratusan lainnya, masih menyimpan harapan bahwa jerih payah bertahun-tahun tak akan hilang begitu saja.
Mereka tahu bahwa tanggal 31 Desember 2025 mungkin hanya sebuah tenggat administratif. Namun bagi mereka, tanggal itu adalah batas antara kelegaan serta luka yang bisa makin pedih.
Sebelumnya diberitakan bahwa, Direktur Utama PT Primissima (Persero), Usmansyah, membenarkan telah melakukan PHK terhadap 402 karyawan.
Pihaknya hanya menyisakan satu komisaris dan dua direksi yang tidak terdampak, serta sekitar 20 karyawan yang lebih dulu mengundurkan diri.
Ia menyebut langkah itu terpaksa diambil karena perusahaan sudah tak mampu beroperasi normal.
"Benar, kita melakukan PHK massal karena perusahaan tidak mempunyai kemampuan apapun lagi untuk beroperasi secara normal," kata Usmansyah saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Usmansyah sempat berujar bahwa seluruh hak pekerja, termasuk sisa gaji hingga pesangon akan dipenuhi sesuai tenggat kesepakatan.
Berita Terkait
-
Restrukturisasi Perusahaan, Pengembang Game Tomb Raider PHK Puluhan Karyawan
-
Transjakarta Belum Bisa PHK Karyawan Terduga Pelaku Pelecehan, Tunggu Bukti Baru
-
COO Danantara Tampik Indofarma Bukan PHK Karyawan, Tapi Restrukturisasi
-
Terjerat PKPU dan Terancam Bangkrut, Indofarma PHK Hampir Seluruh Karyawan, Sisa 3 Orang Saja!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional
-
Ahli Bedah & Intervensi Jantung RS dr. Soebandi Jember Sukses Selamatkan Pasien Luka Tembus Aorta
-
Wamen Dzulfikar: Polisi Aktif di KP2MI Strategis Perangi Mafia TPPO
-
Anggota DPR Ini Ingatkan Bahaya Pinjol: Banyak yang Ngira Itu Bisa Selesaikan Masalah, Padahal...
-
Gibran Wakili Prabowo di Forum KTT G20, DPR: Jangan Cuma Hadir, Tapi Ikut Dialog
-
Mahfud MD Sebut Prabowo Marah di Rapat, Bilang Bintang Jenderal Tak Berguna Jika Tidak Bantu Rakyat
-
RUU PPRT 21 Tahun Mandek, Aktivis Sindir DPR: UU Lain Kilat, Nasib PRT Dianaktirikan
-
KSPI Desak RUU PPRT Disahkan: Pekerja yang Menopang Ekonomi Justru Paling Diabaikan
-
Cegat Truk di Tol Cikampek, Polda Metro Bongkar Penyelundupan Pakaian Bekas Impor Rp 4,2 Miliar
-
Detik-detik Mencekam Pesawat Oleng Lalu Jatuh di Karawang, Begini Kondisi Seluruh Awaknya