News / Nasional
Rabu, 03 Desember 2025 | 13:17 WIB
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq. [ANTARA/Sugiharto Purnama]
Baca 10 detik
  • Menteri LH Hanif Faisol memaparkan bencana hidrometeorologi Sumatera disebabkan siklon tropis 'Senyar', curah hujan ekstrem, dan deforestasi.
  • Siklon menyebabkan dampak luas meliputi 23 DAS, dengan Batang Toru rentan akibat lanskap 'V' dan curah hujan ekstrem.
  • Kementerian LH mengevaluasi izin usaha dan menjadwalkan pemanggilan pimpinan perusahaan terkait pengurangan tutupan hutan signifikan.

Suara.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, memaparkan analisis mendalam terkait bencana hidrometeorologi yang melanda wilayah Sumatera akibat dampak siklon tropis.

Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2025), Hanif menyoroti kombinasi curah hujan ekstrem, karakteristik lanskap, dan deforestasi masif sebagai penyebab utama bencana tersebut.

Ia mengungkapkan, bahwa siklon tropis 'Senyar' telah menyebabkan dampak luas pada 23 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sumatera, meliputi wilayah DAS Batang Toru (Sumatera Utara), Sumatera Barat, hingga Aceh.

Secara khusus, Hanif menyoroti kerentanan DAS Batang Toru yang berada di antara Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.

"Jadi ini memang menjadi khusus untuk DAS Batang Toru, karena DAS Batang Toru memiliki karakteristik landscape yang sangat rentan, karena berupa landscape seperti V landscape," kata Hanif dalam rapat.

Menurutnya, bahwa daya dukung lingkungan di wilayah tersebut sudah tidak memadai akibat aktivitas di sisi perbukitan. Hal ini diperparah dengan curah hujan ekstrem.

Di Batang Toru tercatat curah hujan mencapai 300 mm, sementara wilayah tetangganya, Sibolga, mencatat angka yang lebih tinggi.

"Kemudian di sebelahnya, Sibolga, itu curah hujannya lebih daripada Batang Toru, tercatatkan hampir 400 mm atau sangat ekstrim, yang kemudian menjadikan Sibolga menjadi rawan longsor yang menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit," paparnya.

Kondisi serupa terjadi di Aceh dan Padang. Di Aceh, curah hujan tinggi bertemu dengan topografi datar yang menyebabkan kerusakan parah, sementara di Padang lanskap yang pendek memicu dampak yang luar biasa.

Baca Juga: Update Basarnas 2 Desember: 583 Orang Meninggal dan 553 Hilang dalam Bencana Sumatera

Dalam paparannya, Hanif juga menyajikan data mengejutkan mengenai volume air yang tumpah di Aceh. Total volume air yang turun di DAS Aceh mencapai angka fantastis, yakni sekitar 9,7 miliar meter kubik, yang akhirnya melumpuhkan ekonomi wilayah tersebut.

"Jadi ini total air yang turun pada hari itu berdasarkan catatan curah hujannya, jadi rata-rata di angka ada 2,6 miliar kubik, kemudian sampai di angka 4,9 miliar kubik. Ini angka yang cukup sangat besar, kalau kita jumlah sampai di angka 9,7 miliar kubik, dalam daerah aliran sungai di Aceh, tentu ini melumpuhkan sendi-sendi ekonomi Aceh, karena airnya menjadi bencana banjir bandang," jelasnya.

Ia pun menegaskan bahwa bencana ini tidak lepas dari faktor hilangnya tutupan hutan. Berdasarkan data Kementerian LH, terjadi pengurangan hutan yang signifikan di tiga provinsi terdampak.

"Di Aceh terjadi pengurangan tutupan hutan dari tahun 1990 sampai 2024 sebesar 14.000 hektare," ungkapnya.

Sementara itu, di DAS Batang Toru (Sumatera Utara) terjadi pengurangan hutan sebesar 19.000 hektare, dan di DAS Sumatera Barat kehilangan hutan mencapai 10.521 hektare.

Merespons kondisi ini, Kementerian LH mengambil langkah cepat. Hanif menyatakan pihaknya telah melakukan evaluasi persetujuan lingkungan terhadap unit-unit usaha di Batang Toru mulai hari ini.

Load More