Suara.com - Badan Pemeriksa Keuangan meminta pemerintah menuntaskan tujuh masalah signifikan mengenai pengelolaan keuangan negara karena jika dibiarkan dapat menimbulkan kerugian negara dan implikasi negatif bagi pembangunan.
"Pertama adalah masalah penerapan akutansi berbasis akrual pada pemerintah daerah," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis pada sidang paripurna DPR dengan agenda "Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2014" di Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Harry mengatakan penerapan akrual di pemerintah daerah masih bermasalah. Lembaga auditor utama negara itu, berdasarkan pemeriksaan 184 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), menemukan kasus-kasus ketidaksiapan pemda untuk menerapakan sistem akrual karena belum ada landasan hukum yang melindungi sistem tersebut.
Pemda, kata Harry juga tidak menyiapkan pengembangan sistem pengelolaan keuangan yang sesuai dengan akutansi yang berbasis akrual. Hal itu ditambah keterbatasan Sumber Daya Manusia di daerah untuk menjalankan sistem akrual itu.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21, Tahun 2010, pemerintah wajib menerapakan sistem akrual paling lambat pada 2015.
Masalah kedua, kata Harry, adalah pengalihan kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pusat ke daerah. Pengalihan tersebut, kata Harry, paling lambat dilakukan pada 1 Januari 2014.
Namun, menurut Harry, banyak pemerintah daerah belum memverifikasi dan memvalidasi data piutang PBB-P2 dari pemerintah pusat. Pemda juga belum mencatat piutang PBB-P2 yang telah dicatat pemerintah pusat di neraca.
Selain itu, piutang yang tercatat dalam Berita Acara Penyerahan PBB-P2 dan Aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak berbeda nilainya.
Masalah ketiga adalah penyuntikan modal Bank Mutiara senilai Rp1,25 triliun oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Harry mengatakan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) tidak disampaikan Bank Mutiara secara transaparan saat itu.
Dari alasan penambahan modal itu, BPK juga menemukan pengelolaan kredit lama, termasuk dengan upaya restrukrisasi oleh Bank Mutiara yang tidak sesuai ketentuan perbankan dari Bank Indonesia.
Masalah keempat adalah penerapan Kartu Tanda Penduduk elektronik. Dalam kasus E-KTP ini, BPK menemukan kasus kerugian negara senilai Rp24,90 miliar dan ketidak-efektifan senilai Rp357,2 miliar dari 11 kasus.
"Distribusi E-KTP ini bermasalah karena tidak tercapainya target distribusi sampai dengan tanggal kontrak berakhir," ujarnya.
Masalah kelima adalah pengangkatan, pemberhentian direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN. BPK menemukan tata cara pengangkatan dan pemberhentian komisaris atau dewan pengusaha BUMN belum ada peraturannya, sedangkan untuk direksi sudah ada.
"Kelemahan lain proses penjaringan komisaris atau dewan pengawas tidak didukung dengan kriteria dan pedoman penilaian,," kata dia.
Masalah keenam adalah pengelolaan subsidi dari program "Public Service Obligation" (PSO) yang meliputi subsidi energi, pupuk, beras dan lainnya. Koreksi BPK atas PSO adalah unsur unsur biaya yang tidak boleh dibebankan sebagai subsidi menurut ketentuan perundang-undangan, begitu juga mengenai besaran volume dan nilai subsidi. Kemudian, lanjut Harry, masalah ketujuh adalah pengalihan PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan dan PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. BPK menemukan tunggakan iuran Askes Sosial senilai Rp943,3 miliar belum diselesaikan pemerintah daerah. Kemudian, pemebentukan dana pengembangan Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagkerjaan senilai Rp1,36 triliun yang mengakibatkan peserta tidak menerima seluruh dana pengembangan JHT pada 2012.
Tag
Berita Terkait
-
BAKN DPR RI Tekankan Perbaikan Tata Kelola Perhutani, Dorong Tindak Lanjut Temuan BPK
-
Diperiksa KPK, Eks Petinggi BPK Ahmadi Noor Supit Irit Bicara soal Korupsi Iklan Bank BJB
-
Kritik Praktik Audit BPK dan BPKP, Dedi Mulyadi : Jangan Cuma Administratif!
-
Dendam usai Bebas? Ini Dalih Tom Lembong Laporkan Auditor BPK ke Ombdusman RI
-
Gandeng BPK RI, KPK Masih Hitung Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Haji
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Profil PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE), Ini Sosok Pemiliknya
-
BRI Ajak Warga Surabaya Temukan Hunian & Kendaraan Impian di Consumer BRI Expo 2025
-
TikTok Dibekukan Komdigi Usai Tolak Serahkan Data Konten Live Streaming Demo
-
Maganghub Kemnaker: Syarat, Jadwal Pendaftaran, Uang Saku dan Sektor Pekerjaan
-
Perusahaan Ini Sulap Lahan Bekas Tambang jadi Sumber Air Bersih
-
2 Hari 2 Kilang Minyak Besar Terbakar Hebat, Ini 5 Faktanya
-
IHSG Tutup Pekan di Zona Hijau: Saham Milik Grup Djarum Masuk Top Losers
-
Maganghub Kemnaker Dapat Gaji Rp 3.000.000 per Bulan? Ini Rinciannya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor