Perundingan harga saham yang pas antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan PT Freeport Indonesia nampaknya masih akan berlangsung lama dan alot. Penyebabnya, kedua belah pihak masih bersikukuh dengan harga masing-masing yang berangkat dari metode yang berbeda.
"Bagi kami, tentunya harga saham perusahaan kami harus dinilai secara proporsional dan sesuai. Selama puluhan tahun ini kami punya aset beserta segala risikonya yang harus kami hadapi. Tentunya tidak pas jika cuma dinilai berdasarkan harga replacement cost," kata Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama saat dihubungi Suara.com, Kamis (28/7/2016).
Riza juga mengakui ketidakpastian perpanjangan kontrak karya Freeport di Timika, Papua Barat yang akan berakhir tahun 2021 juga dirasa mengganggu proses negoisasi divestasi 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia. Walau bagaimanapun, pihaknya ingin kepastian operasional jangka panjang sampai 2041 bisa diperoleh. "Sebetulnya ini sudah pernah dibicarakan oleh Menteri ESDM sebelumnya untuk merubah aturan terkait ini. Tetapi sampai kini, realisasi perubahan aturan itu belum ada. Jadi pengambilan keputusan sepertinya baru nanti 2019," ujar Riza.
Masalahnya, pemberian kepastian perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia tahun 2019 dirasa terlalu mepet. Sementara, fase penambangan Freeport di Timika saat ini sudah harus memasuki tambang bawah tanah. Sementara, persiapan untuk membangun infrastruktur terkait tambang bawah tanah tidak cukup hanya dua tahun. "Oleh karenanya, kami berharap kepastian perpanjangan KK ini bisa lebih cepat," tutup Riza.
Sebagaimana diketahui, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia (PTFI) akan berakhir pada 2021. Perusahaan tambang raksasa yang berbasis di Amerika Serikat ini terus berupaya melobi pemerintah agar memperpanjang kontraknya hingga tahun 2041.
Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mempersiapkan konsorsium sejumlah BUMN sebagai calon pembeli saham divestasi Freeport Indonesia. Anggota konsorsium tersebut meliputi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Menkeu Purbaya Janji Hentikan Sisa Anggaran Menumpuk di Akhir Tahun
-
Bos SMGR Akui Persaingan Industri Semen RI Makin Ketat
-
Pertamina Mau Gabung 3 Anak Usaha, DPR: Sesuai Keinginan Danantara
-
Rusun Jadi Fokus Solusi Pemukiman yang Semakin Mahal di Jakarta
-
Tidak Gratis, Pindahkan Rp 200 Triliun ke 5 Bank Menkeu Purbaya Minta Bunga Segini!
-
BNI Sambut Penempatan Dana Pemerintah, Tapi Minta Beberapa Penjelasan
-
5 Perumahan di Bekasi Utara Cocok untuk Milenial, Harga Mulai Rp 300 Jutaan
-
Rp 70 Miliar Milik Nasabah Hilang Karena Dibobol? Ini Kata BCA
-
Pengamat: Reshuffle Prabowo Lebih Bernuansa Politis Ketimbang Respons Tuntutan Publik
-
Kisah Harjo Sutanto: Orang Terkaya Tertua, Pendiri Wings Group