“Pemerintah sebaikanya melihat perubahan PP tidak sesederhana point-point tersebut. Slasan lima tahun sebaiknya diuraikan dalam kajian. Sebaiknya Pemerintah melihat fundamental permsalahan kenapa hilirisasi tidak berjalan dan bagaimana affirmative action yang konprehensif bukan hanya tambal sulam,”tandasnya.
Menurutnya Pemerintah harus memperlakukan sama untuk semua komoditi dan juga pelaku usaha. Jangan ada perbedaan perlakuan antara perusahaan pemegang Kontrak Karya dengan Perusahaan Pemegang IUP.
Ketika ditanya tentang apakah komoditi lain seperti nikel dan tembaga pelu diberi kelonggaran ekspor, Budi menilai Pemerintah perlu melakukan itu dengan beberapa pertimbangan. “Saya kira Pemerintah harus memberlakukan ke komoditi yang lain (nikel dan bauksit) dengan syarat terbatas dan hanya sebagai emergency exit” katanya.
Budi kemudian menyebut ketiga syarat tersebut adalah ekspor hanya untuk mem back-up kondisi finansial perusahaan, diberikan hanya pada perusahaan yang sudah dan sedang membangun smelter dan tentu saja memiliki cadangan yang cukup. “Jangan sampai pembatasan mineral seolah-olah hanya untuk pihak tertentu “kata Budi mengingatkan.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno berharap agar regulasi yang diterbitkan ramah pada investasi. “Kami mendukung agar dilakukan kegiatan peningkatan nilai tambah agar tidak ada mineral lain yang juga terkirim. Namun kalau dilihat perkembangan selama ini pembangunan smelter juga masih mengalami masalah,”kata Suwandi.
Menurutnya selama ini pembangunan smelter masih mengalami masalah karena harus juga membangun infrastruktur mulai dari listrik, jalan sampai pelabuhan. “Jika ingin mendorong pembangunan smelter infrastruktur pendukung juga harus dipikirkan. Atau bisa juga Pemerintah memberi kelonggaran ekspor untuk membantu perusahaan segera menyelesaikan pembangunan smelter,”katanya.
Namun menurut Suwandi jika relaksasi diberikan, perusahaan harus juga serius membangun smelter dengan menyisihkan uang hasil penjualan mineral.
Suwandi mengakui kebijakan larangan ekspor yang diterapkan pada tahun 2014 silam berdampak pada perusahaan-perusahaan pembiayaan. “Ini karena dampak dari kebijakan tersebut banyak perusahaan tambang yang tutup sehingga turut mempengaruhi kinerja kami,”tandasnya lagi.
Baca Juga: Jonan: Hilirisasi Mineral Harus Jalankan Enam Arahan Presiden
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 5 Rekomendasi Bedak Cushion Anti Longsor Buat Tutupi Flek Hitam, Cocok Untuk Acara Seharian
- 10 Sepatu Jalan Kaki Terbaik dan Nyaman dari Brand Lokal hingga Luar Negeri
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 23 Kode Redeem FC Mobile 6 November: Raih Hadiah Cafu 113, Rank Up Point, dan Player Pack Eksklusif
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
MEDC Kini Bagian dari OGMP 2.0, Apa Pengaruhnya
-
Industri Pelayaran Ikut Kontribusi ke Ekonomi RI, Serap Jutaan Tenaga Kerja
-
Emiten CGAS Torehkan Laba Bersih Rp 9,89 Miliar Hingga Kuartal III-2025
-
Grab Akan Akuisisi GoTo, Danantara Bakal Dilibatkan
-
ESDM Kini Telusuri Adanya Potensi Pelanggaran Hukum pada Longsornya Tambang Freeport
-
Industri Biomassa Gorontalo Diterpa Isu Deforestasi, APREBI Beri Penjelasan
-
BEI Umumkan IHSG Sentuh All Time High Pekan Ini
-
Apakah Indonesia Pernah Redenominasi Rupiah? Purbaya Mau Ubah Rp1.000 Jadi Rp1
-
SVLK Jadi Benteng Hukum Lawan Tuduhan Deforestasi Biomassa di Gorontalo
-
Terminal IC Bandara Soekarno-Hatta Kembali Beroperasi 12 November, Khusus Penerbangan Citilink