Suara.com - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mantan anggota tim reformasi tata kelola migas Fahmy Radhi mengatakan penetapan harga jual batu bara dalam negeri melalui domestic market obligation (DMO) harus berkeadilan sesuai prinsip berbagi keadilan.
"Prinsipnya menerapkan share gain and share pain atau berbagi keuntungan dan juga beban antara pengusaha batu bara dengan pemerintah dan PLN," kata Fahmy, di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Fahmy menyatakan, usulan DMO menggunakan batas atas dan batas bawah, baik yang diajukan oleh PLN atau Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI), sebenarnya merupakan solusi terbaik untuk berbagi, ketimbang harus menerapkan perhitungan berdasarkan besar biaya (cost) ditambah dengan margin (keuntungan).
"Ini dilakukan sebagai cara mencegah terjadi proses kebangkrutan PLN, dengan harga batu bara yang dijual di luar PLN dan diekspor 75 persen ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar. Pengendalian harga batu bara itu merupakan jalan tengah mengurangi beban PLN dengan sedikit mengurangi pendapatan pengusaha batu bara sejak bulan Agustus 2017 telah menikmati keuntungan winfall profit, akibat kenaikan harga batu bara," ujarnya pula.
Dalam beberapa tahun terakhir harga batu bara di pasar internasional terus melambung. Kondisi ini dirasakan tidak mudah bagi PT PLN (Persero) yang sebagian besar pembangkitnya menggunakan batu bara.
Pada 2016, harga batu bara mencapai Rp630.000/ton, lalu naik menjadi Rp853.000/ton tahun berikutnya. Inilah yang menyebabkan biaya penyediaan tenaga listrik PLN membengkak sekitar Rp16,18 triliun pada 2017.
Saat ini pemerintah sedang menyusun formula baru untuk menentukan Tarif Dasar Listrik (TDL). Selama ini komponen untuk menyusun TDL adalah berdasarkan inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Padahal, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar batu bara. Karena itu, di tengah upaya pemerintah mengkaji perubahan acuan tarif, sehingga hal ini perlu diwaspadai, karena harga acuan batu bara justru cenderung meningkat, seperti juga kenaikan harga produk pertambangan yang lain.
"Seharusnya PLN menaikkan tarif tenaga listrik atau TTL, namun mengingat dampaknya akan sangat terasa pada inflasi yang akan menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok, dan juga pasti akan membebani masyarakat dengan daya beli rendah, maka saya menduga sampai tahun 2019, tarif tenaga listrik masih stabil," kata Fahmy.
Tren Harga Batu Bara Tren kenaikan harga batu bara sepertinya akan terus berlanjut. Pada Januari 2018, harga batu bara berkalori 6.322 naik lagi ke posisi 95,54 dolar AS per ton atau lebih dari Rp1.297.000 per ton.
Bulan Februari ini, Kementerian ESDM kembali menaikkan harga batu bara acuan (HBA) menjadi 100,69 dolar AS per ton. Tidak mengherankan bila biaya penyediaan listrik tahun ini diperkirakan bakal naik sekitar Rp23,8 triliun.
PLN pasti tidak akan mampu menanggung sendiri berat beban tersebut. Indikasinya sudah jelas terlihat, sampai September 2017 laba PLN tercatat Rp3,06 triliun, jauh merosot dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp10,98 triliun. Jika hal ini terus dibiarkan, bisa dipastikan kondisi keuangan PLN bakal kolaps.
Terkait hal tersebut, ekonom, founder dan principal The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip mengemukakan, sumber data yang diolah dari Bank Dunia, memperkirakan nantinya harga batu bara akan mengalami kondisi stabilisasi, mengingat melemah permintaan terutama dari Tiongkok (China), terkait dengan inisiasi pengurangan konsumsi batu bara, sekaligus beralih ke gas dalam rangka pengurangan emisi.
Ia juga menyoroti biaya penambangan batu bara di Indonesia yang cenderung tinggi. Tingginya biaya penambangan menyebabkan Harga Batubara Acuan (HBA) cenderung bergerak naik.
Karena itu, Sunarsip dan kawan-kawan menyusun berbagai asumsi, dengan biaya bahan bakar mencapai 60 persen dari biaya produksi, mengingat batu bara merupakan 55 persen dari komponen energi primer, sehingga setiap kenaikan HBA 10 persen, cost of production naik 3,3 persen.
Berita Terkait
-
Jelang Pergantian Tahun, Sektor ESDM Catatkan PNBP sebesar Rp228 Triliun
-
Menkeu Purbaya Ungkap Program Hilirisasi Mulai Berdampak ke PDB, Ini Datanya
-
ESDM: Batu Bara Masih Jadi Penyumbang Terbesar PNBP Sektor Minerba
-
Usulan Revisi PLTU Dianggap Ancam Ekonomi dan Transisi Energi: Mengapa?
-
Bahlil Lahadalia Ungkap Alasan DMO Batubara Naik di Balik Kebijakan Baru ESDM
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar
-
Bahlil akan Pangkas Produksi Nikel, Harga di Dunia Langsung Naik
-
Bahlil Ungkap Update Terkini Pemulihan Jaringan Listrik Aceh: 4 Kabupaten Pemadaman Bergilir
-
Aturan UMP Baru, 5 Provinsi Luar Jawa Jadi Kandidat Gaji Tertinggi
-
Zulkifli Zaini Jadi Komisaris Bank Mandiri, Ini Susunan Pengurus Baru
-
OJK Bentuk Direktorat Perbankan Digital Mulai Tahun 2026, Apa Tugasnya?
-
IWIP Gelontorkan Pendanaan Rp900 Juta untuk Korban Bencana di Sumatera
-
Danantara dan BP BUMN Turunkan 1.000 Relawan untuk Bencana Sumatra, Diawali dari Aceh
-
Komitmen Nyata BUMN Peduli, BRI Terjunkan Relawan ke Daerah Bencana Sumatera