Suara.com - Penugasan yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengelola blok minyak dan gas bumi (migas) yang habis masa kontraknya dinilai perlu dikaji ulang.
Pasalnya, keputusan untuk melibatkan Pertamina sebagai operator blok terminasi akan merugikan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) sebelumnya, sekaligus berpotensi memberatkan BUMN migas itu sendiri.
Contoh terbaru adalah hilangnya nama China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan PT Saka Energi Indonesia dalam daftar pemegang hak partisipasi (PI) anyar blok Southeast Sumatra (SES) yang akan habis kontraknya tahun ini.
CNOOC sebelumnya memegang PI SES sebesar 65,54 persen dan bertindak selaku operator. Sementara Saka Energi Sumatra memiliki PI 8,91 persen. Namun, dalam daftar pemegang PI terbaru hanya ada nama Pertamina sebagai operator dan PT GHJ SES Indonesia sebagai mitranya.
Bukan hanya itu, nama Saka Energi dan beberapa kontraktor lama juga tidak nampak sebagai pemegang hak partisipasi blok Sanga-sanga di Kalimantan Timur.
Pertamina sebagai operator akan bermitra dengan PT Karunia Utama Perdana dan Opicoil Houston Inc. Sementara Vico sebagai operator terdahulu bersama Saka Energi, Virginia International Co, Universe Gas & Oil Company Inc, dan LASMO Sanga-sanga mengundurkan diri.
Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai ada yang salah dengan mekanisme penugasan Pertamina sebagai operator blok terminasi. Hal tersebut menurutnya akan mengganggu iklim investasi di sektor hulu migas.
Terlebih Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM melansir akan ada 26 blok migas yang akan habis kontraknya mulai tahun ini sampai 2026 mendatang.
“Mundurnya CNOOC karena mereka tidak tertarik untuk menjalin kerja sama dengan Pertamina. Selain itu, ada dua penyebab lain seperti kapasitas minyak yang sudah habis dan iklim investasi yang tidak menarik,” kata Kardaya, Senin (9/4/2018).
Baca Juga: Pertamina Diwajibkan Jual Premium di Jawa, Madura, dan Bali
Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini melihat, iklim investasi migas di Indonesia semakin tidak kondusif dengan ditetapkannya Pertamina secara otomatis sebagai operator blok migas terminasi.
Pasalnya, KKKS memerlukan kepastian hukum sebelum memutuskan untuk menanamkan investasi berjumlah besar yang baru akan balik modal dalam jangka panjang.
“Ini masih menjadi masalah ditambah lagi revisi Undang-Undang (UU) Migas masih belum jelas, akibatnya investor menunggu dan bisa beralih ketempat lain,” papar dia.
Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tersebut menambahkan, penunjukkan Pertamina sebagai operator blok terminasi juga berpotensi merugikan BUMN tersebut.
“Kalau ternyata gagal mengelola blok tersebut, tentu akan mengganggu kinerja perseroan. Seharusnya mereka bisa menolak dan melakukan kajian dulu jika ditawarkan sebagai operator. Tapi kan sebagai BUMN, Pertamina mau tidak mau harus menerima perintah dari pemerintah," jelasnya.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), meminta pemerintah untuk mengkaji kembali efektivitas kebijakan yang baru dibuatnya tersebut.
Berita Terkait
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Lagunya Dipakai Iklan Tanpa Izin oleh Pertamina, Wijaya 80 Ngadu ke DJKI
-
Eksplorasi 'Ladang Hijau' Irak Dibuka: Kesempatan Emas bagi Pertamina di Sektor Hulu Migas
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana Senin Depan, Selesaikan 4 Aduan Bisnis
-
Purbaya Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI: 5,2% di 2025, 5,4% pada 2026
-
Menaker Yassierli Klaim PP Pengupahan Baru Hasil Kompromi Terbaik: Belum Ada Penolakan Langsung
-
Purbaya Sentil Balik Bank Dunia soal Defisit APBN: Jangan Terlalu Percaya World Bank!
-
Bank Mandiri Dorong Akselerasi Inklusivitas, Perkuat Ekosistem Kerja dan Usaha Ramah Disabilitas
-
Purbaya Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Capai 3% Buntut Penurunan Suku Bunga The Fed
-
SIM Mati Bisa Diperpanjang? Ini Syarat Terbaru dan Biayanya
-
LPDB Dorong Koperasi Pondok Pesantren Jadi Mitra Strategis Koperasi Desa Merah Putih