Suara.com - Belum berhasilnya pemerintah dalam menurunkan prevalensi merokok di Indonesia melalui peringatan gambar kesehatan disebabkan karena strategi tersebut belum tersegmentasi secara kategori usia. Untuk itu, pemerintah diminta untuk menerapkan strategi komunikasi yang berbeda agar lebih efektif.
“Perlu strategi komunikasi secara tersegmentasi untuk mengedukasi masyarakat, karena perokok berat berbeda dengan perokok ringan. Begitu juga latar belakang usia, pendidikan dan pekerjaan berbeda karakteristiknya,” ujar Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Profesor Kholil ditulis Senin (10/5/2021).
Berdasarkan hasil kajian ilmiah terhadap 930 responden yang melibatkan sejumlah akademisi, dokter, tenaga kesehatan, perokok, dan pengguna produk tembakau alternatif, Kholil mengungkapkan hanya sekitar 7,96% yang memilih opsi label peringatan kesehatan sebagai strategi yang sesuai agar perokok berhenti merokok.
Sebesar 29,89% edukasi memilih edukasi melalui media online, 27,42% diskusi komunikasi tersegmentasi, dan 22,47% regulasi.
“Edukasi melalui bungkus rokok itu sama, padahal dari segi pemahaman, karakteristik, perilaku para perokok itu berbeda-beda. Kalau digeneralisasi seperti sekarang ini, tidak efektif. Jadi harus dilakukan pendekatan secara tersegmentasi,” ujar Kholil.
Kholil menjelaskan strategi komunikasi bagi perokok usia 25-35 tahun perlu dengan cara meningkatkan kesadaran mengenai hidup sehat tanpa rokok, pengetahuan tentang perbedaan nikotin dan TAR, preferensi untuk memilih hidup sehat, serta aksi untuk berhenti merokok secara bertahap.
“Apa sih yang jadi bahaya merokok itu? Jadi bahaya rokok ada pada TAR yang muncul karena pembakaran tembakau, kemudian menghasilkan karsinogen,” kata dia.
Terkait dengan aksi untuk berhenti merokok secara bertahap, Kholil melanjutkan perokok dewasa bisa beralih ke produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik.
Sebab, untuk berhenti merokok secara langsung sangatlah sulit. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda. Namun, hal ini perlu didukung dengan penyebaran informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif.
Baca Juga: Tekan Prevalensi Merokok, Produk Tembakau Alternatif Perlu Dimaksimalkan
Sebab, sebanyak 52,4% responden mengaku belum mengetahui adanya produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok.
“Pemerintah harus mendukung keputusan masyarakat yang mencoba untuk mengurangi rokok. Hasil temuan kami menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif dapat membantu mengurangi bahaya rokok. Paling bagus tentu adalah berhenti merokok, tapi itu tidak mudah,” ungkap Kholil.
Selain itu, strategi ini perlu diperkuat dengan dukungan dari para pemangku kepentingan agar lebih efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.
“Kita harus kolaborasi antara pemerintah, komunitas, pelaku usaha, dan media. Semuanya harus bersatu agar bisa menyampaikan pesan-pesan komunikasi yang tersegmentasi. Jika pesan komunikasi antara orang tua dan milenial disamakan, maka tidak efektif,” ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, tim peneliti dari USAHID, Hifni Alifahmi, menambahkan memang perlu adanya partisipasi dari para pemangku kepentingan.
“Jadi perlu melibatkan pakar kesehatan, tokoh masyarakat, hingga komunitas, karena pendapat mereka bisa didengar.” ungkapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Dari Puncak JI ke Pangkuan Ibu Pertiwi: Kisah Abu Rusydan dan Komitmen Deradikalisasi Negara
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
-
Harga Emas Antam Stagnan, Hari Ini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Poin-poin Utama UU BUMN: Resmi Disahkan DPR RI, Selamat Tinggal Kementerian BUMN
Terkini
-
Taktik Bank Mandiri Genjot Penyaluran KPR
-
Strategi PLN Amankan Objek Vital Listrik dari Huru Hara Hingga Ancaman Bom
-
Alasan Izin Tiktok Dibekukan di Indonesia: Tak Taat Aturan, Lindungi Judi Online?
-
Waspadai Akun Centang Biru di Medsos Banyak Tawari Investasi Bodong
-
Waduh, Investor Muda yang FOMO Main Saham Bakal Alami Kerugian
-
Geger Pasar Modal! Saham DADA Dilirik 'Raksasa' Investasi Global
-
5 Fakta Dugaan Penggelapan Uang Rp 30 Miliar yang Seret Maybank Indonesia
-
OJK Pastikan Investasi Saham Bukan Masuk Judi, Ini Faktanya
-
Harga Bahan Pokok Tinggi, Tabungan Kelas Menengah Makin Menipis
-
Transaksi AgenBRILink Tembus Rp1.145 Triliun, BRI Genjot Inklusi Keuangan