Suara.com - Pemerintah RI menyatakan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12% berlaku mulai Januari 2025.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa keputusan Pemerintah Indonesia menaikkan PPN persen karena Rasio Pajak Indonesia rendah, sehingga untuk meningkatkan angka rasio pajak Indonesia, dikenakan PPN 12%.
Penerapan PPN 12% berangkat dari target pemerintah untuk peningkatan penerimaan pajak guna mendukung berbagai program pembangunan. Selain itu, inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang berada di kisaran 1,5%-3,5%.
Josua Pardede, seorang Ekonom dan Chief Economist Permata Bank kepada Suara.com memaparkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% di Indonesia yang diperkirakan memicu inflasi tambahan sebesar 0,2% hingga 0,6% memberikan gambaran yang lebih kompleks mengenai hubungan inflasi dan kebijakan fiskal.
Hal ini mencerminkan langkah pemerintah untuk:
1. Redistribusi Pendapatan: Pengenaan PPN lebih tinggi pada barang/jasa mewah bertujuan untuk meningkatkan kontribusi dari masyarakat mampu dan menjaga daya beli kelompok rentan melalui stimulus seperti subsidi listrik dan bantuan pangan.
2. Daya Dorong Ekonomi: Pemerintah melengkapi kebijakan ini dengan paket stimulus senilai Rp38,6 triliun untuk mendukung konsumsi rumah tangga, sektor UMKM, dan industri padat karya.
3. Inflasi yang Terkendali: Inflasi yang dihasilkan dari kebijakan ini diproyeksikan tetap dalam batas aman, dengan estimasi <3% untuk 2025. Hal ini mencerminkan strategi fiskal yang seimbang untuk mendorong pertumbuhan tanpa menekan daya beli masyarakat secara signifikan.
“Inflasi tidak sepenuhnya negatif. Dalam konteks kebijakan kenaikan PPN ini, dampak inflasi yang relatif kecil (0,2%-0,6%) lebih berfungsi sebagai alat distribusi fiskal dan pendukung pembangunan berkelanjutan. Konteks, manajemen, dan mitigasi dampak merupakan faktor penting dalam menentukan apakah inflasi memberikan hasil positif atau negatif bagi perekonomian,” jelas Josua Pardede.
Baca Juga: Retail dan Operator Buka Suara soal PPN 12 Persen
Ia menambahkan, dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, tarif PPN 12% di Indonesia masih tergolong kompetitif dan tidak termasuk yang tertinggi.
Bisa disimak bahwa Thailand memiliki tarif PPN sebesar 7%, menjadi salah satu tarif terendah di antara negara-negara ASEAN. Malaysia memiliki tarif PPN (sebelumnya disebut sebagai GST) sebesar 6%, tetapi saat ini memberlakukan SST dengan variasi tarif berbeda.
Vietnam memiliki tarif PPN standar 10%, atau lebih rendah dibandingkan Indonesia setelah kenaikan menjadi 12%. Singapura memiliki tarif GST 8% pada 2024, dengan rencana kenaikan menjadi 9% pada 2025. Filipina menerapkan PPN sebesar 12%, setara dengan tarif yang akan diberlakukan di Indonesia.
Secara keseluruhan, tarif PPN Indonesia akan berada di tingkat menengah atas, setara dengan Filipina, dan masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara maju atau berkembang lainnya yang menerapkan tarif hingga 20% atau lebih. Hal ini mencerminkan upaya Pemerintah RI untuk tetap kompetitif secara regional sambil meningkatkan pendapatan fiskal.
Pemerintah menetapkan target inflasi dalam rentang 1,5-3,5% sebagai bagian dari stabilitas ekonomi. Angka ini dianggap cukup rendah untuk menjaga daya beli masyarakat namun cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% hanya diperkirakan menambah inflasi sebesar 0,2-0,6%. Angka ini relatif kecil karena kenaikan PPN difokuskan pada barang dan jasa yang dikategorikan mewah atau untuk masyarakat mampu. Selain itu, barang kebutuhan pokok, seperti beras, daging, dan susu, tetap bebas PPN.
Tag
Berita Terkait
-
Tagar PPN Memperkuat Ekonomi Trending di X, Baskara Putra: Pajak Mahal Buat Bayar Buzzer Ginian?
-
Pro Kontra PPN 12 Persen: Pemerintah Optimis, Pengamat Was-was Inflasi Meroket
-
Kok Bisa Langganan Netflix Hingga Spotify Kena PPN 12 Persen? Begini Penjelasannya
-
Selvi Ananda Pakai Gelang Mewah Ratusan Juta Rupiah, Warganet Ngamuk: Bayar PPN 12 Persen Demi Istri Gibran
-
Tiket Konser Tidak Kena PPN 12%, Harganya Bisa Lebih Murah?
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Gubernur Bank Indonesia Sebut Tiga Pilar Bangun Ekonomi Syariah, Apa Saja?
-
RI Ekspor Kopi Robusta Asal Lampung dan Malang ke Mesir
-
IHSG Terus Meroket, Intip Saham-Saham yang Jadi Primadona Pagi Ini
-
Setelah Cukai, Produsen Kini Resah dengan Maraknya Rokok Ilegal
-
Pithaloka Batik Kini Merambah Pasar Internasional Berkat Rumah BUMN Pekalongan dari Telkom
-
Tak Bosan Pecah Rekor, Harga Emas Antam Tembus Rp 2.284.000 per Gram Hari Ini
-
Bank Mandiri Serap 63 Persen Dana Rp 55 Triliun dari Menkeu Purbaya
-
IHSG Hari Ini: Asing Lepas Rp 472 M, Stimulus 31 Triliun Bakal Jadi Penopang?
-
Bank Indonesia Buka Suara Disebut Jual Cadangan Emas 11 Ton
-
Harga Emas Hari Ini Naik Semua! Antam Tembus Rp 2.356.000, Emas UBS Meroket!