Suara.com - Dana Moneter Internasional (IMF) atau International Monetary Fund memprediksi, pertumbuhan ekonomi global yang lebih kuat daripada yang diproyeksikan pada bulan April.
Hal ini, sebagian karena pelonggaran beberapa tarif AS atas barang.
Terungkap dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2025. Adapun, IMF juga menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang dan ekonomi pasar berkembang tahun ini.
Dilansir BBC, Rabu (30/7/2025), lMF menaikkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2025, dari angka semula 4,7 persen menjadi 4,8 persen.
Hal itu juga terjadi pada negara berkembang yang juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi.
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang dan ekonomi pasar berkembang tahun ini menjadi 4,1 persen.
Kenaikan ini dipicu oleh aktivitas ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan pada paruh pertama tahun ini dan adanya pelonggaran tarif dari China dan Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, lonjakan impor AS karena perusahaan-perusahaan berusaha menghindari pajak impor yang lebih tinggi dan tindakan beberapa pemerintah untuk mendorong pertumbuhan, meningkatkan proyeksi terbarunya.
Namun, tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian yang lebih besar dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih lemah dan aktivitas ekonomi yang lebih lambat.
Baca Juga: Bank Indonesia Klaim Gejolak Ekonomi Global Mereda, Ini Buktinya
IMF, yang merupakan kelompok 190 negara yang bekerja sama untuk menstabilkan ekonomi global, mengatakan peningkatan prediksi globalnya mencakup "front-loading" perdagangan dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini mengacu pada lonjakan impor ke AS.
IMF memperkirakan pertumbuhan global sebesar 3 persen pada tahun 2025 dan 3,1 persen pada tahun 2026, naik dari 2,8 persen dan 3 persen dalam laporannya di bulan April.
Namun, angka tersebut masih di bawah tingkat 3,3 persen yang diproyeksikan untuk kedua tahun tersebut pada bulan Januari, sebelum Presiden AS Donald Trump menjabat, dan rata-rata historis pra-pandemi sebesar 3,7 persen.
Perusahaan-perusahaan Amerika bergegas memasukkan produk ke negara tersebut awal tahun ini untuk mencoba mendahului pajak impor baru yang dijanjikan oleh Trump.
IMF mengatakan, hal ini menciptakan risiko yang dapat menambah guncangan ekonomi di masa mendatang, termasuk perusahaan yang memiliki terlalu banyak stok, sehingga impor di masa mendatang menjadi kurang diperlukan.
Selain itu, perusahaan mungkin harus membayar lebih untuk menyimpan barang, dan ada juga risiko barang menjadi usang, katanya.
Pierre-Olivier Gourinchas, kepala ekonom IMF, mengatakan penurunan yang moderat dalam ketegangan perdagangan, betapapun rapuhnya, telah berkontribusi pada ketahanan ekonomi global.
"Perekonomian dunia masih terpuruk, dan akan terus terpuruk dengan tarif pada tingkat tersebut, meskipun tidak separah yang seharusnya," katanya.
Ia menambahkan bahwa dorongan dari front-loading akan "memudar" dan berisiko menghambat aktivitas ekonomi pada paruh kedua tahun ini dan hingga 2026.
IMF mengatakan, laju kenaikan harga global diperkirakan akan turun menjadi 4,2 persen pada 2025 dan 3,6 persen pada 2026.
Namun, IMF mengatakan inflasi kemungkinan akan tetap di atas target di AS karena pajak impor dibebankan kepada konsumen AS pada paruh kedua tahun ini.
Kebijakan perdagangan Trump, yang menurutnya akan meningkatkan manufaktur dan lapangan kerja AS, telah menjungkirbalikkan perdagangan global.
Ia memberlakukan tarif universal sebesar 10 persen untuk barang-barang dari hampir semua negara mulai April dan mengancam akan mengenakan bea yang lebih tinggi mulai Jumat.
Tarif yang jauh lebih tinggi yang diberlakukan AS dan China terhadap satu sama lain telah ditunda hingga 12 Agustus, dengan kedua pihak terlibat dalam perundingan di Stockholm minggu ini.
Tarif yang lebih tinggi yang telah diumumkan untuk produk-produk termasuk mobil, baja dan logam lainnya, farmasi dan chip komputer, belum dimasukkan dalam perkiraan IMF.
Kesepakatan perdagangan dengan Jepang dan Uni Eropa juga belum dimasukkan dalam angka-angka tersebut.
"Kita harus melihat apakah kesepakatan-kesepakatan ini akan bertahan, apakah akan dibatalkan, apakah akan diikuti oleh perubahan lain dalam kebijakan perdagangan," tandasnya.
Berita Terkait
-
Bukan Kanan Atau Kiri, Ini Jalan Ekonomi yang Diambil Prabowo
-
Awan Gelap Selimuti Ekonomi RI, Prabowo Bisa Apa?
-
Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Hanya 4,8 Persen, Lapangan Kerja Makin Sedikit
-
Cari Investasi yang Stabil? Ini 3 Pilihan Terbaik Saat Ekonomi Tak Menentu
-
Ekonomi Kuartal I Melambat, Tapi Permintaan Proteksi Finansial Tumbuh Lewat Inovasi Asuransi
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
Pemerintah: Peserta BPJS Ketenagakerjaan Bisa Kredit Rumah dengan Bunga Rendah
-
Dongkrak Kredit, OJK Rilis Aturan Pembiayaan UMKM
-
Utang Luar Negeri Turun Jadi 432,5 Miliar Dolar AS, Ini Sebabnya
-
Syarat Gaji Minimal untuk Pengajuan KPR Subsidi Pemerintah: UMR Bisa Dapat?
-
Peserta JKN di Aceh Selatan Rasakan Manfaat Layanan Kesehatan Tanpa Hambatan
-
Pemerataan Pembangunan Infrastruktur hingga ke Wilayah Timur Indonesia
-
Telkom Hadirkan Fasilitas Air Bersih bagi Masyarakat Adat Bonokeling di Banyumas
-
Buah Konsistensi dan Keunggulan Tata Kelola, Telkom Akses Pertahankan TOP GRC Award 2025
-
Menkeu Purbaya Guyur Bank BUMN Rp200 Triliun, Para Bos Himbara Disebut Pusing Tujuh Keliling
-
9 Kontroversi Bahlil Lahadalia Sejak Menjabat Menteri