Suara.com - Pemblokiran rekening warga secara sepihak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan(PPATK) menuai kritikan tajam dari berbagai kalangan. Pemblokiran tersebut dinilai telah melampaui kewenangan PPATK, bahkan tidak ada satupun UU yang membenarkan langkah lembaga tersebut.
“Merujuk UU nomor 8/ 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Saya tidak berhasil menemukan pasal ataupun ayat yangg memberi kewenangan kepada PPATK untuk memblokir rekening dormant yang tidak terindikasi terlibat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata pengamat kebijakan publik Alvin Lie, kepada Suara.com, Minggu 3/8/2025.
Alvin Lie sudah membolak balik dan membaca pasal pasal pada UU nomor 8 tahun 2010, namun tidak menemukan kalimat yang mendukung tindakan PPATK tersebut. “Sudah jelas, tidak ada ketentuan yang menyatakan status dormant menjadi dasar pemblokiran,” jelas dia.
Selain berwenang terkait dengan bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, lanjut Alvin Lie, PPATK mempunyai kewenangan melakukan pemblokiran atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) yang diterbitkan Kapolri berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, baru-baru ini PPATK melakukan pemblokiran sementara sejumlah rekening dormant yakni rekening yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama 3 bulan atau lebih. PPATK menyatakan aksi tersebut untuk mencegah kegiatan ilegal dan praktik pencucian uang. Atas tindakan tersebut, PPATK mendapat protes keras dari berbagai kalangan dan sudah mengaktifkan sebagian rekening warga.
Pendapat senada dengan Alvin Lie disampaikan Ari Wibowo, peneliti The PRAKARSA. Ia menilai tindakan PPATK bertentangan dengan prinsip negara hukum dan dapat memicu ketidakpercayaan publik terhadap lembaga keuangan. “Pemblokiran tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hak konstitusional dan hak asasi finansial warga negara, serta berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan”, ungkap Ari.
Lebih lanjut, Ari menyatakan bahwa status rekening dormant saja tidak bisa dijadikan dasar hukum pemblokiran. “PPATK memang memiliki wewenang untuk memblokir rekening jika ada indikasi tindak pidana, seperti pencucian uang. Namun, status rekening dormant atau tidak aktif saja tanpa adanya indikasi pidana yang jelas tidak dapat menjadi dasar hukum pemblokiran”, tambahnya.
Selain itu, pemblokiran sepihak tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi. “Pemblokiran rekening dormant bertentangan dengan regulasi diantaranya UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017, Pasal 12 ayat (2), dan Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023, Pasal 53 ayat (4) dimana intinya regulasi tersebut memberi wewenang pemblokiran rekening kepada PPATK jika memang terdapat dugaan tindak pidana”, jelasnya.
Kebijakan pemblokiran dormant yang tidak berhati-hati sudah menyulitkan masyarakat, apalagi beberapa yang terdampak yakni masyarakat pedesaan yang memang jarang bertransaksi karena keterbatasan infrastruktur. Roby menambahkan aksi pemblokiran ini rawan menyasar kelompok rentan. “Kelompok masyarakt rentan seperti lansia, pensiunan, pekerja informal, dan mereka yang terkena PHK berisiko terkena pemblokiran rekening”, katanya.
Baca Juga: Lagi Gaduh Rekening Warga Diblokir, Harta Kepala PPATK Malah Meroket Dua Kali Lipat
Sanksi Tegas ke Pimpinan PPATK
Senada dengan Alvin Lie dan Ari Wibowo, Ekonom senior, Didik Rachbini, tanpa tedeng aling-aling menyebut pimpinan PPATK tidak kompeten dan sudah selayaknya diberi sanksi tegas atau bahkan diberhentikan.
Menurut Rektor Universitas Paramadina ini, kebijakan massal tersebut tidak hanya ilegal, tetapi juga sangat meresahkan publik dan menunjukkan kelalaian fatal seorang pejabat publik.
Didik Rachbini menilai PPATK telah keluar dari jalur tugas dan fungsinya dengan kebijakan ini. Ia pun tak segan mengusulkan sanksi berat bagi pimpinan lembaga tersebut.
"Dalam kasus ini PPATK, sudah keluar jalur dari tugas dan fungsinya. Ini menandakan pemimpinnya tidak kompeten menjalankan tugasnya sehingga kebijakan tersebut selain tidak efektif, juga meresahkan publik," kata Didik.
“Pejabat tidak kompeten seperti ini sebaiknya diberi sanksi tegas, baik peringatan atau diberhentikan," tegasnya.
Berita Terkait
-
Lagi Gaduh Rekening Warga Diblokir, Harta Kepala PPATK Malah Meroket Dua Kali Lipat
-
Geger Rekening Nganggur Disita Negara, Mantan Bos PPATK Bongkar Fakta: Itu Bukan Wewenang Kami!
-
SUARA LIVE: Pemerintah Buka Blokir 28 Juta Rekening, Bendera One Piece Viral Jelang HUT RI ke-80
-
PPATK Blokir Rekening Warga Tanpa Proses Hukum, Bukti Melampaui Kewenangan?
-
'Jelaskan ke Publik!': DPR Sentil OJK-PPATK Soal Aturan Blokir Rekening Nganggur
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina