- Investor tetap mengedepankan manajemen risiko yang solid
- Fenomena September Effect merupakan pola musiman
- Fenomena September Effect juga banyak dikaitkan ke pasar kripto.
Suara.com - Memasuki bulan September investor kripto kerap dihadapkan pada fenomena musiman yang dikenal sebagai September Effect.
Secara historis, bulan ini tercatat sebagai periode dengan performa pasar paling lemah, baik di bursa saham Amerika Serikat (AS) maupun pasar aset kripto.
Namun, Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, mengingatkan agar investor tetap mengedepankan manajemen risiko yang solid.
Investor sebaiknya memantau faktor fundamental dan makroekonomi untuk mengambil keputusan yang lebih bijaksana, bukan panik atau menjual secara impulsif.
"Pola musiman hanyalah salah satu dari sekian banyak indikator yang harus dipertimbangkan dalam strategi investasi. Diversifikasi portofolio seperti dengan mengkombinasikan ekuitas, misalnya saham AS dan aset kripto, juga menjadi salah satu alternatif yang bisa dieksplorasi," kata Fahmi, melansir Antara, Kamis 4 September 2025.
Bagi investor konservatif yang baru mengeksplorasi pasar kripto, aset berkapitalisasi besar seperti Bitcoin, Ethereum, XRP, dan Solana dapat menjadi pilihan menarik.
Di tengah volatilitas dan rotasi kapital yang dinamis di altcoin, Fahmi mengatakan bahwa aset besar umumnya lebih tahan dan kerap menjadi incaran utama investor besar saat sentimen bullish berkembang.
Fenomena September Effect merupakan pola musiman yang terkonfirmasi data historis, meski penyebabnya masih diperdebatkan.
Pola ini pertama kali tercatat di bursa saham Amerika Serikat (AS) sejak awal abad ke-20. Indeks utama seperti S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) cenderung mencatatkan kinerja terburuknya di bulan September dibandingkan 11 bulan lainnya.
Fenomena ini semakin kuat, karena September kerap menjadi momentum koreksi signifikan, seperti koreksi pasar pada 1929 dan 2008.
Fenomena September Effect juga banyak dikaitkan ke pasar kripto. Bitcoin yang dikenal dengan volatilitasnya, juga menunjukkan pola serupa.
Sejak 2013, data historis mencatat rata-rata return Bitcoin di bulan September cenderung negatif.
"Tapi menariknya, dalam dua tahun terakhir, September memberikan return positif baik bagi Bitcoin maupun Ethereum, meskipun masih menjadi bulan dengan rata-rata return historis terburuk bagi Bitcoin sejauh ini," ucapnya.
Fenomena September Effect banyak dikaitkan dengan beberapa faktor, seperti likuiditas global yang mengetat setelah musim panas.
Bulan ini juga sering bertepatan dengan momentum ekonomi penting, seperti rilis data utama dan keputusan suku bunga The Fed, yang memicu volatilitas pasar dan membuat investor lebih konservatif.
Berita Terkait
-
COIN Siap Perkuat Transparansi dan Tata Kelola Industri Kripto Usai Arsari jadi Investor Strategis
-
Danantara Keliling Jepang Jaring Investor Buat Program Prioritas
-
Investor Saham Ritel Indonesia Capai 19,32 juta: Pengamat Minta Waspada FOMO
-
Alasan Robinhood Markets Akusisi Bursa Kripto Indonesia: Fakta-faktanya
-
Investor Asing Borong Pasar Saham, SBN dan SRBI Rp 14,08 Triliun di Awal Desember
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Fenomena Flying Stock COIN: Adik Prabowo Masuk, Saham Sudah Terbang 3.990 Persen Pasca IPO
-
Dari Industri Kripto untuk Negeri: Kolaborasi Kemanusiaan Bantu Korban Banjir Sumatera
-
Lama Tak Ada Kabar, Sri Mulyani Ternyata Punya Pekerjaan Baru di Luar Negeri
-
Waspada BBM Langka, ESDM Singgung Tambahan Kuota Shell, Vivo, BP-AKR 2026
-
Daftar Pemegang Saham Superbank (SUPA), Ada Raksasa Singapura dan Grup Konglo
-
COIN Siap Perkuat Transparansi dan Tata Kelola Industri Kripto Usai Arsari jadi Investor Strategis
-
Alasan Arsari Group Pegang Saham COIN
-
Survei: Skincare Ditinggalkan, Konsumen Kini Fokus ke Produk Kesehatan
-
IHSG Rebound Balik ke 8.700, Cek Saham-saham yang Cuan
-
Mendag Pastikan Negosiasi Tarif dengan AS Masih Berjalan