Prosesnya juga biasanya akan memakan waktu cukup lama dan dilakukan secara bertahap agar masyarakat tidak bingung.
Sejarah Redenominasi dan Dampaknya kepada Masyarakat
Indonesia pernah sekali melakukan redenominasi rupiah. Redenominasi dicanangkan pemerintah pada penghujung tahun 1965.
Adapun setelah Indonesia dilanda banyak isu ekonomi hingga politik, pemerintah menggodok upaya untuk menyederhanakan nilai mata uang rupiah tanpa harus mengorbankan daya beli masyarakat.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa dokumen sejarah seperti Jurnal Sejarah Ekonomi dan "Kebijakan Moneter di Indonesia" menilai bahwa apa yang dilakukan Indonesia saat itu bukan redenominasi murni, tapi adalah politik sanering.
Indonesia yang kala itu masih dipimpin oleh Soekarno melakukan pemotongan nilai uang yang dilakukan di tengah kondisi hiperinflasi (inflasi sangat tinggi) dan instabilitas politik.
Kondisi ekonomi waktu itu sangat genting. Biaya proyek politik dan ambisi besar negara, ditambah dengan pencetakan uang yang berlebihan, menyebabkan inflasi meroket hingga mencapai sekitar 635% pada tahun 1966.
Harga-harga melambung tinggi, dan rupiah sontak kehilangan nilainya.
Pemerintah pada 13 Desember 1965 mengeluarkan Penetapan Presiden RI No. 27 Tahun 1965 tentang Pengeluaran Uang Baru dan Penarikan Uang Lama dari Peredaran.
Berikut ringkasan dari inti kebijakan pemerintah tersebut.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
- Penggantian nominal: Nilai Rp1.000 (seribu rupiah) uang lama diganti menjadi Rp1 (satu rupiah) uang baru.
- Sanering: Kebijakan ini tidak hanya menyederhanakan digit, tetapi juga memotong nilai uang yang dimiliki masyarakat. Deposito atau simpanan di bank juga mengalami pemotongan nilai sebesar 1/1000.
Nahas, sejarawan ekonomi mencatat bahwa redenominasi berbentuk sanering tersebut tak membuahkan hasil yang positif, melainkan bahkan menimbulkan trauma pada masyarakat.
Harga-harga tetap naik membumbung tinggi, dan inflasi masih sangat parah di tahun 1966.
Masyarakat yang semula tercekik akibat harga kebutuhan yang naik menderita karena nilai uang yang mereka simpan tiba-tiba dipangkas drastis.
Nasib masyarakat tersebut menimbulkan trauma besar dan hilangnya kepercayaan terhadap kebijakan moneter pemerintah.
Kontributor : Armand Ilham
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Program MBG: Bukan Pemicu Inflasi, Justru Jadi Mesin Ekonomi Rakyat
-
Pertamina Bawa Pulang Minyak Mentah Hasil Ngebor di Aljazair
-
OJK Beberkan Update Kasus Gagal Bayar P2P Akseleran
-
Relokasi Rampung, PLTG Tanjung Selor Berkapasitas 20 Mw Mulai Beroperasi
-
Pusing! Pedagang Lapor Harga Pangan Melonjak di Nataru, Cabai Rawit Tembus Rp 80.000/Kg
-
Support Pembiayaan, BSI Dukung Program Makan Bergizi Gratis
-
Apresiasi Ferry Irwandi, IKAPPI Usul Skema Distribusi Masif untuk Tekan Harga Pangan
-
Awas! Ada 4 Bakteri Berbahaya di Bawang Bombai Ilegal
-
Danantara Guyur Pinjaman Rp 2 Triliun ke BTN, Buat Apa?
-
Maknai Natal 2025, BRI Peduli Wujudkan Kepedulian Melalui Penyaluran Puluhan Ribu Paket Sembako