Bisnis / Keuangan
Jum'at, 05 Desember 2025 | 18:08 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan rencananya mulai Januari 2026 skema risk sharing akan berlaku. Dalam skema ini peserta asuransi kesehatan swasta wajib ikut membayar biaya rumah sakit. [ YouTube Bank Indonesia]
Baca 10 detik
  • OJK merencanakan skema risk sharing mulai Januari 2026, mewajibkan pemegang polis asuransi kesehatan swasta menanggung minimal lima persen klaim.
  • Skema baru ini mencakup co-payment maksimum Rp300.000 rawat jalan dan Rp3 juta rawat inap.
  • Aturan ini hanya berlaku untuk asuransi kesehatan swasta komersial, tidak termasuk BPJS Kesehatan.

Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membuka opsi mengenai pemegang polis asuransi kesehatan swasta untuk ikut menanggung biaya tertentu dari total pengajuan klaim maksimal 5 persen - yang disebut sebagai skema risk sharing - mulai Januari 2026.

Dalam skema yang masih dalam bentuk draf Peraturan OJK ini, kelak pemegang polis asuransi kesehatan swasta harus membayar minimal 5 persen dari total biaya klaim asuransi.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan rencana ini akan tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan yang akan menggantikan ketentuan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025.

"Perusahaan asuransi dapat menawarkan produk dengan fitur risk sharing (co-payment) dengan kriteria, bahwa risiko yang ditanggung pemegang polis atau co-payment itu sebesar 5 persen dari total pengajuan klaim. Dengan batas maksimum untuk rawat jalan Rp300.000 per pengajuan klaim dan rawat inap Rp3 juta per pengajuan klaim," ujar Ketua DK OJK Mahendra Siregar dikutip dari Youtube Komisi XI DPR, Jumat (5/12/2025).

Selain itu, OJK juga mengatur mengenai jumlah tertentu (deductible) tahunan sepanjang disepakati antara perusahaan dan pemegang polis. Deductible adalah biaya yang harus dibayar sendiri oleh pemegang polis terlebih dahulu sebelum manfaat asuransi mulai berlaku.

"Dengan begitu, masyarakat tetap memiliki pilihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan juga memasukkan skema deductible, yaitu biaya tahunan yang harus dibayar pemegang polis sebelum manfaat asuransi dapat digunakan sepenuhnya.

Adapun skema bayar ini sudah sesuai dengan kesepakatan antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. Namun, aturan pembagian risiko ini hanya berlaku untuk asuransi komersial atau swasta.

"Model tersebut tidak akan diterapkan pada program jaminan kesehatan nasional seperti BPJS Kesehatan," bebernya.

Baca Juga: OJK Sebut Aturan Asuransi Umrah Mandiri Belum Diperlukan, Ini Alasannya

Selain itu OJK akan membuat skema koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (CoB) terhadap produk asuransi kesehatan antara perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) HK.01.07/MENKES/1117/2025. Adapun Kepmenkes itu diterbitkan pada 11 November 2025. Nantinya, skema yang tertera dalam Kepmenkes itu menjadi lebih jelas tentang koordinasi antara JKN dengan asuransi komersial. Dengan demikian, dapat memberikan opsi-opsi bagi masyarakat untuk memilih jalur yang lebih cepat dan murah.

"Dalam POJK Ekosistem Asuransi Kesehatan, terdapat sejumlah ketentuan, seperti repricing premi, waiting period, hingga risk sharing. Ditargetkan POJK itu bisa diimplementasikan pada 1 Januari 2026," jelasnya.

Load More