Suara.com - Stroke adalah salah satu kondisi medis paling mendesak dan berpotensi mengancam jiwa yang sering kali berdampak pada kualitas hidup seseorang.
Dalam menghadapi stroke, setiap detik sangat berharga, dan pemahaman yang mendalam tentang gejala, langkah-langkah penanganan, serta kolaborasi antara berbagai disiplin medis menjadi kunci untuk meningkatkan hasil perawatan.
Dijelaskan dr. Hendy Million Samin, Sp.S, M.Biomed dari RS Siloam Dhirga Surya Medan, mengenali gejala awal stroke adalah langkah pertama yang penting untuk memastikan penanganan cepat.
"Gejala ini sering kali diingat dengan akronim BEFAST, yang merangkum aspek-aspek utama yang perlu diperhatikan," jelas dia dalam siaran pers yang Suara.com terima baru-baru ini.
B - Balance (Keseimbangan): Apakah seseorang tiba-tiba kehilangan keseimbangan atau mengalami masalah koordinasi?
E - Eyes (Penglihatan): Apakah penglihatan mendadak menjadi kabur atau hilang pada salah satu atau kedua mata?
F - Face (Wajah): Apakah salah satu sisi wajah tampak terkulai? Cobalah minta orang tersebut untuk tersenyum; jika hanya satu sisi yang bergerak, ini bisa menjadi tanda awal stroke.
A - Arms (Lengan): Tanyakan kepada orang tersebut untuk mengangkat kedua lengan. Jika salah tidak dapat diangkat atau cenderung jatuh, ini adalah sinyal yang jelas tanda awal stroke.
S - Speech (Ucapan): Jika mengalami kesulitan berbicara atau berbicara dengan cara yang tidak jelas. Minta untuk mengulang kalimat sederhana dan perhatikan kejelasan ucapannya.
Baca Juga: Cara Atasi Infeksi Bakteri di Telinga yang Bikin 'Budek' Sebelah
T - Time (Waktu): Jika Anda melihat satu atau lebih gejala ini, segera hubungi layanan darurat. Setiap detik sangat berharga dalam menangani stroke.
Gejala Tambahan
Selain gejala BEFAST, ada tanda-tanda lain yang mungkin muncul, seperti:
• Kebingungan mendadak atau kesulitan dalam memahami pembicaraan.
• Gangguan penglihatan, misalnya melihat kabur atau kehilangan penglihatan di satu mata.
• Kesulitan berjalan atau kehilangan keseimbangan.
• Sakit kepala parah tanpa sebab yang jelas.
"Penting untuk diingat bahwa stroke bisa terjadi pada semua usia, bukan hanya pada orang tua. Dengan memahami gejala ini, masyarakat diharapkan dapat merespons keadaan darurat dengan lebih cepat dan tepat," ungkapnya.
Tata Laksana Stroke Iskemik: Proses dan Risiko Trombolisis
Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah ke otak terhambat oleh gumpalan darah. Penanganan utama untuk kondisi ini adalah trombolisis, yang bertujuan untuk melarutkan gumpalan tersebut.
"Proses trombolisis dimulai dengan evaluasi awal oleh dokter. Setelah diagnosis stroke iskemik ditegakkan, dokter harus memutuskan apakah pasien memenuhi kriteria untuk menerima terapi trombolitik," jelas dr. Hendy.
Ini biasanya harus dilakukan dalam waktu 4,5 jam setelah gejala muncul, sehingga penanganan cepat sangat penting. Setelah keputusan dibuat, larutan trombolitik seperti alteplase diberikan melalui infusintravena.
Prosedur ini memerlukan pemantauan ketat untuk menghindari komplikasi. Risiko utama dari trombolisis adalah perdarahan, terutama perdarahan intraserebral.
Risiko trombolisis harus dievaluasi secara cermat. Meskipun terapi ini dapat menyelamatkan nyawa dan memperbaiki fungsi neurologis, komplikasi seperti perdarahan tetap mungkin terjadi.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan diskusi yang transparan dengan pasien dan keluarganya mengenai risiko dan manfaat sebelum melakukan terapi.
Dalam beberapa kasus, jika gumpalan darah terlalu besar atau jika trombolisis tidak efektif, intervensi endovaskular seperti trombektomi mungkin diperlukan. Keputusan ini dibuat berdasarkan evaluasi pencitraan dan kondisi umum pasien.
Prosedur Trombektomi
Pelaksanaan prosedur trombektomi di RS Siloam Dhirga Surya Medan merupakan langkah penting dalam penanganan pasien dengan stroke iskemik akut, terutama yang disebabkan oleh adanya sumbatan di pembuluh darah otak.
Trombektomi bertujuan untuk menghilangkan bekuan darah (trombus) yang menghalangi aliran darah ke otak, sehingga dapat mengembalikan aliran darah normal dan mencegah kerusakan jaringan otak lebih lanjut.
Prosedur ini umumnya dilakukan secara minimal invasif melalui kateterisasi, di mana dokter spesialis intervensi menggunakan alat khusus untuk mengangkat trombus. Keberhasilan trombektomi dapat meningkatkan peluang pemulihan fungsi neurologis pasien serta mengurangi risiko kecacatan jangka panjang.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Pilih Gabung Klub Antah Berantah, Persis Solo Kena Tipu Eks Gelandang Persib?
-
Tema dan Pedoman Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2025
-
Emas Antam Tembus Level Tertinggi Lagi, Hari Ini Dibanderol Rp 2.234.000 per Gram
-
Tata Cara Menaikkan Bendera Setengah Tiang dan Menurunkan Secara Resmi
-
Harga Emas Hari Ini: UBS dan Galeri 24 Naik, Emas Antam Sudah Tembus Rp 2.322.000
Terkini
-
Risiko Serangan Jantung Tak Pandang Usia, Pentingnya Layanan Terpadu untuk Selamatkan Nyawa
-
Bijak Garam: Cara Sederhana Cegah Hipertensi dan Penyakit Degeneratif
-
HD Theranova: Terobosan Cuci Darah yang Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
-
Stres Hilang, Jantung Sehat, Komunitas Solid: Ini Kekuatan Fun Run yang Wajib Kamu Coba!
-
Jantung Sehat di Usia Muda: 5 Kebiasaan yang Wajib Kamu Tahu!
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja