Kumpulan relawan muda yang tergabung dalam 'Jaringan Muda Melawan Kekerasan Sekual', mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan draft naskah Rancangan Undang-undang mengenai penghapusan kekerasan seksual.
Pasalnya, hingga saat ini pemerintah dan negara belum hadir untuk mengatasi maraknya kekerasan, pelecehan seksual khususnya terhadap perempuan dan anak.
Dahe salah satu relawan dari Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual mengatakan, hal tersebut terlihat berdasarkan data Komnas Perempuan dan Komnas perlindungan anak yang mencatat kekerasan kepada anak dan perempuan mencapai 69 persen.
"Kalau dilihat data dari Komnas perempuan itu ada 56 persen atau 2.183 kasus kekrasan seksual. Ini sangat memprihatinkan, kami mendesak pemerintah untuk segerah mengesahkan UU Penghapusan kekerasan seksual itu," kata Dahe saat ditemui suara.com di Car Free Day Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (8/11/2015).
Ia menjelaskan, pentingnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diperjuangkan untuk melindungi hak-hak seseorang yang menjadi korban kekerasan seksual dan menghadirkan pemerintah dan negara dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual tersebut.
"Kita mau kasus kekerasan sekual ini segera terselesaikan. Karena kalau melihat data kekerasan ini kan sangat memprihatinkan. Yang melapor aja segitu, ada juga yang nggak ngelapor pasti banyak. Makanya kita minta ini segera direalisasikan," tegasnya.
Dahe menambahkan, UU Penghapusan Kekerasan Seksual ini sangat dibutuhkan dan perumusannya tidak hanya untuk mengadvokasi korban, tetapi juga mencegah dan memberi efek jera bagi para pelaku.
"Jadi kekerasan seksual itu kan bukan hanya sekedar diperkosa atau berhubungan badan, tapi kayak lagi jalan terus digodain, itu kan bentuk kekerasan dan pelecehan seksual juga. Jadi ini sangat penting, dan masyarakat juga harus disosialisasi apa sebenarnya itu pelecehan seksual," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Darurat Kekerasan Kampus: Menteri PPPA Desak Mahasiswa Berani Bersuara dan Putus Rantai Kekerasan
-
LPSK Kewalahan: Kasus TPPU Meroket, Kekerasan Seksual Anak Tak Kunjung Usai
-
Mengenal Jugun Ianfu, Kekerasan Seksual di Masa Penjajahan Jepang
-
Karier Gemilang Achraf Hakimi di Ujung Tanduk, Bintang PSG Terancam 15 Tahun Penjara
-
Terduga Pelaku Pelecehan Siswi SMK Waskito Bebas Berkeliaran, Keluarga: Kami Hanya Ingin Keadilan
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO