Calon pimpinan KPK Johan Budi di Komisi III DPR [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi membantah isu perpecahan pimpinan KPK dalam merespon revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Saya perlu jelaskan sampai hari ini pimpinan KPK, lima-limanya solid untuk menolak revisi UU KPK yang keluar dari DPR," kata Johan di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (15/12/2015).
Johan mengklarifikasi pernyataan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki yang menyetujui revisi UU KPK saat mengikuti rapat dengar pendapat di DPR pada 19 November 2015.
Menurut Johan yang disampaikan Ruki ketika itu belum disertai dengan persyaratan kalau UU KPK direvisi yaitu tidak boleh melemahkan lembaga antikorupsi.
"Revisi UU KPK dilakukan apabila melakukan revisi dulu terhadap KUHP, KUHAP, serta tidak melemahkan peran KPK," kata mantan wartawan Tempo.
Dia menjelaskan pada akhir Oktober 2015, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengirim surat ke KPK. Isinya, pemerintah meminta pandangan lembaga antikorupsi soal revisi UU KPK. Johan membantah kalau dalam surat balasan ke pemerintah, KPK mengusulkan agar UU KPK direvisi. Ketika itu, kata Johan, KPK hanya menjawab pertanyaan pemerintah terkait SP3, penyelidik dan penyidik KPK, serta dewan pengawas.
Kepada pemerintah, KPK menerangkan tak bisa mengeluarkan SP3 serta harus bisa mempunyai penyidik dan penyelidik di luar kepolisian dan kejaksaan. Sementara, dewan pengawas harus bertindak sebagai pengganti dewan penasihat.
"Dalam pandangan itu juga pada dasarnya KPK tidak setuju UU KPK direvisi apalagi seperti draft yang sempat keluar. Itu bunyi kalimat yang kita sampaikan sebagai balasan kepada Menteri Sekretaris Kabinet," kata dia.
KPK, kata Johan, juga menyarankan revisi UU KPK sebaiknya dilakukan pada akhir 2016.
"Jika revisi UU KPK yang dilakukan menggunakan draft itu, sikap kami tetap menolak revisi UU KPK," katanya.
Dan keinginan pimpinan KPK dikabulkan DPR, hari ini. Rapat paripurna memutuskan tidak memasukkan revisi UU KPK ke dalam program legislasi nasional tahun 2015, melainkan tahun 2016 mendatang.
"Saya perlu jelaskan sampai hari ini pimpinan KPK, lima-limanya solid untuk menolak revisi UU KPK yang keluar dari DPR," kata Johan di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (15/12/2015).
Johan mengklarifikasi pernyataan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki yang menyetujui revisi UU KPK saat mengikuti rapat dengar pendapat di DPR pada 19 November 2015.
Menurut Johan yang disampaikan Ruki ketika itu belum disertai dengan persyaratan kalau UU KPK direvisi yaitu tidak boleh melemahkan lembaga antikorupsi.
"Revisi UU KPK dilakukan apabila melakukan revisi dulu terhadap KUHP, KUHAP, serta tidak melemahkan peran KPK," kata mantan wartawan Tempo.
Dia menjelaskan pada akhir Oktober 2015, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengirim surat ke KPK. Isinya, pemerintah meminta pandangan lembaga antikorupsi soal revisi UU KPK. Johan membantah kalau dalam surat balasan ke pemerintah, KPK mengusulkan agar UU KPK direvisi. Ketika itu, kata Johan, KPK hanya menjawab pertanyaan pemerintah terkait SP3, penyelidik dan penyidik KPK, serta dewan pengawas.
Kepada pemerintah, KPK menerangkan tak bisa mengeluarkan SP3 serta harus bisa mempunyai penyidik dan penyelidik di luar kepolisian dan kejaksaan. Sementara, dewan pengawas harus bertindak sebagai pengganti dewan penasihat.
"Dalam pandangan itu juga pada dasarnya KPK tidak setuju UU KPK direvisi apalagi seperti draft yang sempat keluar. Itu bunyi kalimat yang kita sampaikan sebagai balasan kepada Menteri Sekretaris Kabinet," kata dia.
KPK, kata Johan, juga menyarankan revisi UU KPK sebaiknya dilakukan pada akhir 2016.
"Jika revisi UU KPK yang dilakukan menggunakan draft itu, sikap kami tetap menolak revisi UU KPK," katanya.
Dan keinginan pimpinan KPK dikabulkan DPR, hari ini. Rapat paripurna memutuskan tidak memasukkan revisi UU KPK ke dalam program legislasi nasional tahun 2015, melainkan tahun 2016 mendatang.
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional
-
Nestapa Ratusan Eks Pekerja PT Primissima, Hak yang Tertahan dan Jerih Tak Terbalas
-
Ahli Bedah & Intervensi Jantung RS dr. Soebandi Jember Sukses Selamatkan Pasien Luka Tembus Aorta