Mantan Direktur Utama PT. Pelindo II, R. J. Lino kembali diperiksa Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (6/1). [suara.com/Oke Atmaja]
Para pakar hukum meminta agar Hakim Praperadilan berlaku adil dalam memutuskan kasus RJ Lino terkait dugaan korupsi pengadaan QCC pada tiga pelabuhan milik Pelindo 2, karena orang-orang terbaik akan takut menjabat sebagai CEO BUMN.
Permintaan itu terungkap dari sejumlah pakar hukum yang menghadiri promosi doktoral Teddy Anggoro di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hari ini Rabu (13/1/2016). Beberapa pakar hukum itu antara lain mantan Komisioner Komisi Yudisial Ibrahim, Sekretaris Dirjen Adminintrasi Hukum Umum Kemenkumham Freddy Harris, Prof. Ade Maman Suherman pakar pengadaan dan dosen FHUI Teddy Anggoro.
Menurut Freddy Harris yang sehari-hari juga sebagai dosen FH-UI, bercermin pada kasus yang menimpa Pelindo II tentang adanya kerugian negara dalam pengadaan QCC tahun 2010, ketika negara memberikan kuasanya kepada korporasi maka semuanya harus clear.
"Artinya sebuah korporasi itu harus berjalan sebagai sebuah korporasi tidak ada intervensi karena menjadi tidak profesional. Jadi berdasarkan sistem hukum dimanapun BUMN di negara manapun sama. Sehingga di Indonesia BUMN jangan kemudian ditafsirkan dengan cara yang lain-lain yang akibatnya terjadi penafsiran terlalu luas tanpa dasar hukum yang jelas," ungkapnya dalam pernyataan tertulis, Rabu (13/1/2016).
Persoalan Pelindo, lanjut Freddy, apapun BUMN yang dipersoalkan dalam menjalankan kegiatannya adalah persoalan korporasi dimana tindakan korporasi dilihat dalam untung rugi di akhir tahun. Bukan satu transaksi lalu bisa dibilang sebagai kerugian negara. Hal ini yang mesti diluruskan.
"Kalau tidak diluruskan, siapa yang mau memimpin BUMN. Ya paling orang-orang yang tidak punya konsep mengembangkan BUMN. Menjalankan BUMN secara bussines as ussual. Sementara orang yang baik, tidak minat bahkan takut. Kenapa? Karena semua orang terbaik jadi takut. Lebih baik di swasta. Mudah-mudahan hakim bisa memutuskan secara adil," tegasnya.
Mantan Komisioner KY Ibrahim menegaskan ketika ada suatu keadaan yang dibutuhkan oleh pemegang kekuasaan tertentu, tetapi hukum tidak memberikan jalan keluar, maka disitulah diskresi dibutuhkan. "Sepanjang diskresi itu proporsional dan tidak ada kepentingan pribadi di dalamnya."
Teddy mengatakan, sebaiknya KPK melihat dari ada tidaknya niatan melakukan kejahatan. Gampang saja melihatnya. Apakah dalam perencanaan anggaran di tahun 2010 untuk 3 QCC tersebut, harganya lebih mahal dari tahun 2009 atau tidak? Jika lebih murah, maka tidak ada sama sekali niatan Lino untuk melakukan korupsi. Kemudian bisa juga dilihat dari performance IPC selama Lino menjabat, kalau memang dia ingin melakukan korupsi, sudah pasti performance IPC akan buruk. Tapi ini kan tidak.
Prof. Ade Maman Suherman, pakar hukum pengadaan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang jadi saksi ahli pada Pengadilan PTUN Jakarta berkaitan dengan kasus pengadaan kapal patroli Mabes Polri tahun 2009, mengatakan BUMN adalah entitas bisnis yang tidak bisa disamakan dengan norma publik yang kaku adalah tidak mungkin.
"Bisnis itu harus cepat dalam mengambil keputusan. Setahu saya seperti KAI mereka bisa mengambil keputusan dalam hal pengadaan yang bersifat mendesak. Oleh karena itu ada aturan yang mengatur secara khusus. Ada Permen BUMN yang mengatur."
Dia menambahkan, apalagi dalam kasus QCC Pelindo yang sudah 10 kali proses tender gagal. "Ya harus ada terobosan. Kunci dalam pengadaan adalah selain harga terendah, kualitas dapat dipertanggungjawabkan."
Menanggapi BUMN itu entitas bisnis, Guru Besar FH-UI Erman Rajagukguk mengatakan subyek hukum yang memiliki kekayaan sendiri seperti BUMN, itu bukan keuangan negara, khususnya BUMN yang berbentuk PT (Persero) dan Perum. "Kecuali Perusahaan Jawatan (Perjan), negara boleh monopoli disitu. Karena PT itu mencari keuntungan, walaupun hasilnya untuk negara."
Komentar
Berita Terkait
-
Praperadilan Hasto Ditolak, Status Tersangka Sah!
-
Praperadilan Ditolak, Hasto Tetap Jadi Tersangka Kasus Suap Harun Masiku
-
Kalah di Gugatan Praperadilan, KPK: Larangan ke Luar Negeri Untuk Sahbirin Noor Masih Berlaku
-
KPK Menang Telak 5-0, Dirut ASDP Ira Puspadewi Dkk Keok di Praperadilan
-
Nekat Mangkir Panggilan, Ketua DPD Gerindra Malut Malah Gugat KPK ke Pengadilan
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
Terkini
-
Gerakan Cinta Prabowo Tegaskan: Siap Dukung Prabowo Dua Periode, Wakil Tak Harus Gibran
-
Usai Dipecat PDIP, Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin yang 'Mau Rampok Uang Negara' Bakal di-PAW
-
Siapa Bupati Buton Sekarang? Sosoknya Dilaporkan Hilang di Tengah Demo, Warga Lapor Polisi
-
Stok Beras Bulog Menguning, Komisi IV DPR 'Sentil' Kebijakan Kementan dan Bapanas
-
Prabowo Terbang ke Jepang, AS, hingga Belanda, Menlu Sugiono Beberkan Agendanya
-
Jokowi Gagas Prabowo - Gibran Kembali Berduet di 2029, Pakar: Nasibnya di Tangan Para "Bos" Parpol
-
Pidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Mengulang Sejarah Perjuangan Diplomasi Prof Sumitro
-
Prabowo Ubah IKN jadi Ibu Kota Politik Dinilai Picu Polemik: Mestinya Tak Perlu Ada Istilah Baru!
-
11 Tahun DPO hingga Lolos Nyaleg, Jejak Litao Pembunuh Anak Ditahan usai Jabat Anggota DPRD
-
Apa Itu Tax Amnesty? Menkeu Purbaya Sebut Tidak Ideal Diterapkan Berulang