Suara.com - Simposium Nasional bertema Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain yang diselenggarakan selama dua hari di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (1/6/2016) dan Kamis (2/6/2016), telah menghasilkan sembilan butir rekomendasi yang selanjutnya akan diberikan kepada pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Kivlan Zen mengatakan kalau Luhut tidak mau mendengar rekomendasi Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan berkhianat jika tidak mendengarkan rekomendasi hasil simposium.
"Kalau Luhut nggak dengar, berarti Luhut berkhianat sama para senior, Tentara Nasional Indonesia, dengan rakyat Indonesia. Kenapa dia fasilitasi simposium (Aryaduta) supaya minta maaf pemerintah pada mereka (korban 1965). Luhut itu dianggap pengkhianat oleh TNI, Polri, rakyat Indonesia," ujar Kivlan usai simposium di Balai Kartini.
Kivlan mengatakan kalau rekomendasi simposium di Balai Kartini tak dianggap oleh pemerintah, para purnawirawan TNI akan melawan PKI.
"Yang penting didengar (hasil rekomendasi simposium). Kalau tak dipakai, perang. Gitu saja. Orang PKI bangkit serang kita, masa kita diam saja. Ini kan resolusi, ini dilakukan senior-senior mulai dari angkatan 45 Letjen TNI Purnawiran Widjojo Soejono dan angkatan tua untuk menyampaikan saran," kata dia.
Dia juga meminta Luhut berhati-hati mengambil langkah terkait peristiwa 1965.
"Jangan dia ngomong mau bongkar makam dan sebagainya. Makam kita (aparat TNI yang dibunuh) kenapa nggak dibongkar yang dibunuh oleh PKI," kata Kivlan.
"Sampaikan tuh Luhut, hati-hati dia ngomong, jangan dia sok jadi Presiden. Semua ucapannya, sepertinya dia Presiden," Kivlan menambahkan.
Sembilan butir rekomendasi simposium, antara lain, meminta pemerintah, LSM dan segenap masyarakat agar jangan mengutak-atik kasus masa lalu karena bisa membangkitkan luka lama dan berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, menimbulkan konflik horizontal.
Selain itu, pemerintah harus konsisten menjaga Pancasila, TAP MPRS XXV/1996, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 Jo KUHP Pasal 107 dan 169 tentang pelarangan terhadap PKI dan semua kegiatan-kegiatan dan menindak setiap kegiatan yang terindikasi kebangkitan PKI.
Sebelumnya, Luhut mengatakana kan menunggu rekomendasi penyelenggaraan simposium bertema Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan ideologi di Balai Kartini.
Luhut mengatakan nanti akan membandingkan rekomendasi simposium di Balai Kartini dengan simposium nasional bertema Membedah Tragedi 1965 yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pada Senin (18/4/2016) dan Selasa (19/4/2016).
"Kami tunggu, masih ada rekomendasi satu lagi dari simposium besok. Setelah itu baru kami bandingkan, kami bikin sendiri," kata Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Luhut mengatakan tidak masalah kalau nanti rekomendasi kedua simposium untuk pemerintah ternyata berbeda.
Ketika ditanya lebih jauh mengenai isi rekomendasi simposium di Aryaduta kepada pemerintah, menolak menjelaskan secara halus.
"Ya belum elok saya buka, nanti nyontek. Biar saja dulu independen. Kalau dapat (rekomendasi dari simposium antikomunis) paling Minggu ini, nanti kami satukan, laporkan kepada Presiden. Nanti keputusan akhir Presiden baru saya sampaikan," ujar dia.
Luhut mengatakan telah mendapat pemberitahuan dari panitia simposium tandingan dan Luhut berencana akan menghadirinya.
Terkait wacana untuk membongkar kuburan massal korban peristiwa 1965 untuk mencari kebenaran sejarah, secara diplomatis Luhut mengatakan akan mempelajari laporannya dulu.
"Kami mau lihat dulu laporan, perlu nggak ini dilakukan (membongkar kuburan massal). Kan intinya kami mau verifikasi apakah benar jumlah korban 400 ribu orang, menurut saya nggak benar," tutur dia.
Sedangkan terkait penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu oleh tim Kejaksaan Agung, kata Luhut, telah rampung.
"Itu sudah selesai, jadi sekarang kami kondisikan dari kejagung, simposium satu (tragedi 65) dan Simposium satunya lagi (Simposium tandingan yang anti PKI). Jadi ini ada tiga, saya rasa sudah cukup. Jadi hasilnya (penyelesaian) nanti yudisial atau non yudisial," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Prabowo Kirim Surat ke Eks Menteri Termasuk Sri Mulyani, Ini Isinya...
Pilihan
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
-
DPR 'Sentil' Menkeu Purbaya, Sebut Kebijakan Rp200 Triliun Cuma Jadi Beban Bank & Rugikan Rakyat!
-
Ivan Gunawan Blak-blakan: Dijauhi Teman Pesta Usai Hijrah dan Risih Dipanggil 'Haji'
Terkini
-
Kasus Kematian Janggal Arya Daru, Komisi III DPR Desak Polisi Buka Kembali Penyelidikan
-
Jabatan Dobel Angga Raka: Dilantik Jadi Kepala Badan Komunikasi, Tapi Masih Wamenkomdigi
-
Kepala KSP Era Prabowo: Jejak Panas M Qodari Penggaung Jokowi 3 Periode Sekaligus Juragan Tanah!
-
PDIP: BPJS Bukan Asuransi tapi Hibah Negara buat Rakyat!
-
Rosan Roeslani Disebut Bakal Jadi Menteri BUMN, Dilebur dengan Danantara?
-
Profil Rohmat Marzuki, Kader Loyal Gerindra dari Magelang Geser Adik Ipar Haji Isam dari Wamenhut
-
Resmi Dilantik jadi Menpora, Ingat Lagi Sederet 'Dosa' Erick Thohir di PSSI
-
Dua Karyawan PT WKM Diduga jadi Korban Kriminalisasi, Aktivis Malut Tuntut PT Position Angkat Kaki!
-
Profil dan Rekam Jejak Afriansyah Noor: Kembali Jadi Wamenaker, Pengganti Immanuel Ebenezer
-
Siapa Sarah Sadiqa? Mengenal Srikandi Baru Pilihan Prabowo Jadi Kepala LKPP