Anggota Komisi II DPR, Agun Gunandjar Sudarsa memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan tersangka Irman. Namun, saat tiba di gedung KPK, Agun enggan berkomentar banyak terkait aliran dana korupsi yang telah merugikan negara Rp2 triliun tersebut.
"Nah saya tidak mau jawab. Ini sudah masuk pro yustisia. Saya tidak mau ngasi komentar apapun" kata Agun di Gedung KPK, jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2016).
Saat berhadapan penyidik nanti pun dia hanya mau menjawab yang terkait dengan posisinya sebagai pimpinan di Komisi II. Politisi Partai Golkar itu enggan menjawab yang berkaitan dengan pihak lain, terutama pihak-pihak lain yang diduga menerima aliran korupsi e-KTP.
"Saya tidak akan menjawab itu, itu terkait dengan orang lain. Saya hanya akan menjawab terkait posisi saya. Menurut hemat saya itu kewenangan pemeriksaan," kata Agun.
Agun akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman. Agun mengaku juga akan membeberkan yang diketahuinya kepada penyidik KPK berkaitan dengan posisinya di Komisi II.
"Saya hanya kan menjawab karena saya juga pimpinan di Komisi II tentunya akan saya jawab yang ditanya," ucap Agun.
Pada Jumat 30 September 2016 lalu, KPK menetapkan bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Tahun 2011-2012. Irman diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto.
Sugiharto yang pernah menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri itu sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
KPK sendiri telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp2 triliun.
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
-
Tak Sampai Satu Bulan, Bank Jakarta Klaim Salurkan 100 Persen Dana dari Menkeu Purbaya
-
Rupiah Melemah Tipis ke Rp16.626, Pasar Cari Petunjuk dari Risiko Global
-
iQOO 15 Resmi Meluncur di Indonesia: HP Flagship Monster Pertama dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
Terkini
-
Pemprov Jakarta Kejar Pasokan Air Bersih di Muara Angke, Pramono: 2026 Kalau Bisa di Atas 85 Persen
-
Beda Status Bencana Nasional dan Daerah: Mengapa Banjir Sumatera Belum Ditetapkan?
-
Viral Beras Untuk Korban Banjir di Sumatra Rusak Akibat Dilempar dari Helikopter, Ini Kata Mensos
-
Buntut Paksa Napi Muslim Makan Daging Anjing, Kalapas Enemawira Resmi Dicopot!
-
Pengamanan Super Ketat: 2.029 Personel Kawal Agenda Delegasi Tinggi Tiongkok di Jakarta
-
Aiman di Media Sustainability Forum 2025: Manusia Harus Jadi Dirigen, Biarkan AI yang Bermain Musik
-
7 Fakta Reuni Akbar 212 di Monas, Isu Palestina Menggema Hingga Dihadiri Gubernur
-
KAI Daop 1 Jakarta Sediakan Angkutan Motor Gratis untuk Libur Nataru, Cek Syarat dan Rutenya
-
5 Pengakuan Kunci Ridwan Kamil Usai 6 Jam Diperiksa KPK Soal Kasus BJB
-
Bahas Bencana Sumatera di DPR, Menteri LH Siapkan Langkah Hukum Tegas: Tak Ada Dispensasi