Suara.com - Sidang perdana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/3/2017), akhirnya mengungkap adanya keterlibatan nama pembesar dalam aksi rasuah tersebut.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan di persidangan, kedua terdakwa kasus tersebut mengakui pernah menemui Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Setya Novanto. Kedua terdakwa itu ialah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Irene Putri yang membacakan surat dakwaan mengungkapkan, terdakwa Irman mengakui pertemuan itu bermula dari adanya permintaan sejumlah uang seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR, awal Februari 2010.
Permintaan itu diutarakan Ketua Komisi II DPR saat itu, Burhanuddin Napitupulu. Menurut pengakuan Irman, Burhanuddin meminta sejumlah uang agar pihaknya menyetujui anggaran proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) disetujui.
"Selanjutnya, terdakwa I (Irman) mengatakan tidak bisa menyanggupi permintaan Burhanuddin Napitupulu. Karenanya, Burhanuddin Napitupulu dan terdakwa I bersepakat kembali bertemu guna membahas pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR RI," tutur jaksa Irene saat membacakan berkas dakwaan.
Setelah itu, Irman justru berubah pikiran. Ia justru menyepakati permintaan uang itu. Sepekan kemudian, Irman menemui Burhanuddin di DPR. Dalam pertemuan itu, keduanya bersepakat uang itu diberikan oleh pihak ketiga yang jadi rekanan Kemendagri, Andi Augustinus alias Andi Narogong.
Strategi itu juga telah disepakati oleh mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini. Selanjutnya, Irman meminta Andi Narogong berkoordinasi dengan terdakwa II, Sugiharto.
"Ketika itu, Andi Narogong dan terdakwa I sepakat menemui Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, agar mendapat kepastian dukungan Partai Golkar atas anggaran proyek e-KTP," terang jaksa Irene.
Selang beberapa hari, Irman, Sugiharto, Andi Narogong, Diah, dan Setya Novanto, bersamuh di Hotel Grand Melia, Jakarta, sekitar pukul 06.00 WIB. Dalam pertemuan itu, Novanto menyetujui proyek tersebut.
Baca Juga: Larangan "Live" Sidang Korupsi e-KTP Bentuk Kejahatan Informasi
Agar lebih pasti mendapat dukungan Golkar, Irman dan Andi Narogong sempat kembali menemui Novanto di ruang kerjanya, lantai 12 Gedung DPR RI. Saat itu, Novanto meyakini bakal mengoordinasikan dengan pemimpin fraksi lain.
Proses rasuah itu lantas berlanjut pada kurun Juli-Agustus 2010, persis ketika DPR mulai membahas RAPBN TA 2011. Dalam pembahasannya, terdapat proyek e-KTP. Pada masa pembahasan itu, Andi Narogong beberapa kali bertemu Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin.
"Sebabnya, ketiga anggota DPR itu dianggap representasi Partai Demokrat dan Partai Golkar yang dapat mendorong Komisi II DPR RI menyetujui anggaran proyek penerapan KTP berbasis NIK secara nasional (e-KTP)," tandas Irene.
Sementara di tempat berbeda, Setya Novanto bersumpah atas nama Tuhan tidak pernah menerima seperser pun aliran dana kasus rasuah e-KTP.
Sumpah Novanto itu, merupakan respons atas maraknya tuduhan terdapat aliran dana korupsi e-KTP yang didapatnya seperti diberitakan media-media massa.
"Saya Demi Allah tidak pernah menerima sepeser pun dari kasus korupsi e-KTP," tegas Novanto, Kamis (9/3/2017).
Selain itu, Novanto juga mengklaim tidak pernah bertemu sejumlah tokoh yang disebut-sebut mengetahui perihal penyelewengan dana proyek itu. Tokoh-tokoh yang dimaksud ialah Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha konveksi Andi Narogong.
Berita Terkait
-
Larangan "Live" Sidang Korupsi e-KTP Bentuk Kejahatan Informasi
-
Setya Novanto: Demi Allah Saya Tak Terima Uang Korupsi e-KTP!
-
Jika Terlibat Korupsi e-KTP, Golkar akan Hukum Setya Novanto
-
Pengadilan: Siaran Langsung Kasus Korupsi e-KTP Buat Kegaduhan
-
Mencari 'Sidik Jari' Para Pembesar di Kasus Korupsi e-KTP
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Hitung Mundur Dimulai? Analis Sebut Kapolri Diganti Usai Hari TNI, Ini Sinyalnya
-
DPRD 'Geruduk' Parkir Ilegal di Jaktim, Dua Lokasi Disegel Paksa, Potensi Pajak Miliaran Bocor
-
'Keterangan Anda Berubah!' Detik-detik Saksi PT Poison Ditegur Hakim di Sidang Sengketa Tambang
-
Saatnya 'Perbarui' Aturan Main, DPR Genjot Revisi Tiga UU Kunci Politik
-
Noel Dikabarkan Mau Jadi Justice Collaborator, KPK: Belum Kami Terima
-
Jejak Korupsi Noel Melebar, KPK Bidik Jaringan Perusahaan PJK3 yang Terlibat Kasus K3
-
Anggotanya Disebut Brutal Hingga Pakai Gas Air Mata Kedaluarsa Saat Tangani Demo, Apa Kata Kapolri?
-
Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
-
Dikabarkan Hilang Usai Demo Ricuh, Bima Permana Ditemukan di Malang, Polisi: Dia Jualan Barongsai
-
Berawal dari Rumah Gus Yaqut, KPK Temukan Jejak Aliran Dana 'Janggal' ke Wasekjen Ansor