Suara.com - Maqdir Ismail, kuasa hukum Setya Novanto, menuding KPK tidak adil dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik hingga kekinian berstatus terdakwa.
Maqdir mengibaratkan KPK tengah memainkan poltik belah bambu, di mana ada pihak yang diinjak dan lainnya diangkat.
"Dalam proses hukum ini, ada politik belah bambu yang dilakukan KPK, ada yang diinjak dan diangkat," katanya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/12/2017).
Lanjut Maqdir, pihak yang diinjak oleh KPK dalam perkara e-KTP adalah kliennya, Setnov. Sementara pihak yang diangkat adalah nama-nama politikus yang dalam dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto disebut menerima uang, tapi justru hilang dalam surat dakwaan Novanto.
Nama-nama yang hilang dalam surat dakwaan itu yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly; Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo; dan, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Ketiganya merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
"Nama-nama itu, ada yang muncul dan ada yang hilang," kata Maqdir.
Yasonna dan Ganjar menjadi anggota Komisi II DPR saat proyek e-KTP dilaksanakan. Sedangkan Olly merupakan anggota Badan Anggaran DPR.
Menurut Maqdir, ada banyak perbedaan rangkaian fakta yang diuraikan jaksa KPK, kalau dibandingkan surat dakwaan untuk tiga terdakwa sebelumnya.
Ia mengatakan, kalau Novanto disebut didakwa bersama-sama dengan pihak lain, seharusnya rangkaian fakta yang diuraikan sama antara masing-masing terdakwa.
Baca Juga: Imam Masjid Al Aqsa: Yerusalem Selamanya Milik Palestina
"Surat dakwaan itu tidak boleh salah, titik, koma saja tidak boleh, tapi ini kok beda-beda dalam surat dakwaan yang pertama, kedua, dan dakwaan Novanto," jelasnya.
Maqdir meminta KPK untuk benar-benar membuat surat dakwaan berdasarkan aturan yang ada. Sebab, dia menilai perkara Novanto dengan beberapa terdakwa dan tersangka lainnya adalah sama.
"Kalau tidak sama artinya dakwaan ini tidak benar. Dasar orang beladiri itu dalam dakawaan, apalagi secaar bersama-sama. Saya bukan bermaksud ini sebagai bentuk mau menarik-narik orang. Saya juga ingin dalam proses penegakan hukum ini tidak dilakukan politik belah bambu, ada yang diinjak ada yang tidak, ini yang terasa,” tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
Pesan Seskab Teddy: Kalau Niat Bantu Harus Ikhlas, Jangan Menggiring Seolah Pemerintah Tidak Kerja
-
OTT Bupati Bekasi, PDIP Sebut Tanggung Jawab Pribadi: Partai Tak Pernah Ajarkan Kadernya Korupsi
-
Jawab Desakan Status Bencana Nasional, Seskab Teddy: Pemerintah All Out Tangani Bencana Sumatra
-
Pramono Anung: UMP Jakarta 2026 Sedang Dibahas di Luar Balai Kota
-
Bantah Tudingan Pemerintah Lambat, Seskab Teddy: Kami Sudah Bergerak di Detik Pertama Tanpa Kamera
-
Jelang Mudik Nataru, Pelabuhan Bakauheni Mulai Dipadati Pemudik
-
Bupati Bekasi Diciduk KPK, Pesta Suap Proyek Terbongkar di Pengujung Tahun?
-
KPK Ungkap Ada Pihak yang Berupaya Melarikan Diri pada OTT di Kalsel
-
Mengapa Cara Prabowo Tangani Bencana Begitu Beda dengan Zaman SBY? Ini Perbandingannya
-
Anak SD Diduga Bunuh Ibu di Medan: Kejanggalan Kasus dan Mengapa Polisi Sangat Berhati-hati