Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, dengan terdakwa Setya Novanto pada Jumat (13/4/2018). Sidang pada hari ini beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan oleh Setnov dan tim kuasa hukumnya, atas tuntutan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, Setnov dituntut 16 tahun penjara oleh jaksa. Selain itu, dia juga dituntut membayar denda Rp1 miliar dan membayar uang pengganti sebesar 7,4 juta dolar AS dan hak politiknya dicabut selama lima tahun pascamenjalankan hukuman.
Jaksa menyakini, dia terima uang 7,3 juta dolar AS. Uang tersebut terdiri dari 3,5 juta dolar AS diberikan melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan 1,8 juta dolar AS dan 2 juta dolar AS diberikan melalui perusahaan Made Oka Masagung. Selain itu, Setnov juga menerima satu jam tangan merk Richard Mille seharga 135 ribu dolar AS.
Jaksa juga menilai, Setnov terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket e-KTP. Dia disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar, dimana saat itu memiliki hubungan dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Namun, usai mendengarkan tuntutan jaksa tersebut, setelah diberi kesempatan oleh majelis hakim pada saat itu, Setnov pun menyampaikan bahwa dirinya akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
"Terima kasih yang mulia, kami tetap menghargai apa yang menjadi tuntutan daripada penuntut umum. Kemudian kami akan menyampaikan pembelaan, baik pribadi maupun melalui tim penasihat hukum, terima kasih yang mulia," kata Setnov menanggapi tuntutan jaksa KPK di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).
Berita Terkait
-
Acung-acungkan Bakpao di Sidang, Fredrich Yunadi Ditertawakan
-
Ngotot Pindah Rutan, Fredrich: Saya Dibuat KPK Kayak Ikan Asin
-
Terima Suap Kampanye Istri, KPK Resmi Tahan Bupati Bandung Barat
-
Disebut Tak Kooperatif Oleh KPK, Fredrich Andalkan Majelis Hakim
-
Fredrich Yunadi Kukuh Minta Saksi KPK Jalani Sumpah Pocong
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO