Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar kepala daerah bertindak tegas untuk memecat pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti pengadilan terlibat dalam kasus korupsi. Sebab, berdasarkan penelusuran KPK, masih banyak pejabat daerah membiarkan bawahannya yang terlibat korupsi masih bekerja meski statusnya sudah inkrah.
"Ada percepatan yang dilakukan untuk mendorong para pihak-pihak yang berwenang di daerah, para PPK (pejabat pembina kepegawai) di daerah untuk melakukan pemberhentian segera. Misalnya kepala daerah secara tegas untuk memberhentikan PNS-PNS di lingkungannya yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (23/1/2019).
Febri menyebut batas pemecatan para PNS terlibat korupsi seharusnya dilakukan di akhir tahun 2018. Pemecatan itu mengacu kepada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN RB, dan Kepala BKN Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018.
SKB itu mengatur soal penegakan hukum bagi para PNS yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kasus korupsi. KPK menilai masih ada saja kepala daerah ataupun sejumlah pimpinan instansi pemerintah yang belum patuh terhadap SKB tersebut.
"Apakah memang alasannya belum lengkap atau memang tidak mematuhi aturan itu, ini yang perlu diingatkan lagi. Agar para pimpinan instansi tidak melakukan perlawanan, menentang aturan-aturan yang sudah," ujar Febri
Febri menganggap jika kepala daerah maupun pimpinan instansi masih mempekerjakan PNS koruptor telah merugikan negara karena masih memberikan gaji bulanan.
"Kalau kesengajaan untuk tetap mempekerjakan para PNS yang sudah terbukti melakukan korupsi berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap, maka ada risiko gaji yang dibayarkan itu sebagai kerugian negara. Jadi ada risiko hukum dan keuangan yang seharusnya menjadi pertimbangan serius," tutup Febri
Untuk diketahui, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mencatat sebanyak 393 PNS yang terlibat kasus korupsi telah diberhentikan dengan tidak hormat alias dipecat. Dari jumlah itu, 42 orang berasal dari instansi pusat dan 351 dari instansi daerah.
Berita Terkait
-
Tentukan Nasib DPRD Bekasi Terkait Suap Meikarta, Pimpinan KPK Tunggu Jaksa
-
Laporkan Harta Kekayaan, Ketua DPRD DKI Datangi Gedung KPK
-
Laporkan LHKPN ke KPK, Prasetio Minta Anggota DPRD Jakarta Ikuti Jejaknya
-
Dibentuk Kapolri, Tim Gabungan Akan Sambangi TKP Penyiraman Novel Baswedan
-
Lebih dari 20 Anggota DPRD Bekasi ke Thailand Pakai Duit Suap Meikarta
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Boni Hargens: 5 Logical Fallacies di Argumentasi Komite Reformasi Polri Terkait Perpol 10/2025