Suara.com - Sebanyak Tiga orang terdakwa yang merupakan petinggi PT Sinar Mas Wilayah Kalimantan divonis penjara selama 1 tahun ditambah 8 bulan. Mereka terbukti menyuap pimpinan dan anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sebesar Rp 240 juta agar tidak melakukan rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah sawit.
Tiga terdakwa itu adalah Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk yang juga Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) Edy Saputra Suradja, Willy Agung Adipradhana selaku Direktur Operasional Sinar Mas wilayah Kalimantan Tengah IV, V dan Gunung Mas/Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Willy Agung Adipradhana, Teguh Dudy Syamsuri dan Edy Saputra Suradja telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana selama 1 tahun dan 8 bulan ditambah denda Rp100 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 2 bulan," kata ketua majelis hakim Duta Baskara di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Vonis itu berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan yang diputuskan oleh majelis hakim Duta Baskara, Saefuddin, Sunarso, Titik Sansiwi dan Sigit Herman Binaji tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar ketiganya divonis 2 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, mengakui perbuatan, punya tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum," tambah hakim Duta Baskara.
Tujuan pemberian suap tersebut adalah agar Borak Milton selaku Ketua Komisi B DPRD provinsi Kalteng dan Punding Ladewiq H Bangkan selaku Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng, Edy Rosada dan Arisavanah selaku anggota Komisi B DPRD Kalteng tidak melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh kabupaten Seruyan, Kalteng, tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU), tidak memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH) dan belum ada plasma yang dilakukan oleh PT BAP.
PT BAP mengelola lahan sawit seluas lebih kurang 37.401 hektar di kabupaten Seruyan, Kalteng. Pada September 2018, ada pemberitaan media massa mengenai 7 perusahaan sawit yang diduga melakukan pencemaran di Danau Sembuluh, kabupaten Seruyan dan salah satunya adalah PT BAP. Laporan itu dibahas di Badan Musyawarah (BAMUS) dan disepakati melakukan pengawasan melalui Komisi B yang membidangi perekonomian dan Sumber Daya Alam.
Komisi B lalu merencanakan kunjungan kerja ke kantor PT BAP di gedung SInar Mas Land Plaza Jakarta pada 26-29 September 2018. Saat itu Komisi B DPRD Kalteng dipimpin Muhammad Asera selaku Wakil Ketua Komisi B bertemu dengan Teguh Dudy Syamsuri Zaldi selaku perwakilan PT BAP.
Pada sela-sela pertemuan, Teguh membagikan kepada masing-masing anggota Komisi B DPRD Kalteng yang hadir sebesar Rp1 juta sedangkan staf Komisi B sebesar Rp 500 ribu. Kunjungan lapangan Komisi B DPRD Kalteng ke lokasi perkebunan PT BAP akhirnya dilakukan pada 3 Oktober 2018 bersama dinas terkait.
Baca Juga: Pelindo III dan Sinar Mas Group Jajaki Sinergi Logistik
Dari kunjungan itu Komisi B menyimpulkan terdapat dugaan pencemaran danah Sembuluh, tidak memiliki HGU, tidak memiliki izin IPPH walau PT BAP telah beroperasi dari tahun 2006 dan belum pernah ada plasma, kesimpulan tersebut disampaikan Komisi B kepada media massa sehinga menjadi berita utama di provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam kunjungan itu, Teguh memerintahkan seorang stafnya untuk memberi uang Rp20 juta sebagai uang saktu bagi tim yang datang, tapi pemberian itu ditolak Borak Milton dan menyampaikan kepada Teguh bahwa Komisi B tidak bisa menerima uang tersebut dan meminta disiapkan dokumen terkait perizinan sebagai bahan RDP Komisi B.
Pada pertemuan 17 Oktober 2018 di ruang Komisi B antara Teguh, Borak, Punding, Edy Rosada dan Arisavanah, Punding meminta Rp300 juta agar Komisi B meluruskan berita di media massa terkait temuannya. Borak Milton lalu memutuskan agar anggota Komisi B mendapat Rp20 juta untuk 12 orang anggota komisi sehingga total permintaan sebesar Rp240 juta.
Menanggapi permintaan tersebut Edy Saputra melaporkan kepada Komisaris Utama PT BAP sekaligus Direktur Utama PT SMART Tbk Jo Daud Dharsono yang lalu menyampaikan menyetujui pemberian uang kepada Komisi B DPRD Kateng asal ada jaminan tertulis dari Komisi B. Namun Borak tidak dapat memberikan jaminan tertulis melainkan hanya menjamin RDP tidak dilaksanakan
Uang Rp240 juta itu lalu dikeluarkan dengan memo internal "biaya perjalanan dinas Teguh Dudy Syamsuri Zaldy". Pada 26 Oktober 2018, Rp240 juta diambil bagian "treasury" dengan kata sandi "Alquran" telah tersedia dan akan diambil Tirra Anastasia Kemur.
Uang diserahkan Tiraa kepada anggota komisi B DPRD Kalteng Edy Rosada dan Arisavanah di pusat nasi bakar Food Court Sarnah Jakarta Pusat dan saat serah terima itu Tirra, Edy Rosada dan Arisavanah diamankan petugas KPK.
Terhadap vonis tersebut, ketiga terdakwa langsung menyatakan menerima.
"Saya menerima putusan yang dibacakan pada hari ini juga," kata Willy.
"Saya menerima saya yakin putusan itu sudah sesuai," kata Teguh.
"Saya mohon maaf atas kerepotan yang saya sebabkan dan saya percaya vonis yang diputuskan sudah sesuai dan saya terima vonis, semoga Tuhan melindungi saya selama melaksanakan putusan," kata Edy.
Sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
Berita Terkait
-
Jadi Polemik, Benarkah Ketua KPK Agus Rahardjo Usul LHKPN Dihapus?
-
Hari Ini, KPK Serahkan Tanah dan Bangunan Akil Muchtar ke KPKNL
-
KPK Bekukan Rp 60 Miliar Uang Perusahaan Suami Inneke Koesherawati
-
Eddy Sindoro Dituntut 5 Tahun Penjara karena Suap Panitera
-
Eni Saragih Ikhlas Divonis Penjara 6 Tahun karena Terima Suap Proyek PLTU
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara