Suara.com - Presiden Joko Widodo diminta mengambil pembelajaran dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang telah memvonis Presiden dan Menteri Komunikasi melanggar hukum atas kebijakan pemutusan akses internet di Papua. Jokowi pun diharapkan tidak lagi menggunakan pendekatan represif dalam menyikapi suatu peristiwa seperti yang terjadi di Papua.
"Jadi kalau ada peristiwa sedikit jangan langsung pemerintah suka-sukanya ambil kebijakan, pembatasan akses internet dengan alasan yang tidak masuk akal," kata Deputi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Malik Feri Kusuma saat dihubungi Suara.com, Kamis (4/6/2020)
"Kedua jangan lagi menggunakan cara-cara represif. Ini kan salah satu bentuk cara represif, dalam sistem demokrasi kita ini masih ada pendekatan begini, itu yang harus dikoreksi," imbuhnya.
Feri mengatakan, pemerintah sudah semestinya tidak bersikap antikritik. Putusan PTUN itupun harus diterima pemerintah secara terbuka.
"Kita berharap putusan ini bisa jadi pembelajaran hukum bagi publik dan khususnya pemerintah yang mengambil kebijakan," ujar Feri.
Di sisi lain, Feri menilai kebijakan pemerintah memutus akses internet di Papua juga dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran hukum. Sebab, di era kekinian akibat pemutusan akses internet sangat berdampak terhadap segala aspek kehidupan masyarakat.
"Jelas (pemutusan akses internet di Papua) itu bentuk pelanggaran HAM. Hak atas informasi kan hak asasi manusia. Secara hukum itu pelanggaran terhadap hak atas informasi," ungkap Feri.
"Ini kan sederhana sebenarnya, masyarakat awam juga ketika internet diblokir pasti dampaknya kan ke semua. Pelanggaran HAM nya itu menuju keberbagai aspek itu. Hampir semua dimensi itu masuk," katanya.
Sebelumnya, PTUN Jakarta menyatakan tindakan pemerintah melakukan pemutusan akses internet di Provinsi Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September lalu merupakan perbuatan melawan hukum.
Baca Juga: Kasus Blokir Internet Papua, Warga Terdampak Bisa Tuntut Jokowi Ganti Rugi
"Menyatakan bahwa tergugat 1 (Menkominfo) dan tergugat 2 (Presiden RI) terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam tindakan melakukan internet shutdown di Papua dan Papua Barat pada 2019," kata Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Hakim Ketua Nelvy Christin saat membacakan amar putusan di persidangan, Rabu (3/6/2020).
Majelis Hakim menyebutkan, bahwa eksepsi tergugat 1 dan tergugat 2 dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika dan Presiden Joko Widodo tidak diterima dalam pokok perkara. Kemudian mengabulkan gugatan para penggugat, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara/SAFENet.
Hakim menyebutkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah, di antaranya; Pertama, tindakan pemerintah yang melakukan perlambatan akses bandwith internet di beberapa wilayah provinsi Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019 pada pukul 13.00 WIT sampai 20.30 WIT.
Kedua, tindakan pemerintah melakukan pemblokiran internet secara menyeluruh di Provinsi Papua dan Papua Barat dari 19 Agustus 4 September 2019. Ketiga, tindakan pemerintah yang memperpanjang pemblokiran internet di empat Kabupaten di wilayah Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya dan dua Kabupaten di wilayah Papua Barat yakni Kota Manokwari dan Kota Sorong pada 4 September pukul 23.00 WIT sampai 9 September 2019 pada pukul 20.00 WIT.
"Itu adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan atau pejabat pemerintahan," tegasnya.
Selain itu, majelis hakim juga menghukum Menkominfo dan Presiden Jokowi untuk membayar biaya perkara secara tunai sebesar Rp 457 ribu.
Tag
Berita Terkait
-
Kasus Blokir Internet Papua, Warga Terdampak Bisa Tuntut Jokowi Ganti Rugi
-
Kerap Kalah Gugatan, PKS Minta Jokowi Minta Maaf Blokir Internet Papua
-
Presiden Divonis Langgar Hukum, AII: Kemenangan Langka Bagi Rakyat Papua
-
Blokir Internet di Papua Diputus Langgar Hukum, Menkominfo: Saya Belum Baca
-
Soal Pembatasan Internet di Papua, DPR: Presiden Jangan Suka Langgar Aturan
Terpopuler
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
Terkini
-
HUT ke-80 TNI Mau Dievaluasi Imbas Renggut 2 Nyawa Prajurit, Bakal Ada Investigasi?
-
Reformasi Hukum Era Prabowo: Muncul Usulan Sistem 2 Lapis Agar Polri-Kejaksaan Saling Jaga, Apa Itu?
-
Jabatan Mentereng Halim Kalla: Adik Jusuf Kalla Jadi Tersangka Korupsi PLTU
-
Ahli di Sidang Praperadilan Nadiem Makarim: Kerugian Keuangan Negara Saja Belum Tentu Korupsi
-
Eks Bendahara Amphuri Diperiksa KPK, Bantah Ikut Campur Soal Kuota Haji
-
Janji Pemerintah Bantu Renovasi Sebagian Ponpes Tua dan Rawan, Cak Imin: Tapi Anggaran Kita Terbatas
-
Kasus Erika Carlina Naik ke Penyidikan, DJ Panda Dipanggil Polisi Pekan Depan!
-
Mau Kucurkan Dana Triliunan ke Bank Jakarta, Menkeu Purbaya: Jangan Sampai Saya Kasih Duit Panik
-
Cak Imin: Semua Pembangunan Pesantren Tanpa Izin Harus Dihentikan Sementara
-
Pemda Berperan Penting Dukung Produktivitas Nasional, Tegas Mendagri