Suara.com - Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda, mengaku kecewa melihat tuntutan belasan tahun penjara yang dijatuhkan kepada 7 tahanan politik Papua dengan pasal makar karena melakukan demonstrasi merespon tindakan rasisme oknum aparat dan ormas di Surabaya pada Agustus 2019 lalu.
Yunus Wonda menilai ketujuh tahanan politik ini sama sekali tidak pantas dituntut seberat itu dengan pasal makar, sebab mereka murni mengecam tindakan rasisme yang terjadi terhadap teman-temannya di Surabaya, bukan akan melakukan tidakan makar dalam peristiwa demonstrasi yang berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat pada saat itu.
"Kami lihat disitu tidak ada satu pun embel-embel yang mereka bawa atas nama KNPB atau ULMWP, saya pikir tidak ada itu, semua rakyat itu hanya mempertahankan identitas sebagai harga diri mereka dan itu muncul spontanitas luar biasa di Papua," kata Yunus Wonda dalam konferensi pers virtual, Senin (8/6/2020).
"Bahkan saya pikir orang mati bangkit juga pada saat itu, karena ini tanpa digerakkan tanpa ada satu konsolidasi dalam hal ini saya nilai ada suatu ketidakadilan yang luar biasa terjadi," Yunus menambahkan.
Selain itu, proses peradilan terhadap ketujuh tapol Papua itu juga sudah janggal, mulai dari proses pemindahan dari Pengadilan Papua ke Pengadilan Balikpapan dengan alasan keamanan, hingga tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sangat berat dengan pasal makar.
"Prosesnya sudah dari Papua ke luar, sampai dititip dan dituntut disana dengan alasan supaya tidak terjadi sesuatu di Papua, artinya kesimpulan hukum sudah ada di Papua. Pengadilan di Balikpapan dia hanya melanjutkan apa yang sudah disimpulkan baik oleh kepolisian dan kejaksaan papua baru dituntut di Balikpapan, semua berkas dinyatakan lengkap itu di papua bukan di Balikpapan, ini ada ketidakadilan," tegasnya.
Yunus kemudian berharap pemerintah segera mengambil tindakan adil terhadap ketujuh tapol Papua ini, sebab baginya orang Papua sudah banyak mengalami tindakan rasialisme dan ketidakadilan, salah satunya dengan mengadili pelaku yang membuat orang papua meninggal dalam demonstrasi itu.
"Tidak ada sama sekali proses itu berjalan, kita hanya menyampaikan turut berduka, datang membawa karangan bunga, bukan itu masalahnya, kami harap supaya jangan terus membuat luka dalam rakyat papua," ucapnya.
Ada pun ketujuh tapol tersebut mendapat tuntutan penjara dengan masa tahanan yang berbeda; Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo (10 tahun), Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay (10 tahun), Hengky Hilapok (5 tahun), Irwanus Urobmabin (5 tahun).
Baca Juga: Cegah Penularan Corona Saat Pilkada, Dubes Korsel Tawarkan Kerja Sama
Kemudian, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni (17 tahun), Ketua KNPB Mimika Steven Itlay (15 tahun), dan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay (15 tahun).
Jaksa penuntut umum dalam persidangan beruntun pada 2 sampai 5 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan, menuntut mereka semua dengan 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Makar dalam aksi unjuk rasa di Kota Jayapura, Papua pada Agustus 2019 lalu, buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Ketujuh tapol Papua itu kini dititipkan di Rutan Klas II B Balikpapan, Kalimantan Timur dari Papua dengan alasan keamanan, mereka menjalani proses peradilan dengan berkas yang berbeda satu sama lain di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak Januari 2020 lalu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
- 5 Mobil Bekas di Bawah 50 Juta Muat Banyak Keluarga, Murah tapi Mewah
Pilihan
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
-
Satu Indonesia ke Jogja, Euforia Wisata Akhir Tahun dengan Embel-embel Murah Meriah
Terkini
-
Efek Domino OTT KPK, Kajari HSU dan Bekasi Masuk 'Kotak' Mutasi Raksasa Kejagung
-
Diduga Sarat Potensi Korupsi, KPK-Kejagung Didesak Periksa Bupati Nias Utara, Kasus Apa?
-
Resmi! KY Rekomendasikan 3 Hakim Perkara Tom Lembong Disanksi Nonpalu
-
Ancaman Bencana Susulan Mengintai, Legislator DPR: Jangan Tunggu Korban Jatuh Baru Bergerak
-
Amnesty International Kutuk Keras Represi Aparat ke Relawan Bantuan Aceh: Arogansi Kekuasaan
-
Ketua Banggar DPR Said Abdullah: Merchant Tolak Pembayaran Tunai Bisa Dipidana
-
Terungkap Motif Teror Bom 10 SMA Depok, Pelaku Kecewa Lamaran Ditolak Calon Mertua
-
Heboh 'Dilantik' di Kemenhan, Terungkap Jabatan Asli Ayu Aulia: Ini Faktanya
-
PP Dinilai Sebagai Dukungan Strategis Atas Perpol 10/2025: Bukan Sekedar Fomalitas Administratif
-
Sikapi Pengibaran Bendera GAM di Aceh, Legislator DPR: Tekankan Pendekatan Sosial dan Kemanusiaan