Suara.com - Sejumlah kawasan di Jakarta yang selama ini menjadi langganan banjir merupakan dataran rendah. Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria menganalogikan lokasi tersebut "seperti kubangan."
"Kenapa masih ada banjir? Itu memang daerah yang daratannya sangat rendah, kenapa rendah? Banyak, di antaranya ada satu lokasi di perkampungan yang dulu lokasi itu digali tanahnya," ujar Riza di Balai Kota Jakarta, Rabu (17/2/2021).
"Sekarang daerahnya banjirnya minta ampun, karena memang rendah seperti kubangan."
Bagaimana cara menolong warga yang menetap di dataran daratan rendah agar tak selalu kebanjiran?
Dari sekian program, salah satunya, pemerintah Jakarta berencana kembali merelokasi warga ke rumah susun.
"Nanti ada program cara mengatasi, warga direlokasi, di sana dibangun rusun umpamanya supaya kalau banjir, warga bisa tetap tinggal di situ, di rusun. Di situ kalau banjir bisa jadi tempat penampungan," kata Riza.
Sementara daerah yang telah ditinggalkan warga -- jika tak sedang kebanjiran -- bisa diperuntukkan untuk fasilitas publik.
"Kalau kering bisa jadi tempat parkir, tempat bermain, dan sebagainya," kata Riza.
Secara umum, Riza menilai penanganan genangan air sejauh ini sudah berjalan dengan baik, genangan di beberapa kawasan bisa disurutkan lebih cepat.
Baca Juga: Anies Bakal Gusur Warga di Daerah Rawan Banjir, Dipindah ke Rusun
"Kita rasakan, sampai hari ini memang ada genangan, tapi cepat surut, memang ada banjir di beberapa titik tapi cepat surut," kata dia.
Kanal-kanal pengendali banjir
Dikutip dari Antara, pada 1913 boleh jadi merupakan salah satu bagian sejarah penting upaya pengendalian banjir di Jakarta.
Sebuah saluran sepanjang 4,5 kilometer berkedalaman empat hingga 12 meter dengan lebar mencapai 13,5 hingga 16 meter mulai dibangun, menjadinya kanal yang berfungsi khusus untuk mengendalikan air agar tidak “berkumpul” di tengah kota yang kala itu masih bernama Batavia.
Saluran yang dikerjakan oleh Burgerlijke Openbare Werken yang merupakan cikal bakal Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia itu saat ini dikenal dengan nama Kanal Banjir Barat.
Sungai Ciliwung, Sungai Krukut, Sungai Cideng dan Sungai Grogol adalah empat sungai yang aliran airnya dapat ditampung oleh banjir kanal yang didesain insinyur Belanda bernama Herman van Breen.
Keberhasilan kanal pertama yang membentang dari wilayah Matraman hingga Karet dilanjutkan dengan memperpanjang pembangunan sistem drainase makro tersebut hingga mencapai Muara Angke hingga tuntas di 1919.
Lebih dari seratus tahun Kanal Banjir Barat beroperasi, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah masih efektifkah kanal tersebut mengatasi banjir di masa kini?
Kanal Banjir Barat kini
"Tentu masih efektif juga sekarang. Karena air dari Bogor ya jalur airnya tetap lewat Kanal Banjir Barat," kata Sekretaris Dinas Sumber Daya Air Jakarta Dudi Gardesi saat ditanyai mengenai peran Kanal Banjir Barat di masa kini.
Desain Kanal Banjir Jakarta sedari awal sudah dirancang untuk jangka panjang, setidaknya diperhitungkan dari lebar saluran dan kemampuan menampung banyaknya air yang akan mengisi kanal.
Salah satu langkah Pemprov DKI Jakarta menjaga peninggalan era “kumpeni” itu adalah menjaga agar kapasitas Kanal Banjir Barat menampung air tidak berkurang dan justru dapat meningkat.
Dalam sebuah buku berjudul Mengapa Jakarta Banjir dijelaskan salah satu langkah yang diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2006 di era Gubernur Sutiyoso adalah mengganti tembok di kedua sisi Kanal Banjir Barat dengan beton yang semula hanya berupa tanah.
Dengan penggantian bahan tembok Kanal Banjir Barat maka kapasitas saluran menampung air yang sebelumnya berkurang karena terjadi pendangkalan menjadi bertambah.
Pakar Bioteknologi Lingkungan Universitas Indonesia Firdaus Ali turut mendukung pernyataan Dinas SDA Jakarta, ia mengatakan tanpa Kanal Banjir Barat saat ini, kawasan Jakarta Pusat mungkin saja sudah terendam dan tidak bisa dihuni.
"Kalau enggak ada itu, kita bisa lumpuh total," kata Firdaus Ali dengan nada yang serius menjelaskan peran besar Kanal Banjir Barat mencegah Jakarta tenggelam.
Namun Kanal Banjir Barat tidak selalu bekerja sempurna mengendalikan banjir di Jakarta, terbukti pada 2007 saat Kanal Banjir Jakarta di sisi timur belum ada, kapasitas kanal yang hanya mampu menampung 500 meter kubik per detik itu kewalahan menampung curah hujan maksimal 340 milimeter per hari sehingga menghasilkan volume hingga 750 meter kubik per detik.
Oleh karena itu, bersamaan dengan setahun operasional Kanal Banjir Timur, Pemerintah Pusat memutuskan membangun satu pintu air baru di kawasan Jakarta Pusat yang dikenal dengan nama Pintu Air Karet yang melengkapi Pintu Air Manggarai pendahulunya.
Penambahan Pintu Air Karet ini berdampak pada kapasitas saluran Kanal Banjir Barat menjadi 734 meter kubik per detik.
"Jadi untuk debit maksimum, saat ini kita masih mengandalkan Kanal Banjir Barat," ujar Firdaus Ali.
Integrasi dua kanal
Mengutip sebuah jurnal dua mahasiswa Universitas Oxford berjudul The evolution of Jakarta’s flood policy over the past 400 years: The lock-in of infrastructural solutions yang terbit pada 2018, sistem kanal sudah menjadi “peluru utama” melawan Banjir di Jakarta sejak 1619.
Sistem kanal pun terukir sebagai bagian Sejarah Indonesia dalam Prasasti Tugu tentang asal muasal pengerukan kanal dalam tata kelola air pada saat itu.
Saat ini, Jakarta memiliki dua kanal, yaitu Kanal Banjir Barat peninggalan Belanda yang berusia lebih dari 100 tahun serta Kanal Banjir Timur yang hampir mencapai satu dasawarsa.
Kedua sistem kanal yang merupakan bagian dari drainase makro Jakarta yang memiliki fungsi untuk mengalirkan air dari hulu melalui saluran yang sudah tercipta di pinggir kota menuju langsung ke laut sehingga tidak merendam rumah-rumah warga.
Meski saat ini keduanya memiliki kapasitas mumpuni, untuk Kanal Banjir Barat berkapasitas 734 meter kubik per detik dan Kanal Banjir Timur berkapasitas 390 meter kubik per detik hal itu tidak menjamin Jakarta sepenuhnya bebas dari banjir.
"Dua kanal bisa jadi tidak terlalu cukup, karena peningkatan debit air akan terus bertambah seiring jalannya waktu," kata Firdaus Ali yang juga bekerja sebagai Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Air dan Sumber Daya Air.
Menurut dia, agar kapasitas kedua kanal banjir Jakarta itu lebih efektif maka harus disatukan melalui sebuah saluran yang dikenal dengan sodetan Kali Ciliwung. Namun sayangnya pengerjaan saluran penghubung yang dirancang berkapasitas 60 meter kubik per detik itu, saat ini dalam posisi mandek karena alotnya proses pembebasan lahan di bantaran Kali yang meliuk sepanjang 119 kilometer melintasi Jakarta tersebut.
"Ya jadi sekarang, antisipasi lainnya tentu bekerja sama dengan Pemerintah Kota maupun Pemerintah Kabupaten dari daerah hulu untuk membangun Waduk Sukamahi dan Waduk Ciawi, tidak ketinggalan reboisasi di kawasan itu," ujar Firdaus Ali.
Selain pemeliharaan infrastruktur secara fisik dengan pembangunan pintu air, ada juga campur tangan petugas-petugas harian yang kerap dikenal sebagai “pasukan oranye” dan pasukan hijau yang disiagakan sebagai “penjaga gawang” di pintu-pintu air agar aliran menjadi lancar.
Tidak jarang mereka terjun langsung berbalut pelampung oranye ke dalam air untuk menyingkirkan sampah-sampah yang mengganggu aliran di pintu air.
"Tugas kita kan yang penting airnya bisa lancar buat sampai ke tujuannya, enggak boleh itu sampai meluap. Jadi ya, kalau ada sampah besar yang ‘ngehalangin’ jalur air, ya mau enggak mau, kita angkut langsung," kata salah satu petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air di Pintu Air Karet, Solihin.
Tugas para petugas UPK Badan Air yang bertanggung jawab terhadap aliran kanal banjir Jakarta setiap harinya agar berjalan lancar tidaklah mudah. Butuh waktu, tenaga dan dana agar saluran Kanal Banjir Jakarta tidak dipenuhi sampah-sampah sehingga aliran air menuju laut semakin mudah.
"Dulu belum dilengkapi peralatan memadai, peralatan harus rakit sendiri. Dulu bahkan pengambil sampah menggunakan kipas angin untuk jadi saringan secara manual," kata Prasetyo, petugas UPK Badan Air lainnya yang bertugas di kawasan Menteng.
Saat ini kondisi saluran Kanal Banjir Jakarta di pintu-pintu air sudah jauh lebih tertata. Tidak ada lagi gundukan sampah yang terlalu menggunung yang dapat terbawa arus menuju laut. Kondisi para petugas di badan air itu pun semakin membaik dengan fasilitas yang ditambahkan.
"Dulu saya ‘nyebur’ ya ‘nyebur’ aja. Tapi sekarang setidaknya harus pakai pelampung. Semakin baik. Enggak cuma kondisi kitanya ya, kondisi saluran airnya juga. Karena sebelum ada kami, dulunya sampah-sampah pasti sudah terbawa arus sampai ke laut, " kata Solihin.
Para “penjaga gawang” Kanal Banjir Jakarta itu pun berpesan agar masyarakat yang masih membuang sampah langsung ke aliran air sungai segera berhenti melakukan, sehingga tidak menyumbat dan menyebabkan banjir.
"Ya semoga aja, kepingin saya sih, orang-orang yang buang sampah enggak buang lagi ke saluran, biar bersih, enggak ada banjir-banjir lagi," kata Solihin.
Bukan satu-satunya solusi
Meski memiliki peran utama dalam pengendalian banjir Jakarta, kanal banjir bukanlah satu-satunya solusi.
Firdaus Ali mengatakan Ibu Kota Jakarta juga seharusnya menyiapkan sistem pengendalian banjir khusus untuk di dalam kota dengan memperbaiki saluran drainase mikro dan penghubung hingga menambah armada pompa.
Ali, saluran drainase mikro di Jakarta sudah mengalami penurunan kapasitas sehingga upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan melakukan pengerukan saluran tidak cukup. Perlu dilakukan peremajaan terhadap saluran-saluran drainase yang eksis dengan menghitung volume air limpasan.
"Drainase Jakarta sudah tidak baik, sebagai contoh Sabtu kemarin (18/1), tidak ada hujan di kawasan hulu, tapi Jakarta kena hujan lokal. Beberapa daerahnya langsung tergenang cukup tinggi. Artinya perlu ada pengkajian ulang dari sistem drainase. Bayangkan kalau hujan besar seperti tahun baru terjadi lagi, mungkin akan terendam terus," kata Firdaus.
Lebih lanjut langkah antisipasi lainnya adalah dengan penambahan pompa. Akibat sistem drainase mikro yang memiliki kedalaman dangkal, pompa menjadi salah satu solusi Jakarta menangani genangan. Pompa juga dinilai cukup efektif karena langsung menyedot air yang menggenang menuju aliran air terdekat untuk selanjutnya dialirkan menuju hilir.
"Jangan sampai ada pompa yang tidak berfungsi, kita harus belajar dari banjir tahun baru. Pemprov DKI harus tingkatkan pompa agar genangan cepat surut," kata Firdaus.
Kanal mungkin salah satu solusi jitu yang masih bisa diandalkan untuk mengendalikan air banjir Jakarta, khususnya menangani banjir kiriman dari hulu.
Meski demikian, agaknya langkah-langkah pencegahan baik dari masyarakat untuk tidak menutup saluran drainase maupun pemerintah setempat untuk mengkalkulasi kondisi alam Jakarta harus lebih ditingkatkan.
Hal itu agar tidak hanya mewaspadai banjir kiriman tapi juga ada pengendalian yang seimbang dari dalam kota untuk mencegah banjir lokal sehingga membuktikan Jakarta menjadi kota maju dan menyejahterakan serta membahagiakan warganya.
Berita Terkait
-
Prediksi Cuaca Hari Ini 6 Oktober 2025: Waspada Hujan & Banjir Rob di Indonesia
-
SDA Jamin Jakarta Tak Berpotensi Banjir Rob pada Bulan Ini, Apa Alasannya?
-
Rahasia Terbongkar: Cara Ampuh Deteksi Mobil Bekas Banjir dan Tabrakan sebelum Beli!
-
Pemprov Jakarta Siagakan 1.200 Pompa Hadapi Ancaman Hujan Ekstrem Dua Hari ke Depan
-
Kolaborasi Urban Farming Wujudkan Sungai Bersih dan Panen Melimpah di Ibu Kota
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Sekolah Rakyat di Situbondo Tetap Jalan 2026, Bupati Tegaskan Tidak Sepi Peminat
-
Terkunci dalam Kamar Saat Kebakaran, Pria ODGJ Tewas di Tambora
-
Bahasa Inggris Jadi Mapel Wajib SD-SMA Mulai 2027, Kemendikdasmen Siapkan Pelatihan Guru Massal
-
Komisi XIII DPR Dorong Kasus Konflik TPL di Danau Toba Dibawa ke Pansus Agraria
-
Jakpro Siapkan Kajian Teknis Perpanjangan Rute LRT Jakarta ke JIS dan PIK 2
-
'Apapun Putusannya, Kami Hormati,' Sikap Kejagung di Ujung Sidang Praperadilan Nadiem Makarim
-
Detik-detik Gempa Dahsyat di Filipina, Alarm Tsunami Aktif Buat Sulut dan Papua
-
Menko Zulkifli Hasan Panen Ayam Petelur, Apresiasi PNM Bangun Ketahanan Pangan Desa
-
Seskab Teddy Sampaikan Santunan dari Prabowo untuk Keluarga Prajurit yang Gugur Jelang HUT ke-80 TNI
-
Terungkap! Ini 'Dosa' Eks Kajari Jakbar yang Bikin Jabatannya Lenyap